Hakim Vonis 8 Tahun Petugas Kebersihan JIS
Utama

Hakim Vonis 8 Tahun Petugas Kebersihan JIS

Satu terdakwa lainnya divonis lebih rendah, tujuh tahun penjara.

Oleh:
Hasyry Agustin
Bacaan 2 Menit
Petugas kebersihan JIS saat menjalani sidang di PN Jaksel. Foto: RES
Petugas kebersihan JIS saat menjalani sidang di PN Jaksel. Foto: RES
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjatuhkan vonis delapan tahun penjara serta denda Rp 100 juta terhadap empat petugas kebersihan Syahrial, Virgiawan, Zainal, dan Agun dalam kasus kekerasan seksual terhadap murid TK di Jakarta International School (JIS) pada Senin (22/12). Sedangkan, dalam susunan majelis yang berbeda, salah seorang terdakwa lainnya, Afrisca divonis tujuh tahun penjara dengan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara.

Ketua Majelis Hakim Yanto menyatakan, Syahrial terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak kekerasan dan berbuat cabul terhadap anak. "Menjatuhkan pidana selama delapan tahun dan denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti kurungan tiga bulan,” papar Yanto saat membacakan putusan.

Syahrial dianggap terbukti melanggar Pasal 82 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat 1 tentang turut serta melakukan perbuatan kekerasan cabul. Vonis yang sama juga dengan Putusan perkara yang berbeda juga dijatuhkan kepada Virgiawan, Zainal, dan Agung. Keempat terdakwa tersebut harus menjalani pidana penjara delapan Tahun dan denda 100 Juta.

Majelis menjatuhkan putusan itu berdasarkan keterangan verbal dari korban yang berinisial AK. "Korban mengatakan hal yang sama berulang kali, dan seorang anak kecil tidak mungkin berbohong jika mengatakan hal yang sama," jelas hakim dalam pertimbangan hukumnya.

Majelis juga menggunakan pengakuan terdakwa yang menyatakan telah melakukan pencabulan terhadap korban dengan memasukan alat kelamin kepada anus korban. Majelis juga menjadikan berita acara penyidikan (BAP) pertama yang di Polda sebagai acuan.

Lebih lanjut, majelis beranggapan bahwa semua unsur yang terdapat dalam Pasal 82 Undang-undang Perlindungan Anak terpenuhi. Majelis juga mengabaikan dan menolak semua kesaksian dan pembuktian yang dilakukan oleh pihak terdakwa dan menganggap tidak ada penyiksaan serta kekerasan yang dilakukan oleh penyidik terhadap terdakwa.

Patra M. Zen, kuasa hukum Virgiawan dan Agun, menjelaskan bahwa kliennya diberi hukuman yang tidak adil. Pasalnya, majelis tidak mempertimbangkan bukti seperti visum, keterangan saksi dan ahli di persidangan. "Dalam keterangan, korban mengaku mendapat kekerasan seksual selama 13 kali. Tapi, bukti dalam visum tidak ada kejahatan seksual itu," kata dia.

Kuasa hukum Syahrial, Hasan Kowa, menyatakan hal senada. Dia mengatakan, hakim telah mengindahkan bukti dan hanya memakai keterangan verbal lisan.“Ini kriminalisasi," ujarnya.

Kuasa hukum Zainal, Yohanes menegaskan bahwa kliennya dibawa paksa oleh salah seorang terdakwa yang sudah meninggal, yaitu Azwar. "Azwar itu diduga mati karena minum racun, tapi coba periksa oleh tim independen. Azwar mati karena disiksa untuk membawa nama terpidana oleh polisi," kata dia.

Banding
Lima terpidana tersebut menyatakan akan mengajukan banding. Mereka menilai vonis yang diberikan oleh majelis hakim tidak adil tanpa memperhatikan bukti selama persidangan. “Kami akan banding,” ujar para kuasa hukum terpidana secara terpisah.

Jaksa Penuntut Umum Ade Nurhalimah mengatakan akan melaporkan dahulu kepada atasan untuk mengetahui apakah ingin melakukan banding atau tidak. “Kita masih pikir-pikir, kita lapor ke pimpinan. Kalau puas tidak puas kita lapor ke pimpinan dahulu,” ujar Ade usai persidangan.

Mengenai putusan denda Rp 100 juta yang dijatuhkan majelis hakim mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak.Para terpidana dinyatakan telah melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. "Itu pertimbangan hakim. (Denda) ditetapkan Undang-Undang Perlindungan Anak, minimal Rp 60 juta, maksimal Rp 300 juta," kata Ade.
Tags:

Berita Terkait