Kubu Agung Laksono Nilai Putusan MPG Final dan Mengikat
Berita

Kubu Agung Laksono Nilai Putusan MPG Final dan Mengikat

Sebaliknya, kubu Ical menilai putusan MPG belum menentukan kepengurusan mana yang sah, karenanya kubu Ical berencana mengajukan gugatan ke pengadilan negeri.

Oleh:
FAT/RFQ
Bacaan 2 Menit
Agun Gunanjar Sudarsa. Foto: Sgp
Agun Gunanjar Sudarsa. Foto: Sgp
Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono, Agun Gunandjar Sudarsa, menilai putusan Mahkamah Partai Golkar (MPG) yang memenangkan pihaknya adalah final dan mengikat. Atas dasar itu, kepengurusan Partai Golkar hasil dari Musyawarah Nasional (Munas) di Ancol, Jakarta, adalah kepengurusan yang sah.

“Perlu kami ingatkan bahwa putusan Mahkamah Partai bersifat final dan mengikat,” kata Agun saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (4/3).

Ia mengatakan, putusan MPG tersebut baru bisa dilakukan gugatan ke pengadilan atau kasasi ke Mahkamah Agung (MA) jika proses penyelenggaraan peradilan di MPG berjalan tak sesuai asas peradilan yang bebas dan imparsial. Bukan hanya itu, proses peradilan di MPG tersebut juga harus dibuktikan telah terjadi kesewenang-wenangan, tak independen, mengabaikan prinsip kaedah peradilan yang bebas, jujur dan adil.

Namun, lanjut Agun, dari keterangan saksi dan fakta yang terungkap di MPG menunjukkan bahwa proses peradilan telah berjalan sesuai asas hukum yang berlaku. Sehingga, hasil putusan yang dibacakan oleh majelis MPG kemarin sudah final dan mengikat.

Menurutnya, pokok perkara sudah diputus dalam MPG. Sedangkan proses kasasi ke MA, Agun menambahkan, tak bisa dilakukan apabila berkaitan dengan pokok perkara. Pengajuan kasasi ke MA bisa dilakukan apabila hanya berkaitan dengan pelanggaran asas dan prinsip peradilan yang bebas dan imparsial serta terjadi kesewenang-wenangan dan amar putusan tak sesuai dengan fakta atau kesaksian di peradilan MPG.

“Makanya, putusan atas pokok perkara itu final dan mengikat, pada kasasi tidak bisa masuk pokok perkara,” kata Agun.

Untuk diketahui, Pasal 32 Ayat (5) UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol) menyatakan bahwa putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.

Hal berbeda diutarakan oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Bali atau Kubu Aburizal Bakrie (Ical), Aziz Syamsuddin. Ia mengatakan, pihaknya menilai putusan MPG tak memenangkan salah satu pihak karena dari empat hakim, dua menyatakan dissenting opinion dan dua hakim lagi mengakui kubu Agung Laksono. Atas dasar itu, kubu Ical berencana akan mengajukan penyelesaian perselisihan ini melalui pengadilan negeri.

“Iya, sesuai Pasal 33 UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Parpol,” kata Aziz kepada hukumonline.

Pasal 33 UU Parpol terdiri dari tiga ayat. Pertama, dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri. Ayat dua pasal tersebut menyatakan bahwa putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir dan hanya diajukan kasasi kepada MA.

Sedangkan ayat tiga berbunyi, perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh MA paling lama 30 hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan MA.

Terpisah, Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengatakan, putusan MPG kemarin belum menunjuk kubu mana yang sah sebagai pengurus Partai Golkar. Ia sepakat, untuk mengetahui kubu mana yang sah, prosesnya harus dilakukan melaluli pengadilan negeri.

“Menkumham tidak bisa buat apa-apa lagi, semuanya ke pengadilan,” kata Margarito.

Lantaran belum ada kepengurusan Partai Golkar yang sah, Margarito mengatakan, hingga kini kepengurusan hasil Munas VIII Partai Golkar di Riau tahun 2009 lalu masih sah untuk sementara waktu sampai dualisme kepengurusan selesai. Kepengurusan hasil Munas Riau ini yang bisa digunakan KPU dalam menjaring peserta calon kepala daerah dalam Pilkada.

“KPU tidak bisa menggunakan salah satu kepengurusan. Yang harus dia gunakan sebenarnya mau rasional adalah kepengurusan hasil Munas VIII Golkar Riau 2009. Itu lebih masuk akal karena Munas itulah yang menghasilkan DPRD dan DPR yang ada sekarang,” tutup Margarito.
Tags:

Berita Terkait