MK Tegaskan Pembuat Lambang Negara Tetap Dilarang
Berita

MK Tegaskan Pembuat Lambang Negara Tetap Dilarang

Ancaman pidana wewenang negara dalam penegakan hukum guna mencegah tindakan pihak tertentu yang akan menyalahgunakan Lambang Negara.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pemohon yang diwakili Fathul Hadie Utsman saat menyampaikan dalil-dalil permohonan pengujian UU ASN, Rabu (28/1). Foto: Humas MK
Pemohon yang diwakili Fathul Hadie Utsman saat menyampaikan dalil-dalil permohonan pengujian UU ASN, Rabu (28/1). Foto: Humas MK
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 57 huruf c dan Pasal 69 huruf b UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (UU Lambang Negara) yang dimohonkan Victor Santoso Tandiasa. Mahkamah memandang ketentuan yang mengatur sanksi pidana bagi pembuat lambang negara tidak bertentangan dengan UUD 1945.   

“Menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis MK, Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 66/PUU-XII/2014 di ruang sidang MK, Rabu (28/1).

Sebelumnya, Victor mempersoalkan ketentuan ancaman pidana bagi pengrajin/pembuat lambang negara di luar kepentingan negara seperti diatur Pasal 57 huruf c dan Pasal 69 huruf b UU Lambang Negara. Dia menilai kedua pasal yang melarang pembuatan lambang negara dengan ancaman pidana itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena potensial mengkriminalisasi warga negara khususnya bagi pengrajin/pembuat lambang negara untuk kepentingan perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi, atau perusahaan.  

Menurutnya, ketentuan tersebut seharusnya dapat dimaknai bentuk kreativitas, kegiatan seni dan budaya, serta upaya memajukan diri membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Karena itu, frasa “membuat lambang untuk perseorangan” dan frasa “menyerupai lambang negara” dalam Pasal 57 huruf c dan Pasal 69 huruf b UU Lambang Negara bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Mahkamah menilai permohonan ini sebenarnya pernah diuji seperti termuat dalam putusan No. 4/PUU-X/2012. Meski begitu, permohonan ini tidak nebis in idem karena dasar norma UUD 1945 yang berbeda, sehingga Mahkamah tetap akan mempertimbangkannya. Mahkamah kembali mengutip pertimbangan putusan sebelumnya yang menganggap larangan pada Pasal 57 huruf c UU Lambang Negara tidak untuk mengekang hak-hak warga negara dalam menggunakan Lambang Negara Indonesia.

“Kemiripan atau kesamaan bentuk lambang antara negara dengan perseorangan atau organisasi lain di luar negara akan memunculkan kerancuan. Hal ini berbahaya ketika relasi antarpengguna lambang yang sama tujuannya berlawanan. Yang dapat terjadi, masyarakat akan bingung mengidentifikasi siapa (negara atau bukan) yang melakukan tindakan tertentu yang mengakibatkan makna (nilai) lambang negara Garuda Pancasila kabur,” tutur Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.   

Patrialis melanjutkan ketentuan ancaman pidana wewenang negara dalam penegakan hukum guna mencegah tindakan pihak tertentu yang akan menyalahgunakan Lambang Negara yang dapat merusak harkat dan martabat bangsa Indonesia. Ketentuan pidana dalam Pasal 69 huruf b juga tidak terlepas dari kehendak melindungi identitas (lambang) negara dari kerancuan yang justru dapat merugikan warga negara.

Menurut Mahkamah ketentuan Pasal 57 huruf c yang menjadi unsur objektif dari ketentuan pidana Pasal 69 huruf b sama sekali tidak bertentangan dengan konstitusi. Dengan begitu, frasa “membuat lambang untuk perseorangan” dan frasa “menyerupai lambang negara” yang termuat dalam Pasal 69 huruf b juga tidak bertentangan dengan konstitusi. “Permohonan pemohon mengenai Pasal 57 huruf c dan Pasal 69 huruf b tidak beralasan menurut hukum.”
Tags:

Berita Terkait