Pattiro: Dana Kapitasi BPJS Harus Terbuka
Berita

Pattiro: Dana Kapitasi BPJS Harus Terbuka

Sebelumnya, ada permintaan agar Presiden turun tangan menyelesaikan kepesertaan BJPS Kesehatan.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Loket BPJS Kesehatan. Foto: RES
Loket BPJS Kesehatan. Foto: RES
Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro), lembaga yang selama ini concern pada isu-isu keterbukaan informasi, mendesak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Dinas Kesehatan kabupaten/kota, dan Puskesmas transparan tentang penggunaan dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Sad Dian Utomo, Direktur Eksekutif Pattiro mengatakan dana  yang  kapitasi berasal  dari  iuran  masyarakat  sehingga  masyarakat  berhak  meminta  pertanggungjawaban  penggunaannya,  baik secara  langsung  maupun melalui  Komite Kesehatan sebagai bagian dari pemantauan sosial.

Berdasarkan catatan Pattiro, seiring pelaksanaan  JKN  yang  berjalan  hampir  setahun,  Puskesmas  sebagai  Fasilitas  Kesehatan  Tingkat  Pertama  (FKTP)  yang  dimiliki  oleh  pemerintah  daerah  mulai  mendapatkan dana kapitasi dari BPJS Kesehatan. Penggunaan dan pengelolaan dana kapitasi  ini diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 32 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi JKN untuk Pelayanan Kesehatan dan Dukungan.  

Perpres yang  dimaksud mengatur  pengelolaan  dana  kapitasi  bagi  Puskesmas  yang  belum  menerapkan  atau  berstatus  Badan Layanan  Umum  Daerah  (BLUD). Permenkes  mengatur  penggunaan  dana  kapitasi,  baik  pada  Puskesmas  BLUD  maupun  Non  BLUD. Dengan  kebijakan  ini, akan  semakin  banyak  dana  yang  akan  dikelola  ke  Puskesmas.  

Sebelumnya ada keinginan agar Presiden turun tangan menangani masalah kepesertaan BPJS. Sebab, regulasi yang diterbitkan ternyata masih menyulitkan bagi warga miskin. Warga yang akan menjadi peserta harus memiliki rekening bank.

Sad Dian mengingatkan, selama ini Puskesmas sudah mendapatkan dana operasional dan dana kegiatan program dari APBD,  dana  Bantuan  Operasional  Kesehatan (BOK) yang  ditransfer  langsung  dari  APBN  serta DAK Kesehatan. Sesuai dengan konstruksi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap lembaga yang mendapat kucuran dana dari APBN/APBD atau sumbangan masyarakat menjadi Badan Publik. Informasi publik yang ada di Badan Publik dapat dibuka kepada masyarakat, baik karena pengumuman maupun permintaan informasi.

Dana  kapitasi  merupakan  besaran  pembayaran  per bulan  yang  dibayarkan  di muka  kepada Puskesmas berdasarkan jumlah  peserta  JKN  terdaftar, tanpa memperhitungkan  jenis  dan  jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Artinya, Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan  tingkat pertama yang dimiliki pemerintah daerah akan mendapatkan transfer dana segar pada  awal  bulan  dengan  hanya  memperhitungkan  pada  jumlah  kepesertaan  JKN  di  wilayahnya. Dana yang telah dikirimkan ke Puskesmas tersebut akan dimanfaatkan oleh Puskesmas untuk  pembayaran jasa pelayanan kesehatan (minimum sebesar 60% dari total dana kapitasi yang  diminta) dan sisanya digunakan untuk biaya operasional.

Pembayaran  jasa  pelayanan  kesehatan  sendiri  akan  dibayarkan pada  tenaga  kesehatan  dan  non  kesehatan  dengan  mempertimbangkan  berbagai  variabel,  diantaranya  jenis  ketenagaan  atau  jabatan  dan  tingkat  kehadiran.  Variabel  jenis  ketenagaan  adalah  tenaga  medis,  non  medis,  perawat,  apoteker  dan  sebagainya.  Sedangkan  kehadiran  diberikan  poin  pada  kehadiran dan akan dikurangi jika tidak hadir.

Sementara  itu  untuk  biaya  operasional,  dapat  dimanfaatkan  untuk  pembiayaan  obat  yang  tidak disediakan APBD, alat kesehatan, maupun kegiatan operasional kesehatan lainnya. Di antaranya adalah upaya kesehatan perorangan berupa promotif, preventif dan rehabilitasi lain,  kunjungan rumah dalam rangka upaya kesehatan perorangan, operasional puskesmas keliling,  bahan cetak atau alat tulis kantor, sistem informasi dan administrasi keuangan.

Dengan  demikian,  sebenarnya  Puskesmas  memiliki  keleluasaan  dalam  mengembangkan  upaya promosi kesehatan yang efektif. Jika selama ini, Puskemas maupun Dinas Kesehatan  selalu berkilah bahwa dana promosi terlalu kecil, maka dengan kapitasi dana JKN tersebut,  tidak ada lagi alasan untuk tidak mengoptimalkan upaya promotif dan preventif tersebut.
Tags:

Berita Terkait