Terlibat Suap, Hakim Ad Hoc Tipikor Medan Dipecat
Berita

Terlibat Suap, Hakim Ad Hoc Tipikor Medan Dipecat

Salah satu majelis hakim tinggi Mangasa Manurung yang mengadili kasus Faisal membenarkan upaya lobi dan suap yang dilakukan Kemas.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Sidang MKH di Mahkamah Agung. Foto: RES (Ilustrasi)
Sidang MKH di Mahkamah Agung. Foto: RES (Ilustrasi)
Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memberhentikan Hakim Ad Hoc Tipikor Medan, Kemas Ahmad Jauhari secara tidak hormat alias dipecat lantaran mencoba menyuap hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Medan sebesar Rp500 juta. Kemas dianggap terbukti melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan Peraturan Bersama MA dan KY tentang KEPPH. 

"Menjatuhkan sanksi berat kepada hakim terlapor berupa pemberhentian dengan tidak hormat. Memerintahkan Ketua MA menerbitkan surat pemberhentian sementara hakim terlapor sampai presiden menerbitkan keputusan pemberhentian tetap," ujar Ketua MKH Abbas Said saat membacakan putusan di Gedung MA, Selasa (10/2). 

Kemas direkomendasikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat oleh Komisi Yudisial (KY) lantaran diduga menerima suap terkait vonis kasus korupsi yang melibatkan Kepala Dinas PU Deli Serdang, Ir Faisal di Pengadilan Tipikor Medan. 

Kasus ini bermula ketika Pengadilan Tipikor Medan mengadili perkara Faisal dalam kasus korupsi di tahun 2012. Faisal pun divonis oleh majelis hakim dengan 1,5 tahun penjara pada Agustus 2013. Vonis ini diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dua anggota majelis hakim, Kemas Jauhari dan Sugiyanto. Keduanya menilai tindakan Faisal tidak melawan hukum.

Lalu, kasus ini berlanjut ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi Medan (PT Medan), Kemas mencoba melobi-lobi majelis hakim tinggi dengan iming-iming uang suap Rp500 juta. Akan tetapi, para hakim tinggi yang akan menyidangkan kasus tidak menggubris tawaran Kemas. Alih-alih diringankan, pada Desember 2013 Majelis PT Medan justru memperberat vonis Faisal dari 1,5 tahun menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, disertai kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 98 miliar subsider 5 tahun penjara. 

Dalam materi pembelaannya, yang dibacakan di hadapan MKH, Kemas mengaku upaya lobi dan suap yang dilakukannya untuk menjebak hakim tinggi. Akan tetapi, pembelaan Kemas dalam sidang MKH tidak dapat diterima. Pasalnya, hakim tinggi Mangasa Manurung, salah satu majelis PT yang mengadili kasus Faisal membenarkan upaya lobi dan suap yang dilakukan Kemas. 

Atas dasar itu, Majelis dalam pertimbangannya menyimpulkan hakim Kemas terbukti berupaya mempengaruhi hakim tinggi Medan agar putusannya sama dengan vonis Pengadilan Tipikor Medan. Karenanya, hakim terlapor pantas dikenakan sanksi berat karena terbukti melangggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 dan Perba tentang KEPPH, khususnya poin kejujuran, berperilaku mandiri, dan mempengaruhi aparat pengadilan.  

“Terlapor Kemas Ahmad Jauhari terbukti telah melanggar SKB angka 1.1.(9), angka 2.1.(1), dan angka 4.1.(1) jo Perba Pasal 5 ayat (3) huruf d, Pasal 6 ayat (2) huruf b, dan Pasal 8 ayat (2) huruf a,” lanjut Abbas. 

Berdasarkan catatan hukumonline, hakim ad hoc tipikor yang dipecat karena kasus suap bukan hanya Kemas. Pada Juli 2013, Hakim Ad Hoc Semarang Asmadinata dipecat lewat sidang MKH lantaran terbukti menemui makelar kasus yang meminta agar dia membebaskan terdakwa korupsi yang ditanganinya. Belakangan, dia divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang. Pengadilan Tinggi Semarang pun memperberat hukumannya menjadi 6 tahun penjara. Dia dinilai bukti menerima suap terkait penanganan kasus korupsi mantan Ketua DPRD Grobogan M. Yaeni. 

Kasus ini pula juga menyeret hakim ad hoc tipikor lain yang menjadi inisiator penyuapan yang pernah meminta Asmadinata membebaskan M. Yaeni. Mereka adalah hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang Kartini Marpaung dan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak Heru Kisbandono. 

Terakhir, pada Maret 2014, hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Bandung Ramlan Comel dipecat karena terindikasi menerima dana terkait penanganan kasus korupsi dana Bansos Pemkot Bandung 2009-2010. Alhasil, Ramlan pun divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Bandung pada 9 Desember 2014 karena terbukti turut menerima dana suap terkait penanganan kasus itu.
Tags:

Berita Terkait