Bambang Widjojanto Sebut Ada Pembunuhan Karakter
Berita

Bambang Widjojanto Sebut Ada Pembunuhan Karakter

Penggiat antikorupsi lontarkan wacana imunitas pimpinan KPK.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Polemik penetapan tersangka Abraham Samad dan Bambang Widjojanto bergulir ke MK. Foto: RES
Polemik penetapan tersangka Abraham Samad dan Bambang Widjojanto bergulir ke MK. Foto: RES
Setelah melalui proses yang cukup alot, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto dibebaskan oleh Bareskrim Mabes Polri. Atas jaminan dari pimpinan KPK lainnya, penahanan Bambang ditangguhkan. Atas kasus yang membelit dirinya, Bambang menyebut ada upaya penghancuran KPK dan juga pembunuhan karakter (Character Assasination) terhadap pimpinan KPK.

"Banyak pernyataan yang menyesatkan dibangun secara sistematis untuk menghancurkan KPK dan juga 'Character Assasination' kepada pimpinan KPK," kata Bambang di kediamannya Kampung Bojong Lio, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (24/1).
Bambang mengatakan kasus yang disangkakan pada dirinya sebenarnya kasus lama. Jika tuduhannya adalah delik memberikan keterangan palsu, lanjut Bambang, seharusnya ada putusan pengadilan yang menyatakan keterangan itu benar palsu. Artinya, bagaimana mungkin hakim dalam sidang tidak pernah menyatakan adanya keterangan paslu, tapi orang lain menyatakan ada.

"Pernyataan-pernyataan seperti ini menyesatkan yang dibangun secara sistematis memang untuk membangun 'Character Assasination' pimpinan KPK dan semakin kuat penghancuran terhadap KPK," katanya.
Sementara itu, pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Zainal Arifin Mochtar mengusulkan agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (perppu) yang mengatur pemberian hak imunitas bagi komisioner KPK.

"Perppu kami harapkan bisa dikeluarkan Presiden untuk memberikan hak imunitas KPK, termasuk pekerja pemberantasan korupsi lainnya di Indonesia," kata Zainal di Yogyakarta, Minggu (25/1).

Perlakuan hukum khusus, kata dia, sudah selayaknya diberikan kepada pekerja pemberantasan korupsi, terutama KPK. Sebab, Zainal menilai dalam bidang kerjanya mereka rentan dijegal dengan berbagai upaya kriminalisasi oleh pihak yang merasa terancam dengan kinerja mereka dalam memberantas korupsi.

Menurut dia, perlakuan terhadap pegawai maupun komisioner KPK selayaknya sama dengan Ombudsman RI, dimana sesuai Undang-undang Ombudsman, pekerjaan mereka tidak dapat digugat dan ditahan di depan pengadilan.

Selain itu, dia membandingkan, dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) Pasal 37 ayat (3) dikemukakan bahwa negara harus mempertimbangkan upaya "kekebalan dari penuntutan" bagi orang yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan hukum (justice collaborator). Apalagi terhadap pekerja pemberantas korupsinya, menurut dia, justru patut mendapatkan perlakuan hukum khusus.

Kendati demikian, lanjut Zainal, Perppu yang mengatur hak imunitas tersebut dapat dikecualikan apabila para pihak yang dimaksudkan terbukti melakukan kejahatan dalam operasi tangkap tangan. "Ya kalau sudah tangkap tangan, berarti sudah nyata-nyata kejahatnnya," kata dia.

Menurut Zainal, sejarah konflik antara Kepolisian dan KPK sudah sekian kali terjadi, sehingga diharapkan peristiwa yang berulang tersebut dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang tepat.

"Ini kan 'cicak vs buaya' jilid tiga. Mestinya pemerintah bisa belajar dari sejarah, karena ini sudah berkali-kali terjadi," kata dia.
Tags:

Berita Terkait