Pengunduran Diri BW, Sikap Taat Aturan
Utama

Pengunduran Diri BW, Sikap Taat Aturan

Meski tak diatur di UU Polri, sepatutnya Komjen Budi Gunawan meniru langkah Bambang Widjojanto.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin. Foto: Sgp
Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin. Foto: Sgp
Pengajuan pengunduran diri Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) sebagai bentuk taat terhadap aturan sebagaimana diatur dalam UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Aturan tersebut jelas mengamanatkan bahwa pimpinan KPK yang berstatus tersangka diberhentikan sementara.

“Pengunduran diri Bambang Widjojanto karena satu keharusan yang diatur UU KPK,” ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung DPR, Selasa (27/1).

Fadli Zon mengapresiasi langkah BW yang telah mengajukan pengunduran diri sebagai komisoner KPK. Soalnya, hal itu membuktikan BW taat terhadap aturan. Meski pimpinan KPK lainnya menolak pengajuan penguduran diri tersebut, keputusan tetap berada di tangan presiden. Oleh sebab itu, presiden mesti menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian sementara.

“Jadi itu memang merupakan keharusan dalam UU KPK itu sendiri,” imbuhnya.

Menurutnya, pimpinan KPK lainnya tak memiliki hak menolak atau menerima pengajuan pengunduran diri BW. Soalnya, aturan sebagaimana tertuang dalam Pasal 32 ayat (2) menyebutkan, “Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya,”. Sedangkan pemberhentian tersebut ditetapkan oleh presiden dengan menerbitkan Keppres.

“Pemberhentian sementara tidak perlu ada persetujuan dari pimpinan KPK, itu tidak ada urusannya. Pimpinan KPK tidak punya hak untuk menyetujui atau tidak menyetujui. Keputusan itu ada di tangan presiden,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu berpendapat, penguduran diri BW berbeda halnya dengan Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan (BG). Menurutnya, penguduran BW diatur dalam UU KPK. Sementara UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri tidak mengatur seorang pejabat Polri yang berstatus tersangka untuk mengundurkan diri dari pencalonan Kapolri.

“Tapi terserah yang bersangkutan (BG) mau mundur atau tidak, itu hak yang bersangkutan. Tetapi kalau komisoner KPK itu memang ada kewajiban atau keharusan mengundurkan diri sementara,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin mengamini pandangan Fadli Zon. Menurutnya, sebagai penegak hukum, maka mesti taat dan patuh terhadap UU, kendati pun telah berstatus tersangka. Ia menilai langkah BW sebagai bentuk taat terhadap UU KPK. “Proses non aktif itu bisa melalui presiden atau inisiatif mengundurkan diri,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu berpandangan, pengunduran diri BW semestinya berlaku pula terhadap BG sepanjang UU Polri mengaturnya. Namun sepanjang penelusuran dalam UU Polri, tak ditemukan aturan yang mengharuskan calon Kapolri yang berstatus tersangka mesti mengundurkan diri dari pencalonannya.

“Jika UU nya mengatur seperti itu, ya harus begitu (BG mengudurkan diri, red). Tetapi UU Kepolisian mengatur tidak?,” ujarnya.

Anggota Komisi III Sarifuddin Sudding mengatakan, persamaan warga negara di depan hukum diatur dalam konstitusi. Oleh sebab itu, persoalan BW dan BG normatifnya tetap diproses hukum, untuk kemudian membuktikan bersalah atau tidaknya yang bersangkutan.

“Kita serahkan kepada proses hukum yang berlaku. Soal adanya kekhawatiran, saya rasa tidak akan terganggu lembaga KPK,” ujar politisi Hanura itu.

Sebelumnya, Deputi Pencegahan KPK Johan Budi mengatakan, keputusan menolak pengajuan pengunduran diri BW setelah pimpinan KPK melakukan rapat internal. Meski ditolak, pimpinan KPK lainnya masih menunggu Keppres pemberhentian sementara untuk BW sesuai dengan Pasal 32 ayat (3) UU KPK.

Alasan penolakan disebabkan penetapan tersangka BW oleh Bareskrim Polri dinilai hanya rekayasa. Hal lainnya, kehadiran BW amatlah dibutuhkan dalam menjalankan roda organisasi KPK dan pemberantasan korupsi. Sementara jika BW berstatus non aktif, maka pimpinan KPK yang semula empat orang menjadi tiga orang.

“Jadi, mengenai pemberhentian sementara Pak Bambang sekarang ada di tangan Presiden. Di samping itu, program pencegahan akan jalan terus. Kalau tidak terganggu tentu naif, kalau Pak Bambang mundur pasti terganggu terutama kecepatan penanganan perkara atau program-program lainnya,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait