Koalisi Muda Kependudukan:
’Pejuang’ Advokasi Hak Kesehatan Reproduksi Anak Muda
Berita

Koalisi Muda Kependudukan:
’Pejuang’ Advokasi Hak Kesehatan Reproduksi Anak Muda

Aktif juga dalam kampanye terkait dengan pendidikan dan pemberdayaan pemuda.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Koalisi Muda Kependudukan saat menggelar kegiatan. Foto: Kar
Koalisi Muda Kependudukan saat menggelar kegiatan. Foto: Kar

Dalam budaya Indonesia, kata seksual seakan hanya boleh ada dalam kamus. Kalaupun ia keluar dalam perbincangan sehari-hari bukan anak muda yang diperkenankan mengucapkannya. Padahal, anak muda merupakan kelompok masyarakat yang justru harus memiliki pengetahuan komprehensif tentang kesehatan seksual agar terhindar dari berbagai malapetaka.

Demikian diungkapkan oleh Wakil Ketua I Koalisi Muda Kependudukan, Ghaisani Shabrina Rahma kepada hukumonline. Menurut perempuan yang akrab disapa Riri itu, akses informasi anak muda terhadap kesehatan seks dan reproduksi di Indonesia masih sangat terbatas. Akibatnya, angka statistik terkait kekerasan seksual dan penyebaran HIV/AIDS di kalangan anak muda sangat tinggi.

“HIV itu penyebab nomor dua kematian anak-anak muda,” imbuhnya.

Kesadaran tentang pentingnya akses terhadap informasi yang valid atas kesehatan reproduksi bagi kalangan muda mendorong pemuda-pemuda di berbagai kota di Indonesia tergerak melakukan advokasi. Sejak tahun 2003, mereka mulai mengorganisasi diri dan membuat pelatihan mengenai hak kesehatan reproduksi bagi pelajar dan mahasiswa. Selain itu, mereka menyediakan website dengan konten yang dapat dipertanggungjawabkan seputar informasi kesehatan reproduksi.

Ada pula beberapa kelompok pemuda yang aktif terlibat dalam judicial review di Mahkamah Konstitusi atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Mereka ikut meminta agar pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi bisa masuk kurikulum pelajaran kesehatan jasmani di sekolah. Tak hanya itu, para mereka juga memohon kepada hakim MK agar usia legal perkawinan dinaikkan untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak.

Hingga kini, para pemuda yang mengadvokasi hak kesehatan reproduksi setidaknya tersebar di 35 kota Indonesia. Meski tiap kelompok di berbagai kota itu memiliki karakteristik gerakan masing-masing, mereka sepakat membawa nama Koalisi Muda Kependudukan (KMK). Untuk mengkoordinasikan gerakan dengan platform yang sama di berbagai daerah, kemudian dibentuklah kepengurusan nasional.

KMK terus melakukan advokasi pendidikan seksual yang komprehensif bagi pemuda. Menurut Sekretaris KMK, Nur Muhammad Azzam, pendidikan seksual bukanlah mengajarkan anak muda untuk melakukan seks bebas. Sebaliknya, ia menegaskan bahwa pendidikan yang dimaksud berkaitan dengan pemahaman mengenai risiko perilaku seks yang dilakukan tanpa tanggung jawab.

Anggota Komisi Informasi dan Komunikasi KMK, Husnul Maulida menyebut, dari data sensus demografi diketahui bahwa mayoritas anak muda tidak paham pubertas dan organ reproduksi mereka. Padahal, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjamin hak kesehatan reproduksi pemuda. Ia juga yakin, jika mereka memahami hal itu akan timbul kesadaran untuk senantiasa menjaga kesehatan reproduksinya sehingga bisa mencegah penyebaran HIV/AIDS maupun perilaku aborsi.

Selain gencar mengadvokasi hak kesehatan reproduksi, KMK juga aktif dalam kampanye terkait dengan pendidikan dan pemberdayaan pemuda. Menurut Marsha Rindu Ckinthana, anggota Komisi Kemitraan KMK, hal ini lantaran agenda utama KMK pada dasarnya adalah mengoptimalkan sumber daya manusia angkatan muda dalam menyambut bonus demografi tahun 2030 mendatang. Pasalnya, pada saat itu, jumlah usia muda mendominasi populasi penduduk di Indonesia.

Sayangnya, kebanyakan pemuda di Indonesia masih harus bergelut dengan kemiskinan lantaran pendidikan yang rendah dan keterampilan terbatas. Dengan gerakan yang diusungnya, KMK berharap pemuda yang sehat, berpendidikan tinggi, dan mandiri bisa memutus rantai kemiskinan intergenerasi. Para pemuda yang demikian diyakininya mampu menyelesaikan tantangan-tantangan sosial di Indonesia saat ini.

“Sebagai generasi muda yang punya keterampilan dan pengetahuan kita akan jadi warga negara yang bisa berkontribusi lebih banyak buat masyarakat dan bangsa,” pungkas Marsha.

Tags:

Berita Terkait