BPKN Minta Menhub Pangkas Rute Lion Air
Berita

BPKN Minta Menhub Pangkas Rute Lion Air

Perlu diatur sebuah sistem penyelesaian sengketa yang prosesnya cepat, bukan mengikuti prosedur penyelesaian sengketa yang saat ini berlaku dan memakan waktu tahunan.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) David ML Tobing. Foto: SGP.
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) David ML Tobing. Foto: SGP.
Kasus delay PT Lion Mentari Airlines turut mengundang pehatian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, David M.L Tobing, meminta agar pemerintah sebagai regulator harus menginvestigasi kejadian tersebut karena kejadian beberapa hari terakhir adalah puncak dari delay yang sebelumnya sudah sering terjadi.

Menurut David, pemerintah tidak cukup hanya memberikan izin rute baru, tapi harus mengevaluasi rute-rute yang sudah ada. Bahkan, jika diperlukan memangkas rute-rute tersebut agar terjadi perimbangan antara jumlah pesawat, jumlah rute, jumlah krudan kemampuan managemen.

“Rute Lion Air harus dikurangi beberapa persen dari yang ada sekarang sebagai sanksi yang dikenakan, baru kemudian dievaluasi lagi kalau mau diberikan rute yang baru. Jadi kurang tepat kalau Menteri perhubungan akan memberikan sanksi tidak memberikan izin sementara permohonan rute baru Lion Air, malah seharusnya rute yang ada sekarang dikurangi”, kata David, Senin (23/2).

David mengatakan, Lion Air harus serius merubah perilakunya agar perlindungan konsumen diutamakan dibandingkan mencari keuntungan semata demi membayar hutang untuk membeli atau sewa pesawat.

Selanjutnya, ia meminta agar Menteri Perhubungan segera merevisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Maskapai, terutama di bagian jumlah pemberian ganti rugi bagi penumpang korban delay dan pembatalan penerbangan.

“Karena bukan hanya nilai tiket yang merupakan kerugian konsumen tetapi masih banyak lagi antara lain transport ke dan dari bandara, maupun kerugian immaterial lainnya,” kata David.

Untuk itu, lanjut David, harus ditetapkan indikator utama kinerja maskapai penerbangan yaitu persentasi ketepatan waktu tiba pesawat di tujuan. Sehingga, otomatis waktu berangkatnya pun harus tepat waktu untuk menghindari penumpang dimasukan ke pesawat tapi terbang delay. Bila tidak mencapai target yang ditetapkan maka otaritas memberikan peringatan keras kepada maskapai penerbangan.

“Dengan demikian diharapkan semua sub sistem terkait harus diperbaiki oleh maskapai penerbangan agar indikator utama tsb dicapai,” ujarnya.

Ke depan, David mengusulkan perlu diatur sebuah sistem penyelesaian sengketa yang prosesnya cepat, bukan mengikuti prosedur penyelesaian sengketa yang saat ini berlaku dan memakan waktu tahunan. Soalnya, di UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kerugian harus diganti dalam jangka waktu tujuh hari.

“Kejadian seperti ini diharapkan tidak terulang lagi dan semua maskapai penerbangan dapat melaksanakan penerbangan tepat waktu sesuai jadwal yang mereka agendakan sendiri,” kata David.

Sementara itu, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mengingatkan, bukan hanya disaat liburan Hari raya Imlek saja Lion Air merugikan para penumpang dengan delay berhari-hari tanpa ada kepastian yang jelas. Tahun 2011 tepatnya Bulan Juni, Manajemen Lion Air dipanggil Kemenhub dan mendapat peringatan keras akibat keterlambatan yang hampir milrip dengan yang terjadi kali ini.  

Bukan itu saja. Arief mengingatkan bahwa pada tahun 2013, Komisi Perhubungan DPR sudah meminta Kemenhub tidak memberikan izin penambahan rute bagi Lion Air untuk sementara waktu. “Alasan manajemen Lion Air pada saat itu mengaku delay secara beruntun yang dialami maskapai akibat migrasi sistem penjadwalan kru dan cuaca buruk yang terjadi, namun Kemenhub tidak memberikan sanksi apapun,” kata FX. Arief Poyuono, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu.

"Paling tidak, Kementerian Perhubungan tidak memberikan izin trayek dulu, khusus untuk Lion Air yang penerbangannya kerap terlambat dan merugikan konsumen,” kata Arief.

Lebih jauh, Arief khawatir Menteri Perhubungan takut bertindak tegas karena pemilik maskapai Lion Air adalah Rusdi Kirana yang merupakan anggota dewan pertimbangan presiden. Dia berharap dengan kinerja yang buruk dan berimbas pada kerugian konsumen, Menhub berani mencabut izin operator Lion Air.

“Kalau tidak, Jokowi harus mencopot Menteri Perhubungan yang terkesan penakut terhadap pemilik Lion Air,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait