Rencana Pengenaan Pajak untuk Listrik 2200 VA Menuai Kritik
Berita

Rencana Pengenaan Pajak untuk Listrik 2200 VA Menuai Kritik

Pemerintah akan mengkaji ulang rencana tersebut.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Wamenkeu/Plt Dirjen Pajak, Mardiasmo. Foto: RES
Wamenkeu/Plt Dirjen Pajak, Mardiasmo. Foto: RES
Rencana pemerintah yang akan mengenakan pajak terhadap pemakaian listrik di atas 2200 Volt Ampere (VA) menuai kritik. Salah satunya datang dari Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Bambang Haryo Soekartono. Politisi dari Partai Gerindra itu menilai, rencana pemerintah tersebut akan semakin menyengsarakan rakyat.

"Kami sangat keberatan dengan policy Kementerian Keuangan tentang pajak yang menyengsarakan rakyat itu," kata Bambang saat rapat dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Komplek Parlemen di Jakarta, Kamis (29/1).

Menurutnya, rencana pemerintah yang akan mengenakan pajak sebesar 10 persen terhadap penggunaan listrik di atas 2200 VA malah semakin membuat masyarakat kecil menjerit. Terlebih lagi, saat ini sangat langka bagi masyarakat untuk mendapatkan listrik di bawah 2200 VA.

"Untuk menengah ke bawah sekarang sudah susah untuk dapatkan listrik 900 VA," kata Bambang.

Ia berharap, pemerintah mengkaji ulang atas rencana tersebut. Bila perlu, pemerintah tidak jadi menerapkan pengenaan pajak terhadap pemakaian listrik di atas 2200 VA. Bambang meyakini, banyak masyarakat yang akan terkena imbasnya jika rencana ini jadi diterapkan.

Menjawab hal ini, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, akan mengkaji ulang rencana tersebut. Selama ini, pemerintah telah melakukan kajian terkait persoalan tersebut. Hasilnya, daya listrik di atas 2200 VA akan dikenakan pajak karena mayoritas pengguna listrik tersebut tergolong kalangan menengah ke atas.

Sedangkan daya listrik sebesar 450 VA, 900 VA dan 1300 VA tidak dikenakan pajak. Alasannya lantaran pengguna daya listrik tersebut mayoritas ada pada masyarakat kelas menengah ke bawah. Hingga kini, daya listrik yang terkena pajak masih di atas 6600 VA. "Sekarang yang sudah kena di atas 6600 VA, tapi jika ada usulan di atas 4400 VA akan dikaji kembali," katanya.

Pemerintah menilai, jika ada masyarakat yang mampu membeli apartemen dengan harga di atas Rp2 miliar, maka masyarakat tersebut tergolong mampu untuk membayar pajak listrik. Menurut Mardiasmo, masyarakat yang mampu membeli apartemen itu akan sejalan dengan profilnya bahwa penghasilannya di atas rata-rata.

Ia mengatakan, pengenaan pajak listrik ini bertujuan untuk mengetahui bahwa masyarakat tersebut telah membayar pajak kepada negara dengan baik. "Kami ingin berikan compliance supaya bayar pajaknya dengan benar. Mestinya kalau sudah mampu beli apartemen mesti bisa berikan dengan lebih," katanya.

Terkait jumlah wajib pajak yang terdata di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan saat ini adalah sebanyan 27,6 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, maka jumlah wajib pajak masih sangat rendah. Menurut Mardiasmo, masih terdapat potensi wajib pajak di Indonesia yang bisa memberikan sumbangan lebih dalam penerimaan pajak.

"Jumlah potensi wajib pajak 44,8 juta. Kalau sampai angka itu ini sudah bagus sekali, tax ratio sudah banyak," tutup Mardiasmo.
Tags:

Berita Terkait