Harga Beras Meroket, DPR Tuding Ulah Pemain Besar
Berita

Harga Beras Meroket, DPR Tuding Ulah Pemain Besar

Bulog seharusnya menjadi penyangga harga beras agar tetap stabil. KPPU diminta memeriksa adanya dugaan kartel.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gudang beras. Foto: SGP (Ilustrasi)
Gudang beras. Foto: SGP (Ilustrasi)
Naiknya harga bahan dasar pokok berupa beras belakangan terakhir menjadi pertanyaan sebagian kalangan. Mata pun tertuju pada Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai lembaga yang bertugas mendistribusikan pasokan beras ke pedagang untuk disalurkan melalui transaksi jual beli dengan masyarakat. DPR menilai intelijen ekonomi sudah mengetahui pemain dibalik naiknya harga beras secara global.

“Siapa pemain besarnya, pasti intelijen ekonomi sudah tahu,” ujar anggota Komisi VI DPR Sarmuji dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Kamis (26/2).

Kenaikan harga beras di mata Sarmuji tak masuk akal. Malahan, Sarmuji menilai terjadi pelanggaran dari sisi hukum ekonomi. Ia berpandangan stok beras di gudang Bulog menumpuk. Misalnya, beras yang diperuntukan wilayah Mojokerto, Jombang dan sekitarnya masih tersedia untuk 14 bulan ke depan. Terlebih lagi, masa panen besar beras terjadi di bulan Maret dan April. Makanya, menjadi aneh ada kenaikan harga beras ketika stok beras menumpuk dan menghadapi masa panen.

“Jadi ada pihak yang memainkan harga, ini pasti pemain besar. Tidak mungkin pedagang kecil bisa mengubah harga,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu mengatakan, motif pemain besar memainkan harga bukan lantaran impor. Namun, mereka mengeluarkan stok beras yang dimiliki dengan harga tinggi. Dikatakan Sarmuji, mereka berharap ketika panen, mereka dapat membeli gabah dari petani dengan harga murah. Dengan kata lain, pemain itu bakal mendapat dua kali keuntungan.

Terkait Bulog, Sarmuji menilai lembaga itu semestinya dapat menjadi penyangga harga beras agar tetap stabil. Namun faktanya, Bulog lemah. Jika saja lembaga itu berfungsi dengan baik dalam memprediksi kemungkinan melonjaknya harga beras, maka Bulog dapat segera mendistribusikan stok beras ke masyarakat.

“Harusnya Desember atau tahun baru, Bulog mengeluarkan stoknya dan stok beras bisa diganti dengan yang baru di gudang, sehingga stok beras refresh dan tidak menumpuk. Keuntungannya, merefresh beras dan harga beras stabil,” ujarnya.

Bulog pun diminta melakukan operasi pasar serta mendirikan outlet di pasar. Hal itu dilakukan dalam rangka mempercepat pengecekan untuk menstabilkan harga beras di pasaran. Menurutnya, harga pasar mesti sudah stabil sebelum pertengahan Maret. “Jika tidak, maka yang kasihan petani karena akan menikmati harga yang sangat rendah,” ujarnya.

Anggota Komisi IV Daniel Djohan mengatakan, jika pemerintah melakukan impor beras akan makin merusak harga pasar bagi petani beras. Komisi IV yang membidangi pertanian meminta pemerintah tak mengimpor beras demi kesejahteraan petani. Selain itu, Bulog diminta tak main mata dengan pengusaha beras.

Sebaliknya, Bulog segera terjun ke pasar-pasar melakukan operasi. Berdasarkan hasil temuan Komisi IV, terdapat persedian stok sebanyak 2 juta ton beras. “Sehingga tidak ada alasan Bulog tidak mengatasi kelangkaan beras. Bulog jangan main-main. Operasi pasar jangan mengandalkan pengusaha besar, karena salah satu masalah itu oengusaha yang mempunyai kemampuan menaikan harga,” katanya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berpandangan, Bulog dalam mendistribusikan beras dari gudangnya mesti ditujukan ke koperasi pasar jaya. Menurutnya pihak koperasi tak akan menimbun beras. Pasalnya gudang koperasi pasar jaya tak sebesar Bulog. Kemudian, pedagang beras pun cukup mengambil stok dari koperasi pasar jaya.

Sebaliknya, jika Bulog mendistribusikan melalui pasar induk akan dikuasai oleh pengusaha besar. Ia berpandangan, jika Bulog melakukan langkah itu, harga beras di pasaran akan berangsur stabil.

Kemudian, kata Daniel, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mesti bergerak cepat untuk memeriksa adanya dugaan permainan kartel. Menurutnya, KPPU mesti menindak tegas. Pasalnya permainan kartel beras berdampak pada ratusan juga warga. Daniel mengatakan fraksinya mendorong dibetuknya pansus beras.

“Untuk menjaga kedaulatan pangan dan mengetahui operasinya Bulog seperti apa dan bagaimana distribusinya,” ujarnya.

Pengamat ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanto Siregar, berpandangan pedagang beras tentunya memantau perkembangan harga. Namun sayangnya kenaikan harga beras tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah. “Lalu siapa yang tidak mengantisipasi, kenapa pemerintah yang suka blusukan kok bias kebobolan?,” ujarnya.

Hermanto menilai dalam kasus kenaikan harga beras belakangan terakhir lebih pada buruknya tata kelola Bulog. Ia pun meminta agar presiden Joko Widodo segera turun tangan bergerak mengatasi ketidakmampuan jajaran di bawahnya.

“Ini problem ketidakmampuan mengelola. Kita tidak bisa menyalahkan Bulog. Jadi ini soal pengelolaan saja, tidak ada gagal panen, tapi harga beras naik kan aneh. Konsepsi kedaulatan pangan harus diperkuat,” pungkas Wakil Rektor IPB itu.
Tags:

Berita Terkait