Otto Hasibuan: PERADI Sekarang Seperti ‘Gadis Cantik’
Profil

Otto Hasibuan: PERADI Sekarang Seperti ‘Gadis Cantik’

Para kandidat ketua umum diimbau untuk berkompetisi secara sehat.

Oleh:
RZK/RIA
Bacaan 2 Menit
Ketua Umum DPN PERADI, Otto Hasibuan. Foto: RES
Ketua Umum DPN PERADI, Otto Hasibuan. Foto: RES
* Atas artikel ini, Luhut MP Pangaribuan menyampaikan Hak Jawab dengan judul "PERADI: Cegahlah Sebelum Terpuruk"
Tahun 2015 ini akan menjadi tahun yang sangat penting bagi Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Melalui Musyawarah Nasional (Munas) yang akan digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, PERADI akan berganti nahkoda yang sampai detik ini masih dijabat Prof Dr Otto Hasibuan, SH, MM.

Sejauh ini, hukumonline mencatat terdapat tujuh kandidat yang menyatakan akan bertarung dalam pemilihan Ketua Umum PERADI. Mereka adalah Jamaslin James Purba, Fauzie Yusuf Hasibuan, Juniver Girsang, Humphrey Djemat, Irwan Muin, Luhut Pangaribuan, dan Hasanuddin Nasution.

Dilihat dari jumlah kandidat, proses suksesi Ketua Umum PERADI kali ini memang lebih semarak. Hal ini diakui sendiri oleh Otto Hasibuan. Dia mengaku tidak menyangka sekaligus bangga melihat begitu banyak kandidat yang antusias ingin memimpin PERADI.

Bagi Otto, kondisi ini menunjukkan bahwa PERADI ternyata menarik minat banyak advokat yang berhasrat menjadi Ketua Umum. Dia mengibaratkan PERADI seperti ‘gadis cantik’ yang ingin dilamar banyak laki-laki.

Senin malam (16/3) bertempat di kantornya di Duta Merlin, Jakarta Pusat, Otto menerima hukumonline untuk sesi wawancara eksklusif. Selama lebih dari satu jam, Otto menuturkan banyak hal, mulai dari kondisi organisasi terkini hingga harapannya terhadap calon suksesor. Berikut ini petikan wawancaranya:

Menjelang Munas 2015 di Makassar, bagaimana kondisi DPN PERADI?
DPN, jadi gini ya. Memang biasalah, ‘penyakit’ siklus lima tahun itu selalu muncul. Selama berjalan bagus, lalu mau Munas mulai ‘penyakit’ berdatangan. Ada yang positif, ada yang negatif. Tetapi semuanya masih dalam rangka demokrasi saya pikir, masih wajar-wajar lah. Jadi bagi saya, saya lihat (DPN PERADI) masih tetap solid.

Bagaimana dengan fakta adanya beberapa pengurus DPN yang melayangkan surat terbuka?
Mengenai surat terbuka, memang terus terang aja saya tidak menyangka sampai sejauh itu, karena menurut saya, advokat-advokat kan sudah lebih dewasa. Kalau ada perbedaan pendapat, kan ada forumnya kan. Kan bisa dibicarakan dalam rapat di DPN atau langsung menghubungi kita.

Nah, sehingga akibatnya mereka (pengurus yang melayangkan surat terbuka, red) misinformasi, sehingga ketahuan bahwa sebenarnya mereka itu tidak mendalami persoalan. Mestinya kan kalau mereka sungguh-sungguh berada di dalam DPN, surat itu tidak akan mungkin keluar, karena fakta yang mereka sampaikan, sama sekali salah.

Pertama surat yang ditujukan kepada saya. Saya menganggap mereka (pengurus yang melayangkan surat terbuka, red), boleh dikatakan, menyalahgunakan kepercayaan yang saya berikan kepada mereka. Selama ini saya percaya bahwa mereka akan menjalankan tugasnya dengan baik. Tiba-tiba mereka kirim surat. Kalau ke saya saja kirim surat sih nggak apa-apa. Tapi ke DPC, saya pikir kurang bijaklah. Dan itu, saya khawatir DPC kan bisa terprovokasi. Nah terlebih-lebih mereka mengatakan saya melakukan penyalahgunaan penggunaan fasilitas PERADI.

Terus terang saja menyakitkan. Karena selama 10 tahun ini saya memimpin PERADI, mereka yang selalu memuji-muji PERADI itu. Memuji PERADI kan sama dengan memuji Ketua Umum.

Hanya dua bulan mau Munas kok jadi semuanya bisa jadi salah semua. Apalagi kemarin saya mendengar mereka sudah meminta maaf ke Pekanbaru. Mereka mengatakan saya pergi ke Pekanbaru menggunakan fasilitas PERADI dan diikuti oleh Thomas dan Fauzie (Thomas Tampubolon dan Fauzie Hasibuan, pasangan calon Sekjen dan Ketua Umum PERADI), bawa-bawa katanya kan. Membawa fauzie dan Thomas. Dan melakukan, di sana, diskusi dan pembentukan PBH (Pusat Bantuan Hukum).

Jadi, klarifikasi dari anda bagaimana?
Seakan-akan di situ dikatakan bahwa Thomas dan Fauzie difasilitasi oleh PERADI. Terus terang saja fakta ini kan nggak benar. Saya diundang oleh DPC Pekanbaru, melakukan diskusi mengenai hak imunitas di Pekanbaru. Saya berbicara sebagai narasumber di sana bersama Wakil Ketua Pengadilan Tinggi, dan unsur dari Polda dan Kejati. Setelah itu saya datang ke sana melakukan pelantikan PBH PERADI. Acara itu sepenuhnya acara dari cabang, bukan acara DPN.

Jadi kalau itu acara cabang, saya adalah yang diundang datang. Sehingga kehadiran saya ke sana adalah jelas sebagai Ketua Umum PERADI. Saya ceramah di sana dan melakukan pelantikan PBH.

Persoalan Thomas-Fauzie mau datang ke sana. Itu kan urusannya Thomas dan Fauzie. Kalau dia (pihak yang melayangkan surat terbuka, red) juga mau datang, silakan. Mungkin dia menganggap oh Fauzie itu datang ke sana berkampanye, itu silakan. Dia juga di tempat-tempat lain dia juga datang. Di berbagai acara-acara cabang dia juga datang. Nah dikomplain.

Itu kan hak-hak orang yang mencalonkan diri kan. Tapi jangan dibilang dia itu datang menggunakan fasilitas PERADI. Kan dia bisa lihat bukunya PERADI. Apakah ada uang tiket dibayar untuk mereka (Fauzie-Thomas)? Kan kasihan mereka, karena seolah-olah mereka ini nggak punya uang hanya untuk tiket saja. Itu kan penghinaan sebenarnya.

Itu yang saya sesalkan. Dan menurut keterangan dari Ketua DPC Pekanbaru, saudara Luhut dan Leo (Luhut Pangaribuan dan Leonard Situmorang, dua Wakil Ketua Umum yang ikut melayangkan surat terbuka, red) sempat datang ke Pekanbaru. Langsung diklarifikasi oleh Pekanbaru. Nanti saya kasih teleponnya, benar atau tidak. Dan katanya Luhut dan Leo minta maaf atas kejadian itu. Nah, tetapi ke saya nggak minta maaf dia. Hanya ke pejabat Pekanbaru.

Saya berkata, ya itu dinamika. Bagi saya, saya anggap itu ya mungkin bentuk kekurangdewasaan berorganisasi. Kalau berorganisasi itu menurut saya, ya kalau ada persoalan selesaikan di dalam rapat, atau bicarakan dengan saya langsung. Kita ini kan sahabat semua. Apa yang sulit upaya berkomunikasi.

Saya sangat prihatin. Kalau pun dia mau menarik simpati dari cabang-cabang, ya caranya jangan begitu. Banyak cara yang baik kan? Mungkin siapa tahu maksud dia tuh, dengan menjelekkan saya, lantas mereka mendapat dukungan dari cabang. Saya kira nggak begitu. Advokat itu kan pintar.

Jadi saran saya kepada calon-calon, nggak usah takut. Ya kalau mau berkampanye, kampanye positif. Jangan black campaign. Nggak perlu jelekan seseorang. Apalagi saya kan tidak maju lagi.

Maksudnya Black Campaign itu apa dan siapa?
Nggak saya bilang orang lah. Siapapun di antara mereka, jangan black campaign karena itu kontraproduktif juga terhadap dirinya. Saya dengarkan mereka itu menjelek-jelekan PERADI, menjelek-jelekan saya. Nah saya sih biasa dijelek-jelekin orang kan. Buktinya pertarungan kita selama ini kan selalu serangan datang. Tetapi, saya hanya ingin sampaikan. Ada calon ketua umum, menjelek-jelekan PERADI, pengen jadi ketua umum. Mestinya kalau mereka menganggap PERADI itu tidak becus, jangan dong jadi calon ketua umum.

Kenapa mereka jadi calon ketua umum? Karena PERADI kan baik. Saya bangga banyak calon ketua umum sekarang. Dan tidak menyangka begitu banyaknya calon ketua umum. Selama ini saya merasa biasa-biasa saja jadi Ketua Umum PERADI, karena saya anggap ini pengabdian. Tapi sekarang ini terbelalak mata saya. Kok begitu banyaknya yang pengen, dan berambisi luar biasa menjadi ketua umum.

Tetapi saya harus lihat, PERADI ini menjadi gadis manis yang layak dilamar. Jadi kalau mereka mau melamar PERADI, menjadi Ketua Umum PERADI, tapi mengatakan itu bobrok, itu kan kontraproduktif. Kalau dia mengatakan PERADI itu bobrok, kenapa dia mau jadi ketua umum?

Masak dia menjadi ketua umum organisasi yang tidak becus. Saya nggak mau. Disuruh menjadi ketua umum organisasi yang tidak becus saya nggak mau. Kalau organisasi yang baik saya mau.

Bagaimana kalau niat mereka maju menjadi calon Ketua Umum PERADI hanya ingin melakukan perbaikan?
Kalau gitu jangan jelek-jelekan PERADI dong. Jangan jelek-jelekan. Katakan saja ada yang kurang. Ini kurang bagus, kita perbaiki. Nah sekarang gini, bagaimana mereka bisa memperbaiki PERADI kalau mereka sendiri nggak pernah di PERADI? Di mana mereka sekarang ini?

RUU Advokat itu badai yang besar buat PERADI, saya hanya dengan sms ke cabang-cabang. 1200 orang dari cabang-cabang datang. Dengan spontan mereka membela turun ke jalan. Membela RUU Advokat agar RUU itu ditolak. Pertanyaan saya, calon-calon ketua umum itu dimana ketika itu? Yang lain di mana? Kok tiba-tiba sekarang mereka mengatakan dirinya pahlawan memperbaiki PERADI. (Otto mengakui kontribusi Jamaslin James Purba dalam aksi penolakan RUU Advokat, red)

RUU Jelas merusak PERADI. Fakta sudah ada serangan. Waktu itu dong mereka membela PERADI. Waktu itu saat yang tepat mereka membela PERADI. Kalau mereka betul-betul cinta PERADI. Tetapi saya melihat ada yang diam-diam juga sebenarnya mendukung RUU seperti itu kan. Mungkin, ini dugaan saya saja, saya nggak mau menuduh, jangan-jangan mereka sebenarnya senang RUU itu goal. Makanya, mereka tidak membela PERADI. Tetapi setelah RUU itu ditolak, mereka berbondong-bondong menjadi calon ketua umum.

Jadi kalau betul mereka cinta PERADI dan mau memperbaiki PERADI, mestinya pada saat badai besar melanda PERADI, RUU advokat, mereka harus hadir. Dan seluruh advokat Indonesia tahu itu. Pertanyaan saya, dimana mereka? Dan kenapa mereka tidak turun? Padahal mereka punya akses yang luar biasa kepada DPR dan pemerintah pada waktu itu.

Mereka kita harapkan pada waktu itu. semua cabang itu bertanya kepada saya. Kemana senior-senior ini? Kita ditinggalkan mereka sendiri. Akhirnya kita berjuang dengan cabang-cabang tanpa senior-senior itu. Kalau mereka turun, pasti kami tertolong. Tapi kami ditinggalkan. Puji tuhan RUU itu ditolak.

Jadi kalau mereka datang mengatakan, bahwa datang memperbaiki PERADI, jadi pahlawan, saya pikir kok aneh ya. Nggak pas. Ngga linear argumentasi itu.

Jadi maksud saya, kalau mereka mau jadi ketua umum, mari aku senang, monggo. Mau banyak pun silakan. Berkompetisilah secara fair. Baik-baik gitu loh. Jadi kalau ada PERADI yang kurang, perbaiki nanti.

Kalau dibandingkan Munas 2010, apakah eskalasi Munas 2015 lebih tinggi?
Sekarang (lebih tinggi). Calon lebih banyak. Jadi saya tidak tahu ya, kan begini ceritanya. Sebelum eskalasi tinggi, serangan ini kepada saya begini “Ah Pak Otto pasti pengen lagi tiga kali”. Saya bilang berkali-kali, saya nggak. Nggak mungkin. Saya bilang saya ini taat asas. Saya taat asas, saya tahu organisasi. Dari kecil sudah berorganisasi. Dan sukses yang saya dapat karena ketaatan ini. Nggak pernah saya menyimpang, tapi mereka nggak percaya.

Tapi setelah saya declare (tidak maju lagi), you (hukumonline) pertama kali ya (yang memberitakan, red)? Saya dibuat juga di media-media lain, langsung muncul calon-calon ini. Mungkin mereka merasa nyaman, nggak ada lagi saingan gitu kan. Tapi terus terang saya bangga dong kalau mereka banyak menjadi calon.

Kalau tidak ada calonnya, saya sedih. Berarti nggak bagus. Tapi dengan banyaknya calon-calon, saya bahagia karena berarti PERADI ini bagus. Itu yang ada di pikiran saya. Jadi mereka jangan membuat suatu analisa yang kontraproduktif. Maju jadi calon ketua umum, tapi mengatakan PERADI jelek. Itu nggak pas.

Sebagian kalangan menyebut anda berpihak ke kubu Fauzie-Thomas, apa benar?
Begini ya, ini lucu mereka ini. Kok saya sebagai Otto Hasibuan tidak bisa (memihak). Kok, hak keperdataan saya mau mereka matikan. Dia kan juga Ketua Komisi Pengawas (Denny Kailimang,red), kenapa dia berpihak? Luhut, Wakil Ketua Umum PERADI, kenapa dia berpihak, bahkan dia maju. Apakah saya karena ketua umum tidak bisa berpihak. Aneh menurut saya. Dimana dalam anggaran dasar seperti itu (diatur)?.

Nah, yang saya tidak boleh berpihak adalah kalau nanti di dalam Munas, saya tidak menjalankan Munas itu dengan baik, dengan fair. Itu baru saya salah. Jadi Munas saya jalankan dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak. Itulah ketua umum yang baik.

Tapi saya punya pilihan, itukan hak pribadi saya. Itu hak keperdataan saya. Mereka tidak boleh mematikan hak keperdataan saya bahwa saya tidak boleh memilih seseorang. Itu mereka melanggar hak asasi saya.

Jadi apakah benar anda berpihak?
Ya, pasti kita berpihak pada kebenaran kan. Hakim pun berpihak. Berpihak pada kebenaran. Saya punya pilihan. Saya nggak katakan pada siapa tapi saya berpihak. Pasti ada pilihan saya kan. Kader terbaik yang saya anggap baik pasti saya dukung. Nggak mungkin saya tidak dukung yang terbaik. Siapa yang terbaik yang saya dukung ya lihat nanti di Munas Makassar dong.

Jelang anda purna tugas nanti, apa yang diwariskan untuk Ketua Umum PERADI yang baru?
Menurut saya, yang saya wariskan itu dari tiada jadi ada. Bayangkan nggak ada PERADI, jadi ada. Jadi ada, kemudian ada anggotanya. Ada cabang-cabangnya. Ada sistemnya. Ada kewenangannya, yang kelihatan dan tidak kelihatan. Jadi sekarang ibaratnya suatu pemerintahan, ada suatu departemen. Teratur semuanya. Bisa menampung seluruh aspirasi advokat. Pengangkatannya, pendidikannya.

Jadi, kita berdiri PERADI itu melaksanakan perintah undang-undang. UU Advokat  mengatakan kita harus didirikan, kita buat. Undang-undang mengatakan harus ada ujian, kita bikin ujian. Harus ada pengawasan, kita bikin pengawasan.

Kemudian uangnya nggak ada, kita cari uang. Orang ini kan menganggap uang ini kan datang dari negara sehingga mereka ribut soal uang. Dia nggak pernah bertanya bagaimana PERADI mendapat uang. Siapa yang bekerja keras mencari uang ini. Nggak pernah mereka lihat.

Mereka lihat ini uang dari negara mau diabisin. Mestinya bertanya, siapa yang bekerja keras mencari uang ini. Itu tuh pengurus PERADI kan. Pengurus PERADI yang bekerja keras mencari uang ini. Dari mana sektor pendapatannya? Dari pendidikan. Siapa yang membuat ini dari nol sampai sekarang? Fauzie.

Kemudian dapat dari mana lagi uangnya? Dari ujian. Siapa yang melakukan ini? Thomas Tampubolon. Nah kalau bicara kan ini pengurus PERADI. Tapi person-nya mereka yang bisa mencari uang itu, disamping sumber-sumber yang lain. Tapi yang pasti tidak ada negara, dan tidak ada juga dari kantong mereka. Nggak ada. Dari tiada menjadi ada.

Sekarang jadi ada gedung. Ada sistem. Uang juga mungkin ada yang kita sisakan berapa puluh miliar. Dan, selama ini diaudit dengan akuntan publik. Audited. Diaudit dengan predikat wajar tanpa pengecualian. Dan semua mereka bisa lihat itu sewaktu-waktu. Luhut juga bisa melihat, Leo juga sudah melihat, Denny Kailimang juga melihat. Bisa buka buku kan.

Tapi kenapa mereka tidak mau buka bukunya? Mestinya mereka buka buku dong baru teriak. Tapi nggak mau buka buku, teriak. Ya mestinya mereka lihat dong. Nah itu yang saya kesal. Kalau memang mereka mau, buka dong. Di sana lengkap. Mereka kan bisa juga lihat. Dan kalau sekarang juga mereka mau lihat, mari. Saya buka bukunya. Datang ke saya.

Melihat eskalasinya tinggi, apakah menurut anda, Munas 2015 akan berlangsung panas?
Kalau panas itu biasa, namanya Munas mana pun biasa. Berkompetisi kan hangat bukan panas. Hangat menurut saya. Saya hanya mohon saja kepada semua, ya saya katakan tadi saya bangga banyak calon. Saya hanya imbau, berkompetisi lah dengan fair. Menang kalah kan biasa. Dulu juga waktu di IKADIN berkompetisi, saya kalah, saya dapat nomor dua, siap. Tahun berikutnya saya coba lagi, berhasil. Kan biasa kan. Nggak perlu kita menggunakan segala cara. Jangan menghalalkan cara untuk menang. Silakan bertanding.

Kalau besok umpamanya ada aturan yang saya manipulasi, saya nggak fair, itu boleh tuduhkan ke saya. Ini sekarang saya sudah tunjuk SC (steering committee), mari kita kawal SC-nya. Ada OC (organizing committee), mari kita kawal OC-nya. Ada nggak yang nggak benar dibuat, ada yang perbuatannya merugikan?

Saya melihat semua berkompetisi. Juniver berkompetisi, Denny Kailimang membantu. Fauzie ikut, semua berkampanye. Mestinya tidak ada ribut lagi dong. Karena semuanya kan sudah berkampanye. Kalau mereka berkampanye, berarti mau ikut aturan main di Munas kan? Nah, kalau sudah ikut aturan main di Munas, maka jalankan aturan main itu.

Tapi kalau ada nanti ada kalah, terus bikin tandingan, ya saya tidak yakin banyak advokat mendukung. Saya sudah buktikan, betapa cintanya cabang-cabang itu pada PERADI waktu RUU Advokat. Jadi saya kira kalau ada lagi yang mengajak pecah, mestinya nggak ada lagi yang mau. Sudah capek. Kalau mereka melakukan itu (pecah/tandingan), lawan mereka itu kan cabang. Semua cabang-cabang itu pasti menjadi lawan mereka.

Nah prediksi saya ya, panas mungkin selalu ada. Tapi kalau mereka mencoba membakar, membuat pecah, lawan mereka bukan kita, tetapi cabang (dan) nggota. Karena menurut saya pun, anggota pun sudah tidak mau lagi pecah-pecah. Tapi entahlah kalau ada yang menyusup. Kalau ada yang menyusup itu di luar kekuasaan saya.

Jadi harapan saya mudah-mudahan mereka cinta PERADI. Itu aja. Kalau mereka datang ke sana (Munas) karena cinta PERADI, ingin membangun PERADI, kalah pun mestinya terima.

Tags:

Berita Terkait