Surat-Surat Edaran yang Bikin Heboh di 2014
Refleksi 2014

Surat-Surat Edaran yang Bikin Heboh di 2014

Sejumlah Surat Edaran menimbulkan polemik di lapangan. Ada yang akan dimohonkan hak uji materiil ke Mahkamah Agung.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES
Dalam rangka menjalankan pemerintahan atau memperlancar suatu urusan, pejabat negara mengeluarkan peraturan kebijakan (beleidsregel). Salah satu bentuk peraturan kebijakan yang dikenal di Indonesia adalah Surat Edaran (SE).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN &RB) No. 80 Tahun 2012 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas Instansi Pemerintah, SE adalah naskah dinas yang memuat pemberitahuan tentang hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak.

Sepanjang 2014, hukumonline mencatat ada beberapa SE yang menarik perhatian publik, bahkan bisa menimbulkan heboh di kalangan tertentu. Terutama mereka yang terkena dampak isi SE tersebut. Sekadar contoh, Surat Edaran Direksi BPJS tentang Pengiriman Surat Pelanggan kepada Peserta PBI yang dinilai politis.

Dari begitu banyak yang dikeluarkan, minimal ada lima SE yang pernah bikin heboh meskipun tak semua peraturan kebijakan itu terbit pada 2014. Ini dia kelima SE dimaksud.

1.     SEMA No. 07 Tahun 2014.
Ini adalah Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang dikeluarkan pada pengujung tahun 2014, yang mengatur pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana. Lewat edaran ini, MA menegaskan permohonan PK pidana hanya dibenarkan sekali. SEMA ini menjadi heboh karena isinya dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang telah membatalkan pasal permohonan PK sekali dalam KUHAP. MA berdalih dasar hukum SEMA ini bukan KUHAP, melainkan UU No. 48 Tahun 2009tentang Kekuasaan Kehakiman dan UU No. 3 Tahun 2009tentang Mahkamah Agung.

2.   SE Seskab No. 12 Tahun 2014
Diterbitkan pada 4 November 2014, Surat Edaran Sekretaris Kabinet No. 12/Seskab/XI/2014 mengatur pertemuan jajaran pemerintahan dengan DPR. Surat Edaran ini meminta agar seluruh Menteri dan pimpinan lembaga negara setingkat ‘menunda’ pertemuan dengan DPR ‘sampai ada arahan baru dari Bapak Presiden’. Disebutkan pula bahwa ‘Surat Edaran ini bersifat rahasia untuk kalangan terbatas tidak untuk disebarluaskan’.

Surat ini dikeluarkan karena DPR masih terpecah dalam dua kubu. Surat Edaran ini menuai kecaman dari anggota Dewan karena isinya dianggap memboikot rapat kerja dengan DPR. Pada saat yang sama sejumlah anggota cabinet Jokowi-JK justru menghadiri rapat dengan DPD.

3.   SE Men-PAN & RB No. 10 Tahun 2014
Dikeluarkan pada 4 November 2014, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN & RB) mengatur peningkatan efektivitas dan efisiensi kerja aparatur pemerintah. Antara lain melalui penghematan energi, alat tulis kantor, dan penggunaan telepon kantor.

SE ini menimbulkan kehebohan di lingkungan pemerintah, bahkan di kalangan dunia usaha. Rapat-rapat di hoteldan perjalanan dinas dibatasi. Jika ada rapat sebaiknya diselenggarakan di kantor dengan memanfaatkan ruangan yang ada. SE ini membuat ‘pemasukan’ dari uang perjalanan dinas dan diskon hotel bagi pegawai pemerintah berkurang. Pengurus Hotel dan Restoran juga merasa keberatan dengan kebijakan ini. 


4.   SE Menkumham No. 04 Tahun 2013

Meskipun dikeluarkan pada pertengahan 2013, perdebatan mengenai Surat Edaran Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 masih terus berlanjut. Bahkan sekelompok aktivis kini sedang mempersiapkan upaya hukum pengujian terhadap SE yang dikeluarkan semasa Menteri Amir Syamsudin itu.

SE ini mengatur tentang petunjuk pelaksanaan pemberlakuan PP No. 99 Tahun 2012tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. SE ini menegaskan PP No. 99 Tahun 2012 diberlakukan bagi narapidana yang putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah 12 November 2012. Alhasil, sejumlah narapidana perkara kejahatan terorganisasi dan ekstra, seperti korupsi dan narkotika, mendapatkan remisi. Orang yang kontra mengangkap pemberian remisi kepada narapidana korupsi mengkhianati komitmen bangsa terhadap pemberantasan korupsi yang selalu didengung-dengungkan.

5.    SE Menakertrans No. 04 Tahun 2013
Hingga akhir 2014, problematika pekerja alih daya (outsourcing) belum juga selesai. Padahal sejumlah peraturan pendukung sudah dikeluarkan. Termasuk yang bersifat teknis seperti Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.04/MEN/VIII/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans No. 19 Tahun 2012tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain. Pedoman dalam SE ini dikeluarkan untuk ‘mengoptimalkan pelaksanaan’ Permenakertrans No. 19 Tahun 2012. Tetapi hingga 2014 berakhir, tak ada tanda-tanda masalah pekerja outsourcing bisa diselesaikan. Bahkan DPR sampai membentuk tim, dan mengelar rapat dengan Kejaksaan Agung untuk mendapatkan semacam legal opinion penggunaan tenaga kerja outsourcing di BUMN.
Tags:

Berita Terkait