Sad Dian Utomo, Direktur Eksekutif Pattiro mengatakan dana yang kapitasi berasal dari iuran masyarakat sehingga masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban penggunaannya, baik secara langsung maupun melalui Komite Kesehatan sebagai bagian dari pemantauan sosial.
Berdasarkan catatan Pattiro, seiring pelaksanaan JKN yang berjalan hampir setahun, Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang dimiliki oleh pemerintah daerah mulai mendapatkan dana kapitasi dari BPJS Kesehatan. Penggunaan dan pengelolaan dana kapitasi ini diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 32 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi JKN untuk Pelayanan Kesehatan dan Dukungan.
Perpres yang dimaksud mengatur pengelolaan dana kapitasi bagi Puskesmas yang belum menerapkan atau berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Permenkes mengatur penggunaan dana kapitasi, baik pada Puskesmas BLUD maupun Non BLUD. Dengan kebijakan ini, akan semakin banyak dana yang akan dikelola ke Puskesmas.
Sebelumnya ada keinginan agar Presiden turun tangan menangani masalah kepesertaan BPJS. Sebab, regulasi yang diterbitkan ternyata masih menyulitkan bagi warga miskin. Warga yang akan menjadi peserta harus memiliki rekening bank.
Sad Dian mengingatkan, selama ini Puskesmas sudah mendapatkan dana operasional dan dana kegiatan program dari APBD, dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang ditransfer langsung dari APBN serta DAK Kesehatan. Sesuai dengan konstruksi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap lembaga yang mendapat kucuran dana dari APBN/APBD atau sumbangan masyarakat menjadi Badan Publik. Informasi publik yang ada di Badan Publik dapat dibuka kepada masyarakat, baik karena pengumuman maupun permintaan informasi.
Dana kapitasi merupakan besaran pembayaran per bulan yang dibayarkan di muka kepada Puskesmas berdasarkan jumlah peserta JKN terdaftar, tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Artinya, Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dimiliki pemerintah daerah akan mendapatkan transfer dana segar pada awal bulan dengan hanya memperhitungkan pada jumlah kepesertaan JKN di wilayahnya. Dana yang telah dikirimkan ke Puskesmas tersebut akan dimanfaatkan oleh Puskesmas untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan (minimum sebesar 60% dari total dana kapitasi yang diminta) dan sisanya digunakan untuk biaya operasional.
Pembayaran jasa pelayanan kesehatan sendiri akan dibayarkan pada tenaga kesehatan dan non kesehatan dengan mempertimbangkan berbagai variabel, diantaranya jenis ketenagaan atau jabatan dan tingkat kehadiran. Variabel jenis ketenagaan adalah tenaga medis, non medis, perawat, apoteker dan sebagainya. Sedangkan kehadiran diberikan poin pada kehadiran dan akan dikurangi jika tidak hadir.
Sementara itu untuk biaya operasional, dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan obat yang tidak disediakan APBD, alat kesehatan, maupun kegiatan operasional kesehatan lainnya. Di antaranya adalah upaya kesehatan perorangan berupa promotif, preventif dan rehabilitasi lain, kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan perorangan, operasional puskesmas keliling, bahan cetak atau alat tulis kantor, sistem informasi dan administrasi keuangan.
Dengan demikian, sebenarnya Puskesmas memiliki keleluasaan dalam mengembangkan upaya promosi kesehatan yang efektif. Jika selama ini, Puskemas maupun Dinas Kesehatan selalu berkilah bahwa dana promosi terlalu kecil, maka dengan kapitasi dana JKN tersebut, tidak ada lagi alasan untuk tidak mengoptimalkan upaya promotif dan preventif tersebut.