Ketua MK dan MA Ikut Tanggapi Polri vs KPK
Berita

Ketua MK dan MA Ikut Tanggapi Polri vs KPK

Mereka meminta elit politik tidak memperkeruh konflik Polri-KPK.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M Hatta Ali. Foto: RES
Ketua MA M Hatta Ali. Foto: RES
Hubungan antara Polri dan KPK semakin memanas setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangkadalam kasus menyuruh keterangan palsu terkait sengketa pemilukada Kotawaringin Barat (Kobar) di MK. Sejumlah pimpinan lembaga negara mengaku prihatin atas konflik Polri dan KPK pasca penetapan Komjen Pol Budi Gunawan yang dicalonkan Presiden Jokowi sebagai Kapolri, sebagai tersangka korupsi oleh KPK.

Ketua MK Arief Hidayat mengaku sangat prihatin atas kegaduhan politik terkait konflik yang terjadi Polri dan KPK. Karenanya, pimpinan lembaga Polri dan KPK bisa saling menghormati yang semuanya dilandasi hukum yang berlaku. “Sebagai bangsa yang besar atas dasar negara hukum yang demokratis semuanya bisa diselesaikan secara hukum dilandasi etika moral, jiwa besar dan kepala dingin,” kata Arief saat dihubungi di Semarang, Jum’at (23/1).

Dia meminta semua pihak harus mendinginkan suasana atas konflik yang terjadi di kedua lembaga itu. Secara khusus, dia meminta agar elit politik menahan pernyataan-pernyataan yang mengarah pada saling menuduh dan berprasangka yang dapat memperkeruh suasana. Soalnya, pernyataan pro dan kontra yang berbau tuduhan/prasangka dapat membelah masyarakat.

“Marilah kita bersama-sama mendinginkan suasana. Semuanya, harus dibangun berdasarkan trust dan hukum harus ditegakkan dengan baik tanpa prasangka, emosi, dan balas dendam. Sebab, karena bangsa yang tidak dibangun atas percaya tidak akan pernah menjadi bangsa yang maju dan besar,” pesannya.

Arief berharap semua pihak percaya termasuk Polri dan KPK dapat mendudukkan persoalan ini secara proporsional sesuai mekanisme hukum yang berlaku. “Kalau salah katakan salah, kalau benar katakan benar. Kita juga harus hati-hati betul, jangan malah elit memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi dan kelompok,” tegasnya.

Ketua MA Hatta Ali meminta semua pihak dapat mendinginkan suasana atas konflik Polri dan MA yang semakin memanas. “Tadi saya kaget mendengar peristiwa ini (Bambang Widjojanto ditangkap). Ya sebaiknya semua pihak menghindari suasana panas. Kalau suasana dingin kan bagus,” kata Hatta Ali di gedung MA, Jum’at (23/1).

Dia juga berharap semua pihak menjunjung tinggi dan menghormati proses hukum yang berjalan. “Soal penangkapan itu, semua kewenangan penyidik sepanjang memang memenuhi bukti permulaan yang cukup untuk dilakukan penangkapan. Kemudian, tersangka juga bisa membuktikan dia tidak bersalah,” kata Hatta Ali.

Untuk diketuai, hubungan KPK dengan Polri kembali memanas pasca penetapan Komjen Pol Budi Gunawan, yang dicalonkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Kapolri, sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK. Meski Budi telah dinyatakan lolos fit and proper test di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan lantaran kasus.

Aksi “serang” pun tak terhindarkan yang diawali beredarnya foto mesra mirip Ketua KPK Abraham Samad dan Putri Indonesia 2014 Elvira Devinamira Wirayanti di dunia maya.  Serangan selanjutnya ketika Mabes Polri mengajukan permohonan praperadilan karena menilai penetapan tersangka Budi Gunawan tersebut salah prosedur. Tak hanya itu, pernyataan Plt Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang menghembuskan isu dendam politik Abraham Samad karena gagal menjadi Calon Wakil Presiden (Cawapres) Joko Widodo dalam pertemuannya dengan petinggi PDIP.

Kini, Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu dalam persidangan sengketa pemilukada Kobar pada 2010 di Mahkamah Konstitusi.

Memang pada 7 Juli 2010, MK telah mendiskualifikasi pasangan bupati Kobar terpilih Sugianto Sabran dan Eko Sumarno (1) dan memerintahkan KPUD Kobar untuk menetapkan pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto (2) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kobar terpilih.

Saat persidangan itu, Bambang Widjojanto yang menjadi kuasa hukum pasangan Ujang-Bambang menghadirkan 68 saksi dari 6 kecamatan di Kobar. Saksi-saksi itu mengungkap terjadinya  money politic dan intimidasi bagi warga Kotawaringin Barat yang diduga dilakukan pasangan nomor urut 1 (Sugianto-Eko). Tak hanya penyelenggara pemilu, tetapi sistem keamanan di sana pun sudah ‘terbeli’. Salah satu saksi yang dihadirkan saat itu, Ratna Mutiara, akhirnya divonis bersalah memberi keterangan palsu.

PertimbanganMK, pasangan Sugianto-Eko dinilai terbukti melakukan pelanggaran yang sangat serius yang mencederai demokrasi dan prinsip-prinsip Pemilu. Di antaranya, money politic dan terjadi pengerahan relawan sebanyak 62 persen total jumlah pemilih yang dilakukan pasangan Sugianto-Eko. Putusan Pemilukada Kobar itu sempat menuai penolakan dari KPUD Kobar sendiri yang enggan melaksanakan putusan MK. Alasannya, MK membatalkan keputusan KPUD Kobar, tetapi tidak diikuti perintah pemilihan suara ulang.
Tags:

Berita Terkait