Usulan Interpelasi Sulit untuk Pemakzulan
Berita

Usulan Interpelasi Sulit untuk Pemakzulan

Pasal 7B UUD 1945 menggariskan beberapa tindakan atau perbuatan pidana seorang presiden bisa diusulkan untuk dimakzulkan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Hamdan Zoelva. Foto: RES
Ketua MK Hamdan Zoelva. Foto: RES
Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan hak interpelasi yang bakal diusulkan DPR kepada Presiden Jokowi terkait kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bukanlah sesuatu yang luar biasa. Bahkan, dia meminta agar tidak ada pihak yang menganggap penggunaan hak tersebut oleh DPR dapat berujung pada pemakzulan.

“Interpelasi itu adalah hak bertanya saja. Kalau hanya bertanya, lalu  sudah dijawab, selesai. Tidak ada sesuatu yang luar biasa, tidak perlu dikhawatirkan ini akan ke berujung pemakzulan,” ujar Hamdan di gedung MK, Kamis (27/11).

Hamdan mengungkapkan DPR memang memiliki beberapa hak sesuai Pasal 20 UUD 1945, termasuk hak interpelasi dan hak angket. Hak tersebut tidak dapat dihambat sepanjang dalam rapat paripurna DPR disetujui minimal 2/3 anggota DPR yang hadir. “Prosesnya interpelasi jalan atau tidak harus persetujuan paripurna,” kata dia.

Setelah di paripurna disetujui, kata Hamdan, sejumlah pertanyaan dari DPR diajukan kepada presiden untuk dijawab. Tetapi jika jawaban presiden dianggap kurang memuaskan, DPR dapat menggunakan hak angket (penyelidikan).

Lebih lanjut, Hamdan menerangkan proses menuju pemakzulan cukup panjang dan sulit untuk dilakukan. Menurut dia, adanya amandemen UUD 1945 yang saat ini berlaku  membawa konsekwensi hukum kuatnya posisi presiden, sehingga sulit dimakzulkan (dijatuhkan).

Misalnya, untuk usul pemberhentian presiden, DPR harus mendapat persetujuan 2/3 anggotanya dalam rapat paripurna. Setelah itu, DPR harus meminta pendapat dan pertimbangan MK apakah usulan perberhentian presiden beralasan atau tidak. “Sekarang untuk mengusulkan memberhentikan presiden harus 2/3 anggota DPR setuju. Setelah itu disampaikan ke MK, dipersoalkan lagi oleh MK apakah betul alasan-alasan untuk mengusulkan pemberhentian presiden?” terang Hamdan.

Kemudian, proses usulan pemberhentian presiden bisa kandas jika MK menyatakan tidak ada alasan hukum yang kuat untuk memakzulkan presiden. Tetapi, jika MK mengabulkan usulan DPR untuk memberhentikan presiden sesuai alasan-alasan dalam konstitusi, maka usulan tersebut masuk ke MPR. “Untuk sidang MPR saja butuh kuorum 3/4 anggota yang harus hadir. Kalau nggak terpenuhi, nggak bisa sidang,” katanya.

Hal senada disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Prof Saldi Isra. Dia mengatakan hak interpelasi bukan sesuatu yang luar biasa. “Kalau memang DPR harus menggunakan hak itu, ya gunakan saja, pemerintah tinggal menyiapkan penjelasan kenaikan BBM itu, tidak perlu ada yang dicemaskan,” kata Saldi.

“Tetapi, yang terpenting, apakah hak interpelasi itu datang dengan niat baik? Betul-betul mau tahu mengapa pemerintah menaikkan harga BBM atau punya niat lain, itu yang kita tahu,” lanjutnya.

Ditanya soal interpelasi bisa mengarah ke pemakzulan, Saldi mengatakan konstitusi saat ini jauh memberikan rasa aman bagi presiden. Sebab, konstitusi telah memberi syarat-syarat yang ketat untuk bisa memberhentikan presiden. “Desain konstitusi  yang ada saat ini, presiden jauh lebih aman dibanding konstitusi sebelumnya,” katanya.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Andalas ini menjelaskan Pasal 7B UUD 1945 sudah menggariskan beberapa tindakan atau perbuatan pidana seorang presiden bisa diusulkan untuk dimakzulkan. Seperti, presiden melakukan tindak pidana korupsi atau suap. “Bentuk lima tindak pidananya sudah dirumuskan oleh konstitusi. Tetapi, kalau kebijakan tidak bisa,” tegasnya.

Meski begitu, dia berharap DPR tetap meneruskan usulan hak interpelasi ini agar bisa melihat niat baik masing-masing kelompok. “Ini tidak perlu diributkan karena memang hak itu diakui konstitusi,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait