Usut Penyiksaan PRT, Tim Gabungan Dibentuk
Berita

Usut Penyiksaan PRT, Tim Gabungan Dibentuk

Polisi minta LPSK lindungi saksi-saksi kunci.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Gedung Komnas HAM. Foto: SGP.
Gedung Komnas HAM. Foto: SGP.
Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, Ombudsman dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bergabung dalam tim untuk mengusut penyiksaan Pembantu Rumah Tangga (PRT) di Medan. Meskipun sudah lama terjadi, ternyata hingga kini penyelesaian kasus yang menghebohkan itu belum juga tuntas.

Komisioner Komnas HAM, Maneger Nasution memaparkan hasil temuan sementara di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (26/2). Maneger mengungkapkan masih ada beberapa PRT yang menjadi korban penyiksaan saat itu dan tak jelas nasibnya

Maneger menginformasikan dalam kasus kekerasan yang menewaskan PRT bernama Harmi, sudah ada dua orang divonis Pengadilan Negeri Medan. Tapi dalam kasus itu masih ada 5 orang yang belum disidang.

Sepengetahuan Komnas HAM, saat ini masih ada 4 korban lain yang mengalami penyiksaan berat oleh majikan. "Dari keterangan empat PRT yang jadi korban itu diperoleh informasi ada 21 orang PRT yang tidak diketahui keberadaannya. Diduga hilang sejak beberapa tahun lalu," kata Maneger.

Data Polresta Kota Medan, dikatakan Maneger, memperkuat temuan Komnas HAM tersebut. Kepolisian, kutip Maneger, juga tidak mengetahui dimana keberadaan 21 orang PRT itu. Guna mendorong penuntasan kasus tersebut Komnas HAM, Komnas Perempuan, LPSK, Ombudsman dan KPAI sepakat membentuk tim. "Kami bersepakat membentuk tim gabungan untuk mendorong kepolisian mencari 21 PRT yang belum diketahui keberadaannya," urainya.

Wakil Ketua LPSK, Lili Pintauli Siregar, mengatakan Desember 2014 LPSK diminta Polresta Kota Medan dan DPRD Sumatera Utara (Sumut) untuk melindungi 5 orang PRT yang jadi korban kekerasan oleh keluarga SR. Kemudian, LPSK memberi pelayanan pendampingan, penempatan ke rumah aman dan penghitungan restitusi.

Komisioner Komnas Perempuan, Sri Nurherwati, menilai penting ada regulasi yang melindungi PRT. Kekerasan terhadap PRT sulit dipantau karena berada di ranah domestik. Bahkan UU PKDRT pun tidak mampu memberi perlindungan maksimal terhadap hak-hak PRT. Sebab UU PKDRT hanya menyasar pidana sedangkan kekerasan terhadap PRT selain pidana juga bersinggungan dengan hak-hak normatifnya sebagai pekerja. "Dalam kasus tertentu selain mengalami kekerasan, gaji mereka juga tidak dibayar," paparnya.

Selaras itu Komnas Perempuan mendorong pemerintah dan DPR membahas RUU PRT, dan seharusnya jadi prioritas dalam Prolegnas 2016. Untuk memperkuat perlindungan PRT, Konvensi ILO No. 189 tentang Kerja Layak PRT juga perlu diratifikasi.
Tags:

Berita Terkait