Pelimpahan Kasus Budi Gunawan Dinilai Bentuk Kompromi
Utama

Pelimpahan Kasus Budi Gunawan Dinilai Bentuk Kompromi

Plt Pimpinan KPK telah merusak keberanian dan semangat dalam pemberantasan korupsi.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad (baju batik). Foto: www.dpd.go.id
Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad (baju batik). Foto: www.dpd.go.id
Pelimpahan kasus Komjen Budi Gunawan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada pihak Kejaksaan Agung mengundang tanda tanya besar. Tak saja adanya kekhawatiran bakal dihentikan penyidikan, tetapi juga membuat rakyat kecewa dengan cita-cita reformasi demi terciptanya pemerintahan yang bersih dalam penegakan hukum. Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPD, Farouk Muhammad, Kamis (5/3).

Keputusan pimpinan KPK bersama Kejaksaan Agung dan Polri tak saja dipertanyakan publik, tapi di internal lembaga antirasuah itu sendiri. Menurut Farouk, pimpinan KPK mesti memberikan penjelasan, alasan kuat, transparan dan bertanggungjawab atas keputusan itu. Dengan begitu, pelimpahan kasus Budi Gunawan tak menimbulkan kecurigaan seolah bentuk kompromi.

“Ternyata keputusan pelimpahan tersebut mengundang tanda tanya besar bagi publik, tidak hanya dari eksternal, namun dari internal KPK sendiri yang sangat memahami duduk perkara kasus tersebut,” katanya.

Langkah KPK memang mengundang kontra di masyarakat. Keputusan pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK itu ditempuh setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menetapkan status tersangka Budi oleh KPK dinilai tidak sah secara hukum. Belakangan, Kejaksaan Agung bukan tidak mungkin bakal melimpahkan kasus tersebut ke kepolisian.

Menurutnya, putusan hakim tunggal Sarpin Rizaldi dalam praperadilan yang dimohonkan Budi Gunawan melampaui kewenangan dari otoritasnya. Soalnya, dalam KUHAP tak ada dasar hukumnya bagi seorang hakim pengadilan dapat memeriksa dan memutus perkara tanpa adanya aturan yang mengatur. “Terkecuali hal-hal tertentu seperti salah tangkap, penghentian penyidikan termasuk penyitaan,” katanya.

Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu menyesalkan pelimpahan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung. Pasalnya, kata Farouk, dikhawatirkan akan kembali pada titik awal dan kehilangan fokus penyelesaian. Kendati demikian, Farouk memahami pelimpahan kasus tersebut didasari proses penyidikan secara proporsional dan mengutamakan peran penyidik kejaksaan sesuai ketentuan.

Kejaksaan pun dituntut profesional dan proporsional dalam melanjutkan skema KPK terkait penuntasan kasus tersebut. Dengan begitu, tak ada alasan kuat Kejaksaan Agung melimpahkan kasus tersebut kepada Polri.

Mantan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) itu berharap Kejaksaan Agung tak melimpahkan kasus tersebut kepada Polri. Dengan begitu tak ada kesan prosesnya hanya sandiwara semata. KPK pun tak boleh patah arang dan kehilangan fokus dalam pemberantasan korupsi pasca kekalahannya dalam praperadilan. Sebaliknya, KPK tetap menjalankan kewenangannya melakukan supervisi secara internsif dan memonitor perkembangan penanganan kasus tersebut oleh Kejaksaan Agung.

“Agar jangan sampai kasus tersebut diserahkan kepada kepolisian. Jika itu terjadi maka sudah hilanglah prinsip-prinsip dalam penegakan hukum dan tata kelola pemerintahan yang baik karena akan bias penegakan hukum. jika ini terjadi saya khawatir akan menjadi puncak kemarahan rakyat, sebagai pemberi amanah,” kata jenderal (purn) bintang dua polisi itu.

Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Hukum Masyarakat (PSDHM) LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa, mengatakan pelimpahan kasus BG ke Kejakasaan mau pun ke Polri dimungkinkan bakal dihentikan penyidikan perkaranya. Menurutnya, pelimpahan kasus tersebut menjadi bukti adanya tawar menawar antara Plt Pimpinan KPK dengan Mabes Polri.

“Hadirnya Menkopolhukam dan Kejaksaan Agung ke KPK kemudian bersama mengumumkan pelimpahan bahwa telah ada intervensi dalam pengsutan kasus Budi Gunawan,” katanya.

Ia berpendapat, Plt pimpinan KPK berpikir pragmatis, tidak independen dan tak berani dalam menuntaskan kasus korupsi yang menjadi perhatian publik. Kekecewaan lainnya, pimpinan KPK tak mengajukan upaya hukum peninjauan kembali atas putusan praperadilan.

“Hal ini memperlihatkan tidak seriusnya pimpinan saat ini dalam mempertanggungjawabkan langkah-langkah pemberantasan korupsi. Kami menilai bahwa sejak adanya Plt Pimpinan KPK  telah merusak keberanian dan semangat dalam pemberantasan korupsi” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait