Uji UU Sisdiknas, PKBI Minta Kesehatan Reproduksi Masuk Kurikulum
Berita

Uji UU Sisdiknas, PKBI Minta Kesehatan Reproduksi Masuk Kurikulum

Majelis meminta pemohon menguraikan kerugian konstitusionalnya.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Pemohon Prinsipal Anis Suadah (tengah) seusai sidang perdana uji materi UU Sisdiknas, Kamis (5/3) di Gedung MK. Foto: Humas MK
Pemohon Prinsipal Anis Suadah (tengah) seusai sidang perdana uji materi UU Sisdiknas, Kamis (5/3) di Gedung MK. Foto: Humas MK


“Tidak diajarkannya materi kesehatan reproduksi di sekolah, anak-anak cenderung mencari informasi dari sumber-sumber informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ungkapnya.

Data Komnas Perlindungan Anak Tahun 2010 saja mencatat terdapat 859 kasus pelecehan/kekerasan seksual terhadap anak. Tahun 2011, meningkat menjadi 1.455 kasus dan meningkat lagi 1.634 kasus pada 2012. Data ini menunjukan anak sangat membutuhkan perlindungan negara akibat kekerasan seksual yang dialaminya.         

Selain bagian hak konstitusional, Pasal 72 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah menjamin setiap orang berhak memperoleh informasi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi. Menurut Pasal 71 UU Kesehatan, kesehatan reproduksi ini meliputi melahirkan, pengaturan kehamilan, dan kesehatan sistem reproduksi. Kata lain, aturan itu mewajibkan pemerintah menjamin ketersediaan sarana informasi dan kesehatan reproduksi.   

Karena itu, para pemohon meminta agar Pasal 37 ayat (1) huruf h UU Sisdiknas dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai pendidikan jasmani dan kesehatan dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib dimaknai juga pendidikan kesehatan reproduksi.    

Menanggapi permohonan, Anwar Usman menyarankan agar permohonan sebaiknya memohon pengujian Pasal 37 ayat (1) huruf a UU Sisdiknas yang menyebut pendidikan agama sebagai salah satu kurikulum pendidikan. “Permohonan ini kan ada hubungannya juga dengan moral, tetapi itu terserah para pemohon,” kata Anwar.

Sementara Anggota Majelis, Aswanto meminta permohonan ini menguraikan kerugian konstitusional atau potensi kerugian konstitusional secara komperehensif yang dialami masing-masing pemohon. Tentunya, kerugian yang dimaksud adalah kerugian konstitusional, bukan kerugian ekonomi. “Ini yang perlu diurai lebih komprehensif dalam permohonan,” sarannya.
Pengurus Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) bersama sejumlah warga negara beragam profesi mempersoalkan Pasal 37 ayat (1) huruf h UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta ketentuan yang mengatur kurikulum pendidikan dasar dan menengah memuat pendidikan jasmani dan olahraga itu ditafsirkan termasuk pendidikan kesehatan reproduksi.

Tercatat sebagai pemohon yakni Ketua Pengurus PKBI dr. Sarsanto W Sarwono, Sp.Og, Anis Su’adah (orang tua murid), Dra. Sukarni (Guru Konseling MA I Wates), Rr Esti Sutari, S.Pd (Guru Konseling SMAN II Wates), Emmanuela Lupy Ragawidya (pelajar), Ragil Prasedewo (mahasiswa), dan Anggun Pertiwi (pelajar).  

Mereka beralasan masa usia anak 10-18 tahun sebagai masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa atau masa tumbuh kembang anak seringkali dihadapkan pada kebiasaan yang tidak sehat khususnya dari perilaku seks berisiko. Karenanya, pengetahuan materi kesehatan reproduksi sangat diperlukan bagi anak usia tersebut yang tengah mengalami masa perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

“Pendidikan kesehatan reproduksi anak sebagai bagian hak atas pendidikan, informasi, rasa aman, perlindungan diri pribadi yang dijamin UUD 1945,” ujar salah satu kuasa para pemohon, Rachmawati Putri dalam sidang pendahuluan yang dipimpin Anwar Usman di Gedung MK, Kamis (5/3).

Pasal 37 ayat (1) huruf h UU Sisdiknas menyebutkan “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat (a)… (h) Pendidikan jasmani dan olahraga.”

Rachmawati melanjutkan tidak terpenuhinya hak materi kesehatan reproduksi dalam kurikulum pendidikan dapat beresiko bagi kesehatan reproduksi bagi anak usia sekolah. Seperti, kehamilan tidak dikehendaki, aborsi, penyakit sek menular, kekerasan seksual, pencabulan, pernikahan dini, hingga terkena virus HIV/AIDS.
Tags:

Berita Terkait