Warga Tewas Lantaran Jalan Rusak, Pemprov Jabar dan Pemkot Bekasi Digugat
Berita

Warga Tewas Lantaran Jalan Rusak, Pemprov Jabar dan Pemkot Bekasi Digugat

Penggugat menuntut tergugat memberikan ganti rugi materiil dan immateriil kepada ahli waris korban.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
LBH Jakarta. Foto: SGP
LBH Jakarta. Foto: SGP
LBH Jakarta mewakili ahli waris korban jalan rusak di Jalan Raya Siliwangi mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Gubernur Provinsi Jawa Barat dan Walikota Bekasi karena tidak melakukan pemeliharaan jalan dan pemasangan rambu lalu lintas akan adanya jalan rusak di Jalan Raya Siliwangi, Bantar Gebang, Bekasi.

“Ada banyak sekali jalan rusak yang dibiarkan begitu saja di negara ini. Gugatan ini kami ajukan untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah provinsi Jawa Barat dan pemerintah Kota Bekasi sebagai penyelenggara Jalan Raya Siliwangi.” ujar Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta, Muhamad Isnur.

Gugatan ini berawal dari kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh (Almarhum) Ponti Kadron Nainggolan pada 8 Februari 2014. Menurut anak korban, Sulastri Maeda Yoppy, ketika peristiwa itu terjadi ayahnya sedang mencari material bangunan ke Pangkalan II dari rumahnyadi Limusnunggal menjelang maghrib.

Namun, dalam perjalanan sepeda motoryang dikendari ayahnyakena lubang besar di Pangkalan IV. Akibatnya, ayah Sulastri keluar jalur yang berlawanan arah dan bertabrakan dengan truk. Luka cukup parah dan tidak sadarkan diri, ayah Sulastri sempat dibawa ke RS Thamrin Cileungsi, namun lukanya terlalu parah sehingga dokter menyatakan ayahnya meninggal dunia.

Dijelaskan Isnur, angka kecelakaan di Jalan Raya Siliwangi tergolong tinggi. Berdasarkan data dari Kepolisian Resor Kota Bekasi Kota, sejak Januari hingga Oktober 2014 saja setidak-tidaknya telah terjadi 51 kecelakaan lalu lintas di sepanjang Jalan Raya Siliwangi yang berakibat sedikitnya 6 orang tewas hingga Jalan Raya Siliwangi mendapat julukan “Jalur Tengkorak”, “Blackspot Area”, dll.

Kondisi Jalan Raya Siliwangi yang sehari-hari dilintasi oleh kendaraan berat, berkerikil, tidak terdapat median jalan, dan tidak ada penerangan lampu pada malam hari sudah cukup beresiko bagi pengguna jalan. Apalagi jika ada bagian jalan yang berlubang, tentu saja semakin memperbesar risiko terjadinya kecelakaan, terutama bagi pengendara sepeda motor.

Menurut Isnur, kecelakaan karena jalan rusak ini bukan pertama kalinya terjadi. Berdasarkan penelusuran LBH Jakarta, pada tahun 2008, seorang ibu yang mengendarai sepeda motor tewas terlindas truk di Jalan Raya Siliwangi karena jalan rusak. Artinya,  terjadi kematian karena jalan rusak berulang kali, namun kondisi jalan masih tetap seperti itu. Isnur menduga ada pembiaran dari pemerintah terhadap kondisi Jalan Raya Siliwangi.

Pengacara Publik LBH Jakarta lainnya, Nelson Nikodemus Simamora, menambahkan dalam gugatan ini pihaknya mendudukkan empat pihak sebagai para tergugat. Masing-masing adalah Gubernur Provinsi Jawa Barat dan Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat karena tidak melakukan perbaikan jalan.

Walikota Bekasi dan Kepala Dinas Perhubungan Bekasi juga digugat karena tidak memasang rambu peringatan akan adanya jalan rusak bagi pengguna jalan. Padahal, hal ini diwajibkan oleh Pasal 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ), juga Pasal 31 Peraturan Pemerintah (PP) No.79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Untuk itu kami mengajukan langkah hukum untuk meminta ganti rugi sebagaimana diatur dalam Pasal 238 UULLAJ karena penyebab kecelakaan ini adalah para tergugat,”ujar Nelson.

Nelson mengatakan, gugatan ini adalah gugatan klasik, di mana pemerintah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechmatig overheidsdaad). Dalam gugatan ini, pihaknya menuntut agar para tergugat memberikan ganti rugi materiil dan immateriil kepada ahli waris korban sebesar Rp809.888.300,- dan melakukan perbaikan terhadap Jalan Raya Siliwangi, serta memasang rambu peringatan jalan rusak.

Terakhir, tergugat diminta meminta maaf kepada para penggugat di harian harian umum cetak dan media televisi lokal dan nasional sesuai dengan domisili hukum Para Tergugat selama 3 hari berturut-turut.

“Kami juga mendasarkan gugatan ini pada yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Indonesia tahun 1988 dan Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad) pada tahun 1942 yang menghukum pemerintah dalam kasus jalan rusak,” tutup Nelson.
Tags:

Berita Terkait