Menguji Status Alat Berat Sebagai Kendaraan Bermotor
Berita

Menguji Status Alat Berat Sebagai Kendaraan Bermotor

Pemohon diminta membandingkan dengan putusan MK No. 1/PUU-X/2012.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Kuasa Hukum Pemohon Rasyid Alam Perkasa Nasution, Ali Nurdin dan Absar KArtabrata hadir dalam sidang perdana pengujian UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Rabu (21/01). Foto: Humas MK
Kuasa Hukum Pemohon Rasyid Alam Perkasa Nasution, Ali Nurdin dan Absar KArtabrata hadir dalam sidang perdana pengujian UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Rabu (21/01). Foto: Humas MK
Sidang perdana pengujian Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU No. 22 Tahun 2009  tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan ini mempersoalkan kendaraan alat-alat berat ditempatkan sebagai kendaraan bermotor yang diajukan tiga perusahaan kontraktor yakni PT Tunas Jaya Pratama, PT Multi Prima Universal, PT Marga Maju Japan.

Dalam sidang pendahuluan, salah satu kuasa hukum pemohon, Ali Nurdin mengatakan kendaraan alat-alat berat ini merupakan alat produksi yang berbeda dengan kendaraan bermotor sebagai alat transportasi barang/orang. Kendaraan alat berat tidak akan pernah berubah fungsi menjadi moda transportasi.

Namun, faktanya kendaraan alat berat diperlakukan sama dengan kendaraan bermotor pada umumnya yang harus memenuhi persyaratan uji tipe dan berkala. Padahal, uji tipe dan berkala tidak akan pernah dapat terpenuhi karena alat berat memiliki bahan karakteristik yang berbeda dengan kendaraan bermotor.

“Akibatnya, para pemohon tidak bisa berusaha gara-gara alat-alat berat itu tidak bisa memenuhi persyaratan kendaraan bermotor,” ujar Ali Nurdin di ruang sidang MK, Rabu (21/1) yang diketuai Wahidudin Adams.

Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ berbunyi, “Yang dimaksud dengan “kendaraan khusus” adalah kendaraan bermotor yang dirancang khusus yang memiliki fungsi dan rancang bangun tertentu, antara lain : c. alat berat antara lain : bulldozer, traktor, mesin gilas (stoomwaltz), forklift, loader, excavator, dan crane.”

Ali menilai baik secara formil maupun materil materi Penjelasan Pasal 47 ayat (2) itu telah mengatur norma baru yang menempatkan alat-alat berat sebagai kelompok yang berbeda dengan kendaraan bermotor. Ketentuan itu merugikan hak konstitusional pemohon dan  menimbulkan ketidakpastian hukum dan melanggar prinsip persamaan dan keadilan.

Atas dasar itu, dia berpendapat Penjelasan Pasal 47 ayat (2) huruf e bagian c UU LLAJ bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Keduanya, berbeda sama sekali. Untuk objek yang berbeda seharusnya diperlakukan berbeda, tidak boleh diperlakukan sama,” kata Ali.

Anggota Panel Muhammad Alim mengingatkan agar pemohon melihat dan membandingkan dengan putusan MK No. 1/PUU-X/2012 terkait pengujian sejumlah pasal UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang dimohonkan tujuh perusahaan. Hal ini menyangkut pengenaan pajak kendaraan bermotor di luar jalan umum termasuk kendaraan alat-alat berat. “Ini bisa dijadikan bahan rujukan dalam permohonan ini, bagaimana sikap MK saat itu,” pinta Alim.

Namun, Wahidudin Adams mempertanyakan apakah penjelasan pasal bisa dijadikan objek pengujian undang-undang. Sebab, merujuk UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan disebutkan penjelasan itu tidak memuat norma karena hanya untuk memperjelas norma, bukan norma itu sendiri.

“Tetapi, mungkin saja penjelasan norma mengandung norma atau norma terselebung. Nanti, kita cermati lebih lanjut dalam pemeriksaan selanjutnya,” kata Adams.
Tags:

Berita Terkait