Ini Alasan PERADI Tolak Todung di Pansel MK
Berita

Ini Alasan PERADI Tolak Todung di Pansel MK

Todung mengaku hanya ingin membangun MK yang kuat.

Oleh:
CR-18
Bacaan 2 Menit
KetOtto Hasibuan (tengah) dan Leonard Simorangkir (kedua dari kanan). Foto: CR-18
KetOtto Hasibuan (tengah) dan Leonard Simorangkir (kedua dari kanan). Foto: CR-18
Keputusan Presiden Joko Widodo memilih Refly Harun dan Todung Mulya Lubis sebagai anggota Panitia Seleksi (Pansel) calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terus menuai penolakan. Setelah MK menyatakan sikap, kini giliran Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yang menyuarakan penolakan.

Dalam jumpa pers, Senin (15/12), Ketua Umum DPN PERADI Otto Hasibuan mengatakan pihaknya menolak keberadaan Todung dan Refly karena keduanya pernah - dan terbuka kemungkinan di masa yang akan datang – beracara di ruang sidang MK. Otto khawatir melibatkan Todung dan Refly dalam Pansel Hakim MK akan menimbulkan benturan kepentingan.

Menurut Otto, hakim-hakim MK yang bakal terpilih memiliki potensi tidak independen karena mereka dipilih oleh Pansel yang di dalamnya ada orang-orang yang pernah atau akan beracara di MK.

“Dia (hakim MK terpilih, red) tidak mandiri, tidak independen, ewuh pekewuh, sungkan, kalau nanti ada perkara-perkara yang timbul langsung atau tidak langsung, yang ditangani oleh saudara Todung dan Refly Harun,” tutur Otto.

Otto menegaskan sikap PERADI menolak keberadaan Todung tidak berkaitan dengan permasalahan masa lalu, yakni ketika Dewan Kehormatan PERADI memecat Todung karena dianggap terbukti melanggar kode etik. Buktinya, lanjut Otto, tidak hanya Todung yang dipersoalkan PERADI, tetapi juga Refly.

“Saya sendiri, atau siapapun dari advokat tidak layak ikut menyeleksi seorang hakim di MK atau di pengadilan manapun,” ujar advokat yang bergelar Profesor Kehormatan dari Universitas Jayabaya ini.

Sikap penolakan PERADI ini, kata Otto, akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo melalui surat. PERADI berharap Presiden meninjau ulang keberadaan Todung dan Refly dalam formasi Pansel Hakim MK. Melalui surat itu, PERADI juga ingin mengingatkan bahwa jika keberadaan Todung dan Refly dibiarkan, maka akan berdampak buruk terhadap penegakan hukum.

Menanggapi penolakan yang muncul, Todung menampik kekhawatiran beberapa pihak bahwa proses pemilihan hakim MK akan terpengaruh oleh profesi praktisi hukum yang digelutinya. Todung menegaskan keterlibatan dirinya berangkat dari pemikiran bahwa semua pihak berkewajiban untuk membangun MK yang kuat dan berwibawa.

“Saya percaya bahwa komitmen semua anggota pansel adalah mencari sosok hakim yang betul-betul bisa menjaga marwah MK itu,” ujar Todung kepada hukumonline usai jumpa pers terkait kasus The Jakarta Post, Senin (15/12).

Todung mengaku siap menerima apapun keputusan Presiden nanti merespon penolakan yang disuarakan sejumlah pihak. Bagi Todung, menjadi anggota Pansel merupakan bentuk tanggung jawab dan penghormatan kepada Presiden yang telah meminta dirinya untuk terlibat dalam Pansel.

“Kalau presiden mengatakan bahwa ‘eh Mulya Lubis mesti diganti’, ya silakan diganti nggak ada masalah buat saya,” ucap pendiri firma Lubis Santosa Maramis.
Tags:

Berita Terkait