Komnas HAM Bentuk Tim Kajian Hukum untuk Kasus Munir
Utama

Komnas HAM Bentuk Tim Kajian Hukum untuk Kasus Munir

Untuk melihat sejauh mana kasus pembunuhan Munir dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Gedung Komnas HAM. Foto: SGP.
Gedung Komnas HAM. Foto: SGP.
Kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir Said Thalib, dianggap sebagai persoalan yang sangat serius bagi pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM di Indonesia. Penyelesaian kasus itu wajib dilakukan untuk mencegah kejadian itu terjadi lagi menimpa pembela aktivis HAM. Itulah yang disampaikan komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah, di kantor Komnas HAM, Senin (15/12).

Oleh karenanya, perempuan yang disapa Roi itu melanjutkan, Komnas HAM membentuk tim kajian hukum untuk melihat sejauh mana kejahatan pembunuhan terhadap Munir dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Pembentukan tim itu mengacu Pasal 89 ayat (1) dan (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Komposisi Tim terdiri dari Roichatul Aswidah (Komnas HAM), Hendardi (TPF Kasus Munir), Choirul Anam (KASUM) dan Lamria Siagian. Tim akan bekerja sampai tiga bulan ke depan.

Roi menilai pemerintah belum serius melaksanakan rekomendasi tim pencari fakta (TPF) kasus munir yang diterbitkan 2005. Rekomendasi itu diantaranya, mendorong Presiden membentuk tim baru dengan mandat dan kewenangan yang lebih kuat untuk menindaklanjuti dan mengembangkan temuan TPF.

Kemudian, merekomendasikan Presiden memerintahkan Kapolri melakukan audit atas kinerja tim penyidik kasus Munir dan meningkatkan kapasitas penyidik Polri secara profesional. Melakukan penyidikan yang mendalam terhadap kemungkinan peran Indra Setiawan, Ramelgia Anwar, AM Hendropriyono, Muchdi PR dan Bambang Irawan.

Selain itu, hasil majelis eksaminasi perkara Muchdi PR yang dilakukan Komnas HAM menyimpulkan terdapat sejumlah bukti yang mengakibatkan kegagalan dalam mengadili para pelaku yang harusnya bertanggungjawab atas terbunuhnya Munir. Lalu, pembebasan bersyarat Pollycarpus Budihari Priyanto dinilai tidak memenuhi rasa keadilan publik, terutama keluarga Munir.

Berbagai hal tersebut, menurut Roi, mendorong Komnas HAM membentuk tim kajian hukum untuk kasus Munir. Tim akan bekerja sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Komnas HAM seperti melakukan kajian dokumen, pemanggilan saksi atau pihak terkait untuk diminta keterangan. Hasil kerja tim akan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada Komnas HAM.

“Bisa saja hasilnya nanti tim akan merekomendasikan Komnas HAM untuk membentuk tim penyelidikan pro yustisia agar perkara pembunuhan Munir dapat digelar di pengadilan HAM,” kata Roi.

Mantan anggota TPF kasus Munir, Hendardi, mengapresiasi langkah Komnas HAM membentuk tim kajian hukum tersebut. Sebab, penyelesaian kasus Munir sampai sekarang belum memuaskan karena sejumlah orang yang berkaitan dengan pembunuhan Munir melenggang bebas. Yang dijerat hanya pelaku lapangan yakni Pollycarpus, itupun dibebaskan.

“Jadi ada dasar bagi Komnas HAM membentuk tim ini karena banyak hal yang belum terjawab dalam kasus pembunuhan Munir,” urainya.

Koordinator Komite Solidaritas Untuk Munir (KASUM), Choirul Anam, mengimbau kepada masyarakat, terutama yang namanya diduga bersinggungan dengan kasus Munir untuk memberikan informasi secara sukarela kepada tim bentukan Komnas HAM itu. Jika dibutuhkan, tim pun siap melayangkan surat undangan kepada pihak-pihak terkait.

Anam yakin masih banyak bukti yang belum dihimpun guna mengungkap kasus pembunuhan Munir. Semakin banyak data, informasi dan dokumen yang diperoleh tim maka semakin baik dan sempurna kesimpulan yang akan dihasilkan. Ia juga mengimbau kepada institusi terkait seperti Presiden, Polri dan Kejaksaan Agung agar menjalin kerjasama yang baik dengan tim.

“Kasus Munir itu kasus besar. Kasus pembunuhan (bermotif,-red) politik pertama yang terjadi pasca reformasi,” tukas Anam.

Selain mengkaji dokumen, dikatakan Anam, tim bakal melibatkan ahli hukum pidana dan HAM serta pakar-pakar internasional yang ada di sejumlah universitas. Tujuannya, agar hasil kerja tim dapat dipertanggungjawabkan dan kredibel.
Tags:

Berita Terkait