Pemerintah Anggap Kualifikasi Tenaga Kesehatan Konstitusional
Berita

Pemerintah Anggap Kualifikasi Tenaga Kesehatan Konstitusional

UU Tenaga Kesehatan telah memberikan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal, Tri Tarayati (tengah) mewakili Pemerintah akan menyampaikan tanggapan atas permohonan pengujian UU Tenaga Kesehatan, Rabu (4/3). Foto: Humas MK
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Medikolegal, Tri Tarayati (tengah) mewakili Pemerintah akan menyampaikan tanggapan atas permohonan pengujian UU Tenaga Kesehatan, Rabu (4/3). Foto: Humas MK
Peduli terhadap nasib tenaga kesehatan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), seorang guru SMK Farmasi Dinas Kesehatan AD, Heru Purwanto mempersoalkan Pasal 88 ayat (1) dan Pasal 96 UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal ini dinilai melarang praktik bagi tenaga kesehatan lulusan di bawah Diploma 3 (ilmu kesehatan) enam tahun sejak UU Kesehatan itu disahkan.

Pemerintah menganggap Pasal 88 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan semata mata bentuk tanggung jawab negara dalam upaya meningkatkan kualitas tenaga kesehatan. Pasal itu ditujukan memberi kesempatan tenaga kesehatan selama rentang waktu enam tahun agar melanjutkan jenjang pendidikan kesehatan yang lebih tinggi.

“Pasal 88 itu justru memberi kesempatan tenaga kesehatan yang sudah bekerja selama ini agar diberi kesempatan mencapai pendidikan tinggi setara D3. Jadi, pemerintah justru akan membantu tenaga kesehatan yang selama ini telah berpraktik,” ujar Staf Ahli Medico Legal Kementerian Kesehatan Tri Tarayati saat menyampaikan keterangan pemerintah dalam sidang pengujian UU Tenaga Kesehatan di Gedung MK, Rabu (04/3).

Pasal 88 ayat (1) UU Kesehatan menyebutkan, “Lulusan pendidikan di bawah Diploma Tiga yang telah melakukan praktik sebelum ditetapkan Undang-Undang ini, tetap diberikan kewenangan untuk menjalankan praktik sebagai Tenaga Kesehatan untuk jangka waktu 6 (enam) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.”  Pasal 96 berbunyi, “UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.”

Dalam persidangan sebelumnya, Pasal 88 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan dinilai dapat mengakibatkan pemohon kehilangan pekerjaan yang ditekuni selama 17 tahun. Sebab, setelah enam tahun, puluhan ribu tenaga kesehatan di bawah Diploma III akan terhapus kewenangan untuk berpraktik. Selain itu, puluhan ribu siswa SMK Farmasi akan kehilangan kesempatan menjadi tenaga kesehatan sejak berlakunya pasal itu.

Karenanya, pemohon meminta MK menghapus frasa “tetap diberikan kewenangan untuk menjalankan praktik sebagai tenaga kesehatan untuk jangka waktu enam tahun setelah undang-undang ini diundangkan” dalam Pasal 88 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan karena bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, Pasal 96 UU Tenaga Kesehatan khususnya frasa  “Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan” harus dimaknai “Undang-Undang ini mulai berlaku tiga tahun setelah tanggal diundangkan.”

Pemerintah menegaskan asumsi pemohon UU Tenaga Kesehatan ini akan menghilangkan pekerjaannya (baik sebagai guru tenaga kesehatan maupun tenaga kesehaatan) tidak akan terjadi. Sebab, tenaga kesehatan lulusan SMK masih diberi kesempatan berpraktik sebagai tenaga kesehatan selama enam tahun.

Tri Tarayati menjamin pemerintah tidak akan lepas tanggung jawab dengan adanya UU Tenaga Kesehatan ini. Pemerintah mengklaim telah membuat roadmap untuk membantu tenaga kesehatan yang berpendidikan di bawah Diploma 3 untuk melanjutkan pendidikan dengan beasiswa. Jadi, selama enam tahun tenaga kesehatan tetap bisa berpraktik sambil menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

Beasiswa pendidikan tenaga kesehatan ini diberikan dengan pertimbangan adanya pengalaman kerja yang sudah dilakukan tenaga kesehatan bersangkutan. “Nantinya, pendidikan lanjutan bisa dilakukan dengan metode jarak jauh, sehingga tidak perlu khawatir praktik mereka akan terbengkalai,” lanjutnya.

Dia mengakui UU Tenaga Kesehatan, kualifikasi tenaga kesehatan minimum Diploma III. Namun, untuk asisten tenaga kesehatan minimum pendidikan menengah (SMK) di bidang kesehatan. Jadi, sebenarnya  kualifikasi atas asisten tenaga kesehatan tentu tidak akan merugikan siswa SMK atau SMA bidang kesehatan. Sebab asisten tenaga kesehatan bisa bekerja di bawah supervisi tenaga kesehatan.

“Mereka tetap berwenang menjadi asisten tenaga kesehatan. Karenanya, pasal-pasal dalam UU Tenaga Kesehatan telah memberikan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya.
Tags: