PLN: SLO Dibutuhkan untuk Lindungi Pelanggan
Berita

PLN: SLO Dibutuhkan untuk Lindungi Pelanggan

Termasuk melindungi masyarakat dari bahaya kebakaran.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua Konsuil, Djamil Baridjambek, saat menyampaikan keterangannya dalam sidang pengujian UU Ketenagalistrikan, Kamis (27/11). Foto: Humas MK
Ketua Konsuil, Djamil Baridjambek, saat menyampaikan keterangannya dalam sidang pengujian UU Ketenagalistrikan, Kamis (27/11). Foto: Humas MK
General Manager PT PLN Distribusi Bali, Syamsul Huda menganggap Pasal 44 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang mewajibkan mengantongi sertifikat laik operasi (SLO) masih dibutuhkan konsumen listrik. Justru, adanya aturan SLO itu bermanfaat untuk melindungi pelanggan dari bahaya listrik yang secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas pelayanan PLN.

“Peningkatan kualitas itu karena gangguan akibat instalasi pelanggan berkurang dan kontinuitas pasokan listrik dari PLN ke pelanggan menjadi lebih baik,” ujar Syamsul saat memberi keterangan sebagai pihak terkait dalam sidang lanjutan pengujian UU Ketenagalistrikan di ruang MK, Kamis (27/11).
Dia menjelaskan SLO dibutuhkan konsumen listrik dari bahaya listrik akibat penyaluran listrik ke instalasi yang tidak layak dialiri listrik. Meski bermanfaat, tenaga listrik bisa membahayakan jika pemanfataannya tidak memenuhi kaidah teknik pemasangan instalasi yang benar. Misalnya, bahaya listrik yang sering terjadi adalah kebakaran rumah, pasar. “Akibatnya, PLN sering mendapatkan pengaduan gangguan instalasi,” tutur Syamsul

Dia mengaku sebelum terbitnya UU Ketenagalistrikan, PLN melakukan sendiri pemeriksaan instalasi pelanggan yang disesuaikan dengan standar persyaratan instalasi listrik. Inspeksi ini untuk memastikan instalasi pelanggan laik dialiri listrik atau tidak, sehingga tidak menimbulkan bahaya.

Menurut dia, implementasi SLO di Bali sudah dilaksanakan berdasarkan Surat No. 096/160/DIST.BALI/2014 tertanggal 20 Maret 2014 dimana pelanggan baru diwajibkan menunjukkan SLO. Teknisnya, jika pelanggan telah memiliki SLO, PLN dapat langsung  mengaliri tenaga listrik. Sebaliknya, jika pelanggan belum memiliki SLO, PLN akan menonaktifkan alat pembatas dan pengukuran sampai dengan pelanggan memiliki SLO.   

“Pelaksanaan SLO mendapat dukungan dari kontraktor karena dapat mengurangi, bahkan menghilangkan praktik pemasangan instalasi listrik oleh pihak yang tidak berkompeten,” ujarnya dalam persidangan yang dipimpin Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.   

Dari berbagai persoalan yang timbul menyangkut SLO ini, Syamsul tengah mendorong terbentuknya Gerai Daya sinergi antara PLN, kontraktor, dan lembaga sertifikasi untuk memudahkan pelanggan mengurus permohonan pemasangan baru dalam satu atap. “Pemasangan instalasi listrik oleh kontraktor, dan proses SLO-nya oleh lembaga tersendiri, salah satunya Komite Nasional Keselamatan untuk Instalasi Listrik (Konsuil),” imbuhnya.      

Pihak terkait lainnya, Ketua Konsuil Pusat Djamil Baridjambek mengatakan adanya SLO itu penting untuk mengetahui apakah instalasi listrik sudah dipasang sesuai ketentuan. “Material yang dipasang apakah sudah sesuai dengan SNI atau tidak, secara teknis apa sudah sesuai dengan prosedur atau tidak. Kalau tidak, berarti tidak layak operasi. Karena kebanyakan konsumen tidak tahu, asal sudah nyala ya sudah,” ujar Djamil 

Terkait biaya SLO, lanjut Djamil, sudah ditentukan pemerintah sesuai dengan daya listrik yang terpasang dan masuk biaya pemasangan instalasi listrik. Intinya, kata dia, SLO ini sebenarnya untuk melindungi masyarakat dari bahaya kebakaran.
“Padahal ini bahaya sekali, sama dengan bom waktu. Apalagi masyarakat bayar, jangan sampai apa yang mereka beli tidak sesuai dengan apa yang diharapkan,” katanya. “Jadi fungsi Konsuil ini melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan."

Sebelumnya, Pakar Ketenagalistrikan Ibnu Kholdun mempersoalkan Pasal 44 ayat (4) UU Ketenagalistrikan yang mewajibkan penggunaan sertifikat laik operasi (SLO) bagi konsumen baru PT PLN ataupun tambah daya. Selain merugikan atau memberatkan karena ada pungutan terhadap konsumen, Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagalistrikan juga mengatur sanksi pidana apabila SLO tidak dilaksanakan.

Ketentuan SLO itu dinilai telah mengesahkan secara hukum kewenangan dan fungsi akan adanya pungutan terhadap konsumen. Biaya penerbitan SLO yang dikeluarkan Konsuil dan Perkumpulan Perlindungan Instalasi Listrik Nasional (PPILN) dan tak memiliki dasar hukum yang jelas dan sangat memberatkan masyarakat.

Menurutnya, kedua lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri (MESDM) itu yang menyangkut pelayanan publik tidak seharusnya membebankan biaya SLO kepada masyarakat yang memasang listrik. Jika lembaga tersebut dibentuk pemerintah seharusnya biaya ditanggung pemerintah. Karena itu, pemohon meminta MK membatalkan kedua pasal itu dan memerintahkan PPLIN dan Konsuil agar menghentikan pungutan SLO.
Tags:

Berita Terkait