Aturan Pengunduran Diri PNS Kembali Digugat
Berita

Aturan Pengunduran Diri PNS Kembali Digugat

Pemohon diminta menguraikan kerugian konstitusional dan memperjelas petitum permohonan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Fathul Hadie Ustman selaku kuasa hukum pemohon pengujian UU Pemilu Legislatif, Selasa (27/01). Foto: Humas MK
Fathul Hadie Ustman selaku kuasa hukum pemohon pengujian UU Pemilu Legislatif, Selasa (27/01). Foto: Humas MK
mendaftarkan diri sebagai kepala daerah pada tahun 2015.         

Pasal 51 ayat (1) huruf k UU Pemilu Legislatif menyebutkan mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah atau badan-badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduruan diri yang tidak dapat ditarik kembali.

Dalam sidang, salah satu pemohon Fathul menilai berlakunya pasal-pasal yang mengharuskan PNS mundur dari PNS merupakan norma yang diskriminatif yang mengakibatkan ketidakpastian hukum dan saling bertentangan satu sama lain yang merugikan para pemohon sebagai PNS. Sebab, dalam dalam UU ASN disebutkan PNS bisa menjadi pejabat negara.

“Kenapa jadi pejabat negara bisa, tetapi kalau masih nyalon itu kok mundur? Berarti di sini ada norma yang artinya PNS sama dengan tidak boleh menjabat sebagai pejabat negara,” ujar Fathul dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Anwar Usman di ruang sidang MK, Selasa (27/1).  

Dia menilai berlakunya pasal-pasal tersebut sama saja menghalangi hak PNS untuk ikut serta dalam struktur pemerintahan yang lebih tinggi. Tak hanya itu, akibatnya PNS akan ragu untuk mencalonkan diri menjadi pejabat negara atau kepala daerah karena kalau tidak terpilih status PNS-nya tidak kembali.

Karenanya, para meminta agar pasal-pasal tersebut dinyatakan secara inkontitusional bersyarat sepanjang pengunduran diri PNS dimaknai secara sementara selama pencalonannya menjadi calon pejabat negara, calon kepala daerah, atau calon anggota legislatif. Kata lain, jika tidak terpilih, surat pengunduran diri dapat ditarik kembali sehingga tidak menghilangkan statusnya sebagai PNS.

Menanggapi permohonan tersebut, majelis panel menilai kerugian konstitusional pemohon belum terlihat secara jelas dalam permohonan. Tak hanya itu, dalam permintaannya (petitum) dinilai belum jelas. Dalam permohonan UU ASN, pemohon pasal-pasalnya dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Namun, dalam permohonan UU Pemilu Legislatif meminta dinyatakan inkonstitusional.

“Dalam petitum, tolong diperjelas Bapak itu maunya MK menyatakan konstitusional bersyarat  atau inkonstitusional? Itukan konsekwensinya berbeda. Ini harus dipasikan,” pinta Anggota Majelis I Dewa Gede Palguna dalam persidangan.

Sebelumnya, Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN pun tengah dimohonkan pengujian oleh Eduard Nunaki yang menjabat Asisten Sekda (eselon IIb atau setara pimpinan tinggi pratama) di wilayah Papua yang berniat menjadi kepala daerah. Kedua pasal itu dinilai diskriminatif dan membatasi hak politik pemohon untuk turut serta dalam pemerintahan. Namun, dia tak “rela” melepaskan status PNS-nya apabila harus mengundurkan diri.

Karenanya, dia meminta MK memberi tafsir atas kedua pasal agar jabatan pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah wajib mengundurkan diri dari jabatan itu sejak mendaftar. Bagi Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi presiden dan wakil presiden dan kepala daerah wajib mengundurkan diri dari jabatan struktural atau fungsional secara sejak mendaftar.
Aturan yang mengharuskan Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengundurkan diri ketika hendak mencalonkan diri sebagai pejabat negara atau jabatan lain kembali dipersoalkan sejumlah warga negara ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka adalah Fathul Hadi Utsman, Abdul Halim, Sugiarto, dan Fatahillah (PNS) yang pernah gagal nyaleg saat Pemilu 2014 dan akan

Mereka memohon pengujian Pasal 119, Pasal 123 ayat (3), Pasal 124 ayat (2), Pasal 87 ayat (4) huruf c UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pasal 51 ayat (1) huruf k, (2) huruf h, Penjelasan Pasal 68 ayat (2) huruf h, Penjelasan Pasal 51 ayat (2) huruf i UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Pemilu Legislatif).

Ketentuan itu mengatur kewajiban mengundurkan diri bagi PNS ketika hendak mencalonkan diri sebagai pejabat negara termasuk kepala daerah. Misalnya, Pasal 119 UU ASN disebutkan pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Pasal 123 ayat (3) menyebutkan Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah, gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.
Tags:

Berita Terkait