Pembuktian Ditolak, Pengacara Terpidana JIS Minta Azwar Diotopsi
Berita

Pembuktian Ditolak, Pengacara Terpidana JIS Minta Azwar Diotopsi

Majelis Hakim mengabaikan dan menolak semua pembuktian dan berkeyakinan terdakwa bersalah.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang petugas kebersihan Jakarta International School (JIS). Foto: RES
Suasana sidang petugas kebersihan Jakarta International School (JIS). Foto: RES
Majelis Hakim yang mengadili kasus pencabulan terhadap murid TK JIS oleh kelima Cleaning Service (petugas kebersihan) telah menjatuhkan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/12). Majelis hakim, dalam pertimbangannya, menolak semua kesaksian dan pembuktian yang dilakukan oleh pihak terdakwa. Selain itu, majelis juga memiliki keyakinan bahwa terdakwa bersalah karena ada pengakuan dari terdakwa dan anggapan tidak ada penyiksaan dalam proses pemeriksaan di Polda.

Menganggapi hal itu, kuasa hukum salah seorang terpidana Zainal, Patra M. Zen berharap pembentukan tim independen untuk mengotopsi jenazah Azwar (terdakwa lainnya yang meninggal dunia di tahanan).

Patra minta saat banding nanti, jasad Azwar harus diotopsi oleh tim independen atau di RSPAD. "Karena kasus ini kriminalisasi, Azwar dipaksa menyeret lima terdakwa dan dipukuli hingga kehilangan nyawanya," ujarnya.

“Kalau bisa ada otoposi, Azwar meninggal di kantor polisi, supaya benar tidak ada penyiksaan, dan keterangan ahli menyebutkan kalau ada lebam di mata maka tengkorak kepala ada yang retak. Segera lakukan otopsi secara independen,” tambahnya usai persidangan.

Selain itu, Patra mengatakan semua ahli yang ia datangkan saat persidangan juga tidak diindahkan oleh majelis Hakim. Untuk itu, pihaknya akan melakukan banding untuk mendapatkan keadilan. “Yang kami ajukan semua ahli sama sekali tidak dipertimbangankan, kami akan melakukan banding. Kami harap mendapatkam keadilan di tingkat dua,” tambah Patra.

Patra juga berharap perkara ini diperiksa ulang.  “Persidangan ulang, dari awal diperiksa, saksi diperiksa lagi,” jelasnya.

Di pihak lain, Jaksa Penuntun Umum Roland menjelaskan bahwa putusan hakim tersebut membuktikan dan memberikan penegasan atas pendapat yang selama ini beredar mengenai tidak adanya alat bukti.  
"Ya, Alhamdulilah terbukti. Jangan tanya puas atau enggak, sudah terbukti ya senang. Putusan hakim ini juga memberikan penegasan karena banyak opini kalau lima terdakwa tidak bersalah dan harus dibebaskan,” ujarnya usai sidang.

Roland juga menepis kalau putusan itu tidak adil bagi terdakwa yang tidak melakukan sodomi, tetapi hanya membantu aksi pencabulan. "Tidak melakukan bagaimana? Putusan ini kan sudah sesuai fakta persidangan. Ya, akhirnya terbukti, masalah itu kan sudah sesuai pertimbangan hakim," tuturnya.

Terpidana sebelumnya didakwa melakukan kejahatan seksual dan melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP.  Zainal, Agun, Syahrial, dan Virgiawan divonis delapan tahun penjara dan denda Rp100 juta karena dianggap melakukan kejahatan pencabulan secara bersama- sama dan berkelanjutan. Sedangkan pemberian hukuman terhadap Afrisca dengan terpidana lainya berbeda karena Afrisca hanya turut serta melakukan kejahatan seksual. Afrisca divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Tags:

Berita Terkait