Diwarnai Dissenting Opinion, Muhtar Ependy Divonis 5 Tahun
Berita

Diwarnai Dissenting Opinion, Muhtar Ependy Divonis 5 Tahun

Lantaran saksi kunci tidak pernah dihadirkan, hakim Sofialdi menyatakan Muhtar Ependy tidak terbukti menghalangi proses penyidikan dan pemeriksaan.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Muhtar Ependy (seragam tahanan KPK). Foto: RES
Muhtar Ependy (seragam tahanan KPK). Foto: RES

Muhtar Ependy, yang disebut-sebut sebagai teman dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider kurungan selama tiga bulan.

Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan tujuh tahun serta denda Rp200 juta subsidair lima bulan yang disampaikan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam tuntutan, jaksa KPK sebenarnya juga meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak remisi dan pelepasan bersyarat, tetapi tidak dikabulkan majelis hakim.

"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme, perbuatan terdakwa tidak menghormati lembaga peradilan yang mengedepankan nilai kejujuran, kooperatif dan keterbukaan, terdakwa tidak menyesali dan mengakui perbuatan,” ucap ketua majelis hakim, Supriyono, Kamis (5/3).

Sementara, hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum dan mempunyai tanggungan keluarga.

Dalam putusan, majelis hakim menyatakan Muhtar terbukti menjadi penghubung dalam pengurusan perkara sengketa pilkada Kabupaten Empat Lawang. Dalam perkara ini, Akil mendapat Rp15,5 miliar melalui Muhtar Ependy dari Bupati petahana Budi Antoni Aljufri.

Lalu, Muhtar juga menjadi perantara dalam pengurusan perkara sengketa pilkada Kota Palembang. Di sini, Akil menerima uang sebesar Rp19,87 melalui Muhtar Ependy yang diberikan Romi Herton (kala itu masih calon Wali Kota Palembang) melalui rekening CV Ratu Samagat.

"Terdakwa bermaksud merintangi atau menghalangi secara langsung dan tidak langsung pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan karena terdakwa punya tujuan agar penyidik, penuntut dan hakim tidak berhasil menemukan keterkaitan antara terdakwa dengan Masyito, Romi Herton, Srino, Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati dan Risna Hasrlianti agar perbuatan memberikan uang untuk mengurus sengketa pilkada Empat Lawan dan Palembang sulit dibuktikan," papar Supriyono.

Hakim menilai bahwa Muhtar punya kepentingan agar perannya dalam memberikan uang untuk pengurusan sengketa pilkada Empat Lawang dan Palembang tidak dapat dibuktikan atau sulit dibuktikan. Untuk itu, Muhtar mempengaruhi saksi-saksi yang mengalami atau terlibat langsung dalam pemberian uang dari Masyito atau penerimaan uang untuk Akil Mochtar untuk memberikan keterangan yang tidak benar.

"Dengan terbuktinya penerimaan uang dari Masyito atau pemberian uang kepada Akil Mochtar maka meski dalam putusan Akil Mochtar dinyatakan tidak ada pemberian uang Muhtar ke Akil maka tidak menghalangi pembuktian adanya proses penghalangan pemeriksaan, penyidikan, penuntutan tersebut terpenuhi dan ada dalam perbuatan terdakwa," tegas hakim Supriyono.

lebih lanjut, majelis hakim menyatakan Muhtar terbukti memberikan sejumlah keterangan palsu dalam persidangan Akil. Contohnya, Muhtar memberikan keterangan dalam persidangan bahwa dirinya hanya sekali bertemu dengan Akil. Di persidangan, Muhtar juga mengaku tidak pernah kenal dan berkomunikasi dengan Romi Herton dan Masyito.

"Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bersesuaian dengan alat bukti surat berupa foto dan buku tamu yang menunjukkan terdakwa bertemu dengan Akil lebih dari sekali yaitu di kantor sebanyak dua kali dan di rumah pribadi dan dinas masing-masing sekali sehingga keterangan yang menyatakan hanya bertemu sekali tidak benar," kata anggota majelis hakim Alexander Marwata.

terkait pidana tambahan yang diajukan dalam jaksa dalam tuntutan, majelis hakim menyatakan tidak setuju. Majelis hakim menyatakan hak remisi dan pelepasan bersyarat merupakan hak yang melekat pada undang-undang dan merupakan kewenangan pemerintah.

“Lagipula hukuman bukanlah bentuk balas dendam tapi upaya agar terdakwa tidak mengulangi kejahatannya lagi," kata hakim Supriyono.

Dissenting Opinion
Putusan majelis hakim untuk Muhtar Ependy diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion). Hakim anggota Sofialdi menyatakan Muhtar tidak terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan pertama, yakni menghalangi proses penyidikan dan pemeriksaan karena saksi kunci yaitu Srino tidak pernah dihadirkan penuntut umum di persidangan Akil Mochtar.

"Srino adalah saksi kunci tapi pada persidangan Akil Mochtar Srino tidak pernah dihadirkan sebagai saksi. Masyito dan Romi Herton juga konsisten terhadap BAP dengan menerangkan tidak mengenal dan berkomunikasi dengan terdakwa saat menjadi saksi di persidangan sehingga perbuatan terdakwa Muhtar Ependy bukan merintangi sidang Akil kecuali bila dipanggil penuntut umum tapi tidak menghadiri persidangan dan ketidakhadirian itu berdasarkan tekanan atau disembunyikan oleh terdakwa sehingga berakibat Romi Herton dan Masyito tidak dapat hadir di persidangan. Faktanya saksi hadir dan memerikan kesaksian di sidang Akil Mochtar di bawah sumpah," kata hakim Sofialdi.

Sofialdi juga beralasan penyidikan dan penuntutan perkara atas Akil Mochtar berjalan lancar dan sesuai dengan tenggat waktu penahanan baik dalam penyidikan, penuntutan maupun persidangan sehingga Akil Mochtar tidak keluar dari tahanan demi hukum.

"Persidangan Akil juga sudah berjalan lancar dan dalam pemeriksaan saksi dan putusan dinyatakan terbukti bersalah dan meyakinkan dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup, maka unsur kesengajaan yang diarahkan dalam penyidikan, penuntutan dan persidangan Akil Mochtar tidak terpenuhi," ungkap Sofialdi.

Atas vonis tersebut, Muhtar menyatakan akan pikir-pikir.

"Terima kasih yang mulia. Berdasarkan konsultasi dengan penasihat hukum kami menyatakan pikir-pikir. Insya Allah kami akan mencari jalan terbaik,” kata Muhtar.

Tags:

Berita Terkait