Revisi UU KUP Permudah Wajib Pajak Penuhi Kewajiban
Prolegnas 2015-2019

Revisi UU KUP Permudah Wajib Pajak Penuhi Kewajiban

Atas dasar itu, perubahan dilakukan pada pasal-pasal tertentu yang memudahkan wajib pajak memenuhi kewajiban dan memudahkan pemungut pajak melaksanakan tugasnya.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Setidaknya, terdapat empat RUU yang diprioritaskan oleh Fraksi Partai Golkar (FPG) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioriotas tahun 2015. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari FPG Firman Subagyo mengatakan keempat RUU tersebut adalah RUU tentang Penjaminan, RUU tentang Pertembakauan, RUU tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan RUU Perubahan Atas Bea Meterai.

Keempat RUU ini diprioritaskan FPG karena dinilai dapat mendorong peningkatan kesejahteraan, kualitas hidup dan melindungi aktifitas ekonomi masyarakat Indonesia. Selain itu, revisi UU juga dilakukan untuk memberikan payung dan kepastian hukum bagi negara dalam menjalankan urusan pemerintahan serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.

“Perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat Indonesia salah satunya, yang utama selain memberikan rasa aman, adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup dan melindungi aktifitas ekonomi segenap rakyat Indonesia,” kata Firman di Komplek Parlemen di Jakarta, Rabu (25/2).

Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun menambahkan, revisi UU KUP bertujuan untuk memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Bukan hanya itu, revisi dilakukan juga agar pemungut pajak dalam menjalankan tugasnya bisa lebih dipermudah.

“Dan selanjutnya dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak,” kata Misbakhun.

Ia menuturkan, sistem perpajakan yang dianut Indonesia adalah self assesment. Yakni, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang, menyetornya serta melaporkan penghitungan dan penyetoran tersebut ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan. Sedangkan Ditjen Pajak berfungsi melakukan pengawasan atas sistem slef assesment tersebut.

“Pengawasan tersebut bertujuan agar wajib pajak yang melaporkan penghitungan dan penyetoran tersebut dapat sesuai dengan ketentuan UU perpajakan,” ujar Misbakhun.

UU KUP tersebut mengatur hak dan kewajiban wajib pajak. Bukan hanya itu, UU KUP juga mengatur mengenai wewenang Ditjen Pajak, termasuk di dalamnya mengatur mengenai sanksi perpajakan apabila wajib pajak tersebut tidak memenuhi kewajiban perpajakan.

Untuk penghitungan pajak sendiri terdapat pada UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn).

RUU Bea Meterai
Masih berkaitan dengan perpajakan, FPG juga berencana memprioritaskan RUU Perubahan Atas Bea Meterai. Misbakhun mengatakan revisi UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai tersebut lantaran zaman yang sudah berkembang sehingga perlu ada penyesuaian substansi UU.

Sayangnya, ia tak merinci substansi apa saja yang akan diubah dalam revisi UU Bea Meterai ini. Menurutnya, dengan berkembangnya waktu, aktifitas ekonomi masyarakat dan inflasi maka bea meterai juga memerlukan penyesuaian. Sehingga, ke depannya pendapatan negara dari bea meterai juga akan meningkat.

“selanjutnya, dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan berbagai layanan umum lainnya,” kata Misbakhun.

Bea meterai sendiri adalah pajak yang dikenakan atas dokumen yang menjadi obyek bea meterai. Dalam setiap dokumen yang menjadi obyek bea meterai tersebut wajib sudah dibubuhi meterai atau pelunasan bea meterai dengan menggunakan cara lain sebelum dokumen itu digunakan.
Tags:

Berita Terkait