PNS Minta Kejelasan Status Tenaga Honorer dalam UU ASN
Berita

PNS Minta Kejelasan Status Tenaga Honorer dalam UU ASN

Majelis Panel menilai permohonan ini belum terarah dan membingungkan.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pemohon Rochmadi Sutarsono dalam sidang perdana uji materi UU Aparatur Sipil Negara, Rabu (4/3). Foto: Humas MK
Pemohon Rochmadi Sutarsono dalam sidang perdana uji materi UU Aparatur Sipil Negara, Rabu (4/3). Foto: Humas MK


Selain itu, Rochmadi mempermasalahkan klasifikasi pegawai ASN yang terdiri dari PNS dan PPPK. Sementara dalam Pasal 66 ayat (2) UU ASN terkait pengucapan sumpah/janji PNS, tidak menyebutkan sama sekali sumpah/janji bagi PPPK. “Untuk itu, saya meminta MK untuk menyatakan pasal-pasal itu bertentangan dengan konstitusi,” pintanya.

Menanggapi permohonan ini, Majelis Panel alasan permohonan ini belum terarah dan membingungkan. Sebab, dalam permohonan ini tidak diuraikan secara detil kerugian konstitusional yang ditimbulkan atau terlanggar yang dialami pemohon dengan berlakunya beberapa norma UU ASN itu.

“Seharusnya dijelaskan kerugian konstitusionalnya itu apa? Ini (kerugian konstitusional) belum nampak. Kesannya membingungkan dan tidak terarah sebenarnya apa yang Anda minta,” kritik Ketua Majelis Panel, Aswanto.

Terlebih, kata Aswanto, permohonan ini diajukan oleh seorang PNS. Uniknya, norma yang dipersoalkan menyangkut tenaga honorer yang sebenarnya tidak diatur dalam UU ASN. “Sehingga, permohonan yang diajukan justru tidak meyakinkan kalau telah terjadi pelanggaran hak konstitusional.”

Anggota Majelis Panel, Maria Farida Indrati melihat sebenarnya apabila dicermati ada beberapa permasalahan yang bisa dimohonkan pengujian melalui pasal-pasal UU ASN ini. Namun, berkas permohonan sepertinya tidak memenuhi syarat (kerugian konstitusional), sehingga sepertinya MK melanjutkan perkara ini,” kata Maria.
Ketidakjelasan status tenaga honorer dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali dipersoalkan ke MK. Kini, giliran seorang PNS bernama Rochmadi Sutarsono yang bekerja di Pemerintah Kabupaten Ponorogo melalui uji materi sejumlah pasal dalam UU ASN.     

Secara khusus, Rochmadi memohon pengujian Pasal 2 huruf a, Pasal 2 huruf j, Pasal 6, Pasal 61, Pasal 66 ayat (2), dan Pasal 137 UU ASN yang hanya mengenal status PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), tidak mengatur sama sekali keberadaaan tenaga honorer instansi pemerintah.   

“Perbedaan status tenaga honorer dengan PPPK menimbulkan ketidakpastian hukum. Seharusnya, kualifikasi tenaga honorer dengan PPPK disamakan atau tidak dibedakan,” ujar Rochmadi dalam sidang pendahuluan yang diketuai Aswanto di ruang sidang MK, Rabu (4/3). 

Misalnya, Pasal 6 UU ASN menyebutkan pegawai ASN terdiri dari: a. PNS dan b. PPPK. Pasal 61 menyebutkan setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS setelah memenuhi persyaratan.   

Rochmadi melanjutkan tidak diaturnya keberadaan tenaga honorer dalam klasifikasi pegawai ASN menyebabkan kehilangan kepastian hukum dan ketidakadilan. Karenanya, UU ASN mengandung ketidakjelasan bagi status dan posisi tenaga honorer apakah nantinya otomatis diangkat menjadi tenaga PPPK atau tidak.

Dia mengungkapkan dalam UU ASN hanya disebutkan pelamar PPPK berpengalaman kerja nol tahun, sehingga keberadaan PPPK bukanlah tenaga honorer. Dengan begitu, tenaga honorer yang sudah bekerja bertahun-tahun otomatis bisa menjadi PPPK.
Tags:

Berita Terkait