Tak Bisa Akses Dokumen, Pemegang Saham Gugat Direksi PT Dextam
Berita

Tak Bisa Akses Dokumen, Pemegang Saham Gugat Direksi PT Dextam

Direksi PT Dextam merasa sudah tidak diurusi oleh pemegang saham.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jaksel (Ilustrasi). Foto: SGP
Gedung PN Jaksel (Ilustrasi). Foto: SGP
Shimizu Corporation menggugat Direksi dan Dewan Komisaris PT  Dextam Contractors atas dugaan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam perkara Nomor 219/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL ini, jajaran direksi dan dewan komisaris yang digugat adalah Godefridus Mangaradja Tampubolon (tergugat I), Dipling Hendry (tergugat II), Roiven Hutapea (tergugat III), Paulus Tangkere (tergugat IV) serta Maksimus Manonga Simbolon (tergugat V). PT Dextam sendiri menjadi turut tergugat dalam perkara ini.

Shimizu melalui gugatan ini menuntut pertanggungjawaban tergugat sehubungan dengan pelaksanaan tugas dan kewajibannya melakukan tindakan pengurusan dan pengawasan Dextam yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tagor Sibarani, kuasa hukum Shimizu, mengatakan Dewan Komisaris dan Direksi Dextam tersebut tidak bisa memberikan dokumen-dokumen yang diminta Shimizu selaku pemegang saham sebanyak 49% dari jumlah total saham Dextam. “Kami nggak bisa akses dokumen, itu menimbulkan kerugian juga bagi Shimizu selaku pemegang saham,” ujar Tagor.

Dokumen-dokumen yang tidak bisa disediakan tersebut antara lain, anggaran Dextam mulai pertama hingga perubahan terakhir, laporan tahunan Dextam dari 2001 hingga 2003, laporan kegiatan usaha Dextam, Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham dari tahun 2001 sampai 2013, Laporan Keuangan teraudit mulai tahun 2003 hingga 2013 serta salinan daftar pemegang saham Dextam.

Tagor juga mengatakan bahwa karena tidak bisa mengakses dokumen tersebut, pihaknya juga tidak dapat mengetahui kinerja Dextam selama ini. Shimizu juga menuding bahwa direksi dan komisaris PT Dextam tidak melakukan pengawasan yang baik, hal tersebut berpengaruh pada turunnya keuntungan yang didapat.

Pihak Shimizu sempat memohonkan dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Dextam ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar mendapat akses pada dokumen tersebut serta mendengarkan penjelasan direksi Dextam atas dokumen tersebut.

Majelis Hakim telah mengabulkan permohonan tersebut dan RUPSLB telah dilakukan apa 22 September lalu. Namun demikian, Tagor masih enggan mengungkapkan hasil dari RUPSLB tersebut.

Atas kelalaian yang dilakukan para tergugat, dalam gugatannya Shimizu menuntut ganti rugi senilai US$10 juta untuk materiil dan US100 juta untuk immateriil.

Dihubungi secara terpisah, kuasa hukum tergugat, Aksioma membantah tuduhan yang diajukan Shimizu. Menurutnya, justru Shimizu yang telah lalai dalam mengurus PT Dextam selaku anak perusahaannya.“Shimizu malah kerja sama dengan penanam modal asing, Dextam nggak diurus. Pekerjaannya jadi menurun dan nggak ada kerjaan lagi bagi para Direksi dan Komisaris,” ungkap Aksioma.

Ia mengatakan pihak Direksi dan Komisaris bukannya lalai dalam pengawasan. “Memang tidak ada yang harus diawasi,” katanya.

Selain itu, dokumen-dokumen yang diminta oleh Shimizu, Aksioma membenarkan bahwa belum diserahkan kepada Shimizu. Namun, menurutnya hal itu dilakukan karena dokumen itu merupakan kepentingan pembelaan Dextam pada perkara yang bergulir di PN Jakarta Pusat. Dikhawatirkan jika diserahkan pada Shimizu, justru akan merugikan perusahaan.

Legal Standing
Direksi dan Komisaris PT Dextam Contractors mempersoalkan legal standing (kedudukan hukum) dari Shimizu Corporation dalam menggugat pihaknya yang dituduh melakukan perbuatan melawan hukum.

Dalam berkas jawabannya, Direksi dan Komisaris PT Dextam (tergugat) menjelaskan bahwa gugatan terhadap pihaknya kalau ada kelalaian seharusnya dilakukan oleh PT Dextam, bukannya Shimizu selaku pemegang saham.

Gugatan Shimizu tersebut juga dianggap kabur karena jumlah tuntutan ganti rugi dalam petitum berbeda dengan jumlah yang ada di posita. Jawaban tersebut diserahkan ke kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (4/12) setelah sempat tertunda tiga pekan.

Kuasa hukum tergugat, Aksioma mengatakan bahwa gugatan Shimizu tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 97 ayat 6 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. "Yang menggugat kalau pengurus lalai harusnya atas nama perseroan, yaitu Dextam. Klaim kerugian juga kerugiannya Dextam, bukan kerugian Shimizu," jelas Aksioma pada Senin (8/12).

Selain itu, juga dijelaskan dalam berkas jawabannya, para tergugat membantah keras dianggap lalai dalam menjalankan kewajibannya mengurus PT Dextam. Pihak tergugat menjelaskan bahwa laporan keuangan tahun 2001-2013 yang diminta Shimizu tidak dapat diserahkan lantaran kekeliruan dari pihak Shimizu sendiri. Pihak Dextam tidak dapat membuat laporan keuangan karena laporan keuangan tahun 2001 belum disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sementara itu, lanjutnya, laporan keuangan tahun selanjutnya tidak bisa dibuat tanpa merujuk laporan keuangan tahun 2001.

"Mereka meminta laporan tahunan, untuk membuat itu dibutuhkan laporan keuangan. Sementara laporan keuangannya nggak disahkan. Itulah yang dipersoalkan, padahal ini terjadi saat Direktur Keuangannya dari Shimizu," jelas Aksioma.

Tergugat dalam jawabannya juga menjelaskan bahwa penyebab laporan keuangan 2001 tidak disahkan dalam RUPS adalah ditemukan dugaan penyimpangan dana oleh auditor dari kantor akuntan publik, yakni aliran dana ke Jepang tidak sesuai dengan prosedur yang disepakati.

Sidang lanjutan kasus ini akan kembali digelar Kamis (18/12) dengan agenda replik atau tanggapan penggugat atas jawaban.

Sebagai informasi, perselisihan hukum antara Shimizu dan Dextam juga terjadi di PN Jakarta Pusat. Dalam perkara bernomor 215/PDT.G/2013/PN.JKT.PST ini, Shimizu dinilai telah melakukan pelanggaran dalam kesepakatan kerja sama dengan Dextam, sehingga mengakibatkan kerugian hingga US$100 juta.

Sebelumnya, Dextam juga pernah menggugat Shimizu dengan gugatan yang terdaftar dengan nomor 213/PDT.G/2013/PN.JKT.PST dan 214/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. Gugatan tersebut dilayangkan karena Dextam merasa Shimizu telah melakukan perbuatan melawan hukum. Namun, kedua perkara tersebut kandas di PN Jakarta Pusat karena terhalang klausul arbitrase.
Tags:

Berita Terkait