Perjanjian Investasi Bukan untuk Adu Kuat Investor-Pemerintah
Berita

Perjanjian Investasi Bukan untuk Adu Kuat Investor-Pemerintah

Biasanya negara tuan rumah berharap perjanjian yang dibuat bisa menjadi ajang promosi investasi asing.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Foto: www.iisd.org
Foto: www.iisd.org
Ketika perjanjian investasi dibuat, banyak pihak yang bertanya-tanya. Apakah posisi para pihak dalam perjanjian itu seimbang? Apakah kewajiban yang diperjanjikan membebani lebih berat kepada salah satu pihak?

Sejak lama, muncul jawaban-jawaban yang mengatakan pada dasarnya investor dan negara tuan rumah memiliki beban kewajiban yang sama berat. Pada dekade terdahulu, jawaban ini memang disertai dengan beberapa pengecualian bagi investor. Namun kini, semakin jelas bahwa banyak perjanjian menjamin investor dengan lebih imbang.

Mantan jurnalis yang kini menjadi advisor WTO, Damon Vis Dunbar, mengatakan pada dasarnya perjanjian investasi bukan untuk adu kuat investor dan pemerintah. Makanya sekarang, perjanjian investasi banyak yang telah mengatur klausula jaminan investasi lebih jelas. Tetapi, jaminan ini tetap disertai dengan banyak kewajiban substantif yang dibebankan kepada mereka.

“Mungkin satu-satunya pengecualian nyata adalah bahwa, perjanjian dapat memaksakan investor untuk menyesuaikan investasinya dengan hukum negara tuan rumah,” kata Damon.

Dunbar mengatakan, setidaknya dalam beberapa kasus terjadi sengketa akibat investor dianggap mangkir. Negara tuan rumah membawa investor ke hadapan majelis arbitrase lantaran para penanam modal itu tak mematuhi persyaratan yang disebutkan dalam perjanjian. Hal ini sering kali dianggap tidak sesuai hukum yang berlaku.

Tribunal juga acap menjadikan perilaku korupsi investor dalam pertimbangan hukumnya. Bahkan, ketika tidak ada klausul yang secara eksplisit mengatur kewajiban investor dalam perjanjian. Akibatnya, tribunal menolak menyelesaikan sengketa dengan alasan tidak sesuai yurisdiksi.

Sementara itu, di saat lain perbuatan investor dianggap tribunal telah melanggar perjanjian. Secara keseluruhan, menurut Dunbar, tribunal hampir tak pernah mempertimbangkan kepatuhan investor terhadap hukum lokal. Ia menyebut, padahal banyak investor asing yang taat terhadap regulasi perpajakan, perburuhan, dan lingkungan saat melaksanakan perjanjian investasi itu.

Oleh karena itu, Dunbar menyarankan agar dalam menyusun perjanjian investasi selayaknya dibuat klausul yang jelas untuk mengatur kewajiban investor. Ia mencontohkan, klausula yang penting diatur adalah mengenai korupsi korporasi, manajemen dan analisis dampak lingkungan, serta isu perburuhan dan HAM.

“Kebanyakan perjanjian yang ada masih mencakup satu sisi saja. Jaminan mengalir dari pihak negara tuan rumah. Di sisi lain, banyak investor yang merasa belum puas atas perlindungan dalam perjanjian yang disepakati,” ungkapnya.

Lantas, apakah dalam perjanjian investasi pihak pemerintah berada dalam posisi yang lebih kuat? Peneliti International Institute for Sustainable Development (IISD), Nathalie Benasconi justru melihat bahwa perjanjian investasi biasanya dapat digambarkan sebagai penetapan kewajiban pada negara-negara tuan rumah. Hal ini menurutnya, juga menambah beban negara tuan rumah agar perjanjian yang dibuat bisa mendatangkan lebih banyak investasi asing.

Negara-negara yang menyusun perjanjian investasi, menurut Nathalie, seakan berlomba mempengaruhi calon investor. Tentu saja upaya itu membutuhkan strategi dan kekuatan karakter. Tak terkecuali, hal itu juga dilakukan oleh negara asal calon investor.

Di sisi lain, Nathalie mengingatkan bahwa secara teoritis para investor dipengaruhi beberapa hal dalam menentukan negara tujuan investasi. Ia merinci, antara lain besarnya pasar yang ada, ketersediaan sumber daya, infrastruktur memadi, serta stabilitas ekonomi dan kepastian hukum.

“Perjanjian investasi bisa saja memuat komitmen negara tuan rumah untuk mencapai target domestic mereka. Tapi secara umum, sepertinya tidak begitu,” tambahnya.

Ia melihat, hanya ada pola kecil pembebanan kewajiban dalam perjanjian investasi. Menurutnya, ada cara lain yang bisa saja ditempuh pemerintah negara tuan rumah untuk memastikan bahwa investor yang datang berkontribusi positif terhadap pembangunannya. Salah satunya, menurut Nathalie adalah dengan mengintegralkan urusan lingkungan dan perburuhan dalam sebuah kerangka hukum dan kebijakan yang baik.

“Selain itu, pemerintah negara tuan rumah juga bisa menggali informasi terkait dengan kepatuhan hukum calon investor itu di negara asalnya. Negara asal calon investor tentunya harus pula ikut berkomitmen untuk memfasilitasi hal itu,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait