Jadi Prioritas Prolegnas 2015, RUU Perbankan Dibahas dari Awal
Prolegnas 2015-2019

Jadi Prioritas Prolegnas 2015, RUU Perbankan Dibahas dari Awal

Komisi XI telah membentuk panja. Draf RUU Perbankan DPR periode lalu menjadi referensi atau acuan, tidak otomatis masuk ke dalam pembahasan yang sekarang.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
RUU Perbankan masuk prioritas Prolegnas 2015. Komisi XI DPR telah membentuk panitia kerja (Panja) RUU Perbankan. Anggota Komisi XI, Ecky Awal Mucharam, mengatakan Gus Irawan Pasaribu yang merupakan Wakil Ketua Komisi XI dari Fraksi Partai Gerindra ditunjuk sebagai Ketua Panja. Sedangkan Ecky sendiri duduk sebagai Sekretaris Panja RUU Perbankan.

Ecky mengatakan, minggu terakhir reses masa persidangan kedua ini, Panja akan melakukan kunjungan ke sejumlah daerah. Menurutnya, kunjungan tersebut berkaitan dengan permintaan masukan untuk RUU Perbankan ke sejumlah industri dan perguruan tinggi di beberapa tempat. Hal ini dilakukan lantaran RUU Perbankan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015.

“Nanti minggu terakhir kita reses kita akan melakukan kunjungan ke beberapa daerah termasuk industri dan perguruan tinggi,” kata politisi PKS ini kepada hukumonline, Rabu (25/2).

Menurutnya, Panja sepakat bahwa pembahasan RUU Perbankan akan dimulai dari awal lagi, meski sebenarnya RUU ini merupakan warisan dari DPR periode sebelumnya. Salah satu alasan pembahasan dari awal, kata Ecky, lantaran mayoritas anggota Komisi XI yang sekarang menjabat banyak ditempati oleh orang-orang baru.

Oleh karena itu, anggota baru tersebut akan membawa isu tersendiri dalam RUU ini sesuai dengan keinginan fraksi masing-masing. Hasil dari kunjungan ke beberapa daerah ini nantinya tidak hanya untuk membuat draf RUU saja, tapi menyusun naskah akademik RUU Perbankan versi Komisi XI DPR.

Sedangkan draf RUU Perbankan yang telah disusun oleh DPR periode sebelumnya, hanya dijadikan sebagai referensi atau acuan Panja dalam menyusun RUU yang sekarang. Atas dasar itu, substansi RUU Perbankan yang telah dibahas dalam dewan periode sebelumnya tak secara otomatis langsung masuk ke RUU Perbankan yang baru.

“RUU lama hanya menjadi rujukan, tapi bukan otomatis menjadi draf (RUU baru, red). Proses akan dilakukan dari awal,” kata Ecky.

Setidaknya, kata Ecky, terdapat 10 isu yang akan menjadi perdebatan dalam pembahasan RUU Perbankan. Perdebatan ini juga pernah dirasakan oleh DPR periode lalu pada saat penyusunan draf RUU. Sejumlah isu tersebut beberapa di antaranya adalah mengenai komposisi kepemilikan asing, asas resiprokal hingga kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dikaitkan dengan lahirnya UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK.

Ecky yakin meski dibahas dari awal, RUU Perbankan akan selesai pada tahun ini. Keyakinan Ecky itu didasarkan dengan adanya draf RUU Perbankan yang dibahas oleh DPR periode lalu yang bisa menjadi dasar acuan dewan dalam menyusun. “Kami optimis akan selesai tahun ini, karena sudah ada bentuknya yaitu referensi, tapi tetap akan dibahas di Panja,” katanya.

Sementara itu, mantan Deputi Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia (BI), Yunus Husein, mengatakan dari PP No. 29 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum, ada kesempatan asing untuk memiliki saham hingga 99 persen. Angka ini membuat pasar Indonesia terlihat lebih liberal. Namun, hal itu dapat dimaklumi karena pada saat itu Indonesia sedang membutuhkan banyak dana.

“Kita tahun 1998 itu butuh duit,” katanya di Jakarta, Kamis (26/2).

Ia mengingatkan, penyusunan RUU Perbankan yang akan dibahas oleh DPR dan pemerintah nanti ada komitmen yang harus dipegang, yaitu mengenai masuknya saham bank melalui pasar modal. Mengenai hal ini, Indonesia pernah menawarkan di WTO bahwa saham bank melalui pasar modal oleh asing tidak boleh kurang dari angka 51 persen.

Yunus yang merupakan anggota Komite Nasional Kebijakan governance (KNKG), mengatakan draf RUU Perbankan pada periode lalu yang mematok porsi asing sebesar 40 persen adalah sah-sah saja. Tapi, penawaran Indonesia kepada investor di negara-negara WTO bahwa saham bank yang dibeli melalui pasar modal tak boleh kurang dari 51 persen.

“Yang tidak boleh dilanggar komitmen Jenewa,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait