Kebijakan Pemerintah Belum Menunjang Upaya Atasi Krisis Energi
Berita

Kebijakan Pemerintah Belum Menunjang Upaya Atasi Krisis Energi

Kebijakan yang tak mendukung terutama pada sektor pengadaan listrik.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: www.den.go.id
Foto: www.den.go.id
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Rinaldy Dalimi, mengungkapkan bahwa saat ini Indonesia tidak memiliki cadangan energi sama sekali. Menurutnya, saat ini para pihak terkait masih mencari angka tepat menyimpan cadangan. Rinaldy mengingatkan, krisis energi sudah di depan mata.

“Kita meminta pemerintah menyiapkan cadangan energi,” tutur Rinaldy, Kamis (27/11).

Ia menuturkan, negara-negara lain di dunia sudah lebih dahulu melakukan penghitungan cadangan energi. Sebab, cadangan energi sama pentingnya dengan cadangan pangan. Oleh karena itu, menurutnya, cadangan energi seyogianya menjadi hal yang harus diprioritaskan pemerintah.

Rinaldy mencontohkan Jepang yang cadangan energinya cukup aman. Ia menghitung, saat ini Jepang mempunyai cadangan energi untuk 30 hari. Artinya, jika terjadi krisis, Jepang masih bisa bertahan untuk sebulan ke depan.

“Negara lain yang punya potensi cadangan sudah melakukan dari dulu. Sedangkan Indonesia tidak mempunyai cadangan energi sama sekali.Kita belum ada cadangan,” tandasnya.

VP Corporate Communication PT Pertamina, Ali Mundakir, mengatakan bahwa memang Indonesia saat ini bukan lagi negara kaya minyak. Ia menegaskan bahwa cadangan minyak tanah air saat ini kurang dari 4 miliar barel. Cadangan itu menurutnya hanya akan bertahan sebelas tahun.

"Kasihan masyarakat itu jangan dibuai lagi bahwa kita kaya minyak. Kita ini malah krisis,” tandasnya.

Menurut perhitungannya, jika konsumsi BBM stabil tumbuh 5 persen per tahun, maka tujuh tahun lagi, beban impor semakin besar.Beban itu pada tahun 2020 akan mengikuti kebutuhan BBM yang menurut Ali berada pada kisaran 84 juta kiloliter. Di sisi lain, kilang dalam negeri cuma mampu memproduksi 41 juta kl.

Menurut Ali, sudah saatnya Indonesia menyimpan cadangan energi yang dimiliki. Alasannya, energi yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak akan habis pada masanya. Ia menambahkan, banyak negara maju yang kini sudah menghemat energi.

Ali menuturkan, hina dan Amerika saat ini juga menghemat cadangan energi potensial masing-masing karena potensi krisis di masa depan. Ia prihatin dengan Indonesia yang belum mulai menyimpan cadangan energi. Sebab, 20 tahun lagi bisa-bisa semua energi potensial habis terkonsumsi.

"Negara lain, mereka itu mengirit buat disimpan. Cina itu rajin impor batu bara, apa dia tidak punya? Punya, tapi disimpan. Sementara kita 20 tahun ke depan dapat apa, bisa-bisa kita habis semua," bebernya.

Pengamat energi dari Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, mengatakan bahwa saat ini pemerintah juga belum bisa memenuhi kebutuhan listrik secara optimal. Ia mengakui, krisis listrik merupakan satu masalah yang bukan lagi omong kosong. Masalahnya, menurut Iwa, kebijakan pemerintah belum menunjang upaya mengatasi krisis listrik.

"Kebijakan energi tidak menunjang,” tuturnya.

Iwa menambahkan, kebijakan yang tak mendukung terutama pada sektor  pengadaan listrik. Menurutnya, hal itu menjadi kesalahan pemerintah dan PLN bagi operator. Sebab, para pihak itu tidak mampu mengikuti kebutuhan energi masyarakat.

"Itu masalah kebijakan, karena pembangunan itu pembangkit listrik PLTU yang besar di Jawa. Sementara, di daerah luar Jawa pembangunan pembangkitnya dengan kapasitas kecil dan menggunakan energi minyak. Padahal, pertumbuhan listrik di luar Jawa tinggi. Dengan begitu, pembangunan pembangkitan listrik pun menjadi tidak merata,” paparnya.
Tags:

Berita Terkait