Empat Tren Teranyar Perjanjian Investasi
Utama

Empat Tren Teranyar Perjanjian Investasi

Pergeseran tren berkaitan dengan empat hal yang diatur dalam perjanjian internasional di sektor investasi.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: danausaha.net
Foto: danausaha.net
Pasar bebas telah menyasar hampir seluruh belahan muka bumi. Tentu saja hal ini turut mempengaruhi tren dalam pembuatan perjanjian investasi antar-negara. Pakar investasi internasional dari London School of Economics London, Inggris yang juga peneliti di International Institute for Sustainable Development (IISD), Jonathan Bonnitcha, memotret tren teranyar itu dalam empat bingkai.

Pertama, tren perumusan perjanjian investasi bilateral terlihat dalam ruang lingkup pelaksanaan. Kedua, tren yang berkaitan dengan proteksi investasi. Ketiga, tren liberalisasi investasi. Keempat, tren mengenai pilihan upaya penyelesaian sengketa.

Jonathan mengatakan, sebelumnya sepanjang abad 20, perjanjian investasi internasional mengatur ruang lingkup pelaksanaan yang cukup luas. Banyak perjanjian internasional yang melingkupi “segala bentuk aset” di negara tuan rumah yang dimiliki warga negaranya atau perusahaan berbadan hukum negara itu. Kini, Jonathan melihat ada perubahan tren di antara pihak-pihak yang menandatangani perjanjian investasi internasional.

“Sekarang ini trennya para pihak lebih mempersempit dan spesifik ruang lingkup dalam perjanjian yang ditandatangani,” paparnya, Rabu (22/1).

Bahkan, Jonathan melihat para pihak kini lebih responsif ketika memilih bahasa hukum yang digunakan. Ia menemukan dalam banyak perjanjian, bahasanya merupakan respon isu yang timbul dari perselisihan yang pernah muncul dalam pengalaman terdahulu. Contohnya, sebut Jonathan, ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) mengklarifikasi bahwa kontrak penjualan barang tidak termasuk sebagai klausul “investasi” yang diproteksi sebagaimana dimaksud dalam perjanjian.

“Respon semacam ini penting dalam menyusun perjanjian investasi yang pelaksanaannya melingkupi transaksi bisnis antar-negara,” katanya.

Perjanjian investasi antara China dengan negara-negara ASEAN, misalnya, mengklarifikasi klausula “operasi bisnis yang substantif". Menuut Jonathan, klarifikasi itu berhubungan dengan lingkup proteksi investasi yang diperjanjikan. Selain itu, klarifikasi rupanya juga merupakan respon dari sengketa “mailbox company” yang pernah timbul sebelumnya, di mana investor memasukan investasi yang sudah berjalan, menjadi bagian pelaksanaan perjanjian.

Terkait dengan proteksi investasi, Jonathan menemukan perubahan tren. Sebelumnya, kebanyakan perjanjian tak merinci klausula “perlakuan yang sama dan adil” maupun klausula “perlindungan dan proteksi penuh”. Pada akhirnya, penafsiran klausula tersebut sering dibawa ke hadapan majelis arbitrase. Hal ini dalam rangka memastikan bahwa perjanjian dilaksanakan sesuai ekspektasi investor.

Kini, tren telah bergeser. Kebanyakan perjanjian telah mengatur sekup tanggung jawab negara terhadap investor asing. Aturan tersebut dimuat dalam klausula proteksi investasi yang lebih runcing. Tak hanya itu, dalam perjanjian juga disertakan pengecualian-pengecualian, di mana pemerintah negara tuan rumah berhak untuk melaksanakan kebijakan investasi dalam negerinya.

Dengan demikian, perumusan proteksi investasi juga membuka ruang lebih lebar bagi pemerintah untuk menjalankan kebijakannya. Jonathan menilai, ACIA merupakan contoh bagus atas tren ini. Perjanjian itu memasukan pengeculian yang memungkinkan pemerintah mengutamakan antara lain, kesehatan masyarakat dan pelestarian lingkungan.

“Perjanjian yang dirumuskan dengan baik juga bisa memastikan bahwa kebjakan dalam negeri tak merugikan investor asing,” tambahnya.

Dalam risetnya, Jonathan juga mendapati adanya pergeseran tren ke arah liberalisasi investasi. Dulu, kebanyakan perjanjian menghindari hal ini. Kini, kelihatannya liberalisasi mulai menjadi hal biasa dalam perumusan perjanjian investasi.

Sementara itu, tren mengenai pilihan penyelesaian sengketa adalah pengaturan yang jelas mengenai pilihan arbitrase dan memasukan klausula mekanisme. Ia menjabarkan, mekanisme yang dimaksud adalah ketika para pihak menginterpretasikan perjanjian. Sehingga, para pihak tidak menyisakan tanda tanya saat meneken perjanjian itu.
Tags:

Berita Terkait