Pembahasan RUU JPSK Bergantung Kesiapan Pemerintah
Berita

Pembahasan RUU JPSK Bergantung Kesiapan Pemerintah

Sebaiknya Pemerintah siapkan Naskah Akademik dan RUU-nya.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Anggota DPR M Misbakhun. Foto: SGP
Anggota DPR M Misbakhun. Foto: SGP
Setelah sempat ditolak oleh DPR, RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) kembali masuk program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2015. Sejumlah substansi dalam RUU, siap dibahas oleh DPR dan Pemerintah. Lamanya pembahasan RUU ini berada di tangan Pemerintah.

“Tergantung pada Pemerintah apakah segera memasukkan draft RUU dan naskah akademiknya ke DPR. Kalau pemerintah segera memasukkan ke DPR, maka DPR akan segera membahas,” kata anggota Komisi XI DPR M Misbakhun kepada hukumonline, Jumat (27/3).

Ia tak menampik, pada Prolegnas prioritas tahun 2015 ini ada beberapa RUU lain lagi yang wajib diprioritaskan untuk dibahas. Namun, lanjut politisi dari Partai Golkar ini, Komisi XI bisa memberikan prioritas kepada RUU JPSK apabila Pemerintah menginginkannya.

“Kalau DPR menunggu Pemerintah saja. Kalau mau dikebut pembahasannya, kita siap saja. Karena saya menyadari sepenuhnya kebutuhan adanya protokol krisis yang mempunyai payung hukum yang kuat,” tutur Misbakhun.

Terkait substansi yang akan dibahas dalam RUU, lanjut Misbakhun, sebagian besarnya hampir mirip dengan draf RUU pada DPR periode lalu. Misalnya, berkaitan dengan kategori krisis, baik krisis yang berdampak sistemik dan yang tidak berdampak sistemik. Substansi lainnya, berkaitan dengan otoritas yang berwenang dalam pengambilan keputusan di saat krisis tersebut.

Berikutnya, substansi yang berkaitan dengan kebijakan yang menjadi jalan keluar jika terjadi krisis dan menimpa industri perbankan atau lembaga keuangan lain. Apakah, kebijakan yang ditempuh berupa bail-out atau bail-in. Hal ini penting, lantaran masing-masing kebijakan tersebut memiliki konsekuensi yang berbeda-beda.

RUU ini juga akan memuat klausul  tentang perlindungan hukum bagi pengambil kebijakan saat krisis. Ada dua isu terkait klausul ini. Keduanya adalah pengambil kebijakan bisa memperoleh imunitas penuh atau perlindungan hukum yang terbatas.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan stabilitas sistem keuangan akan lebih terjamin dengan adanya UU JPSK yang rancangannya segera diajukan kepada DPR. Menurutnya, dalam RUU JPSK terbaru telah tercantum pasal-pasal agar penentuan bank berdampak sistemik tidak dilakukan ketika terjadi krisis ekonomi, karena hal tersebut berpotensi menimbulkan moral hazard.

RUU ini bakal mencantumkan kriteria bank yang masuk dalam Domestic Systemically Important Bank (DSIB) atau bank-bank besar yang harus diselamatkan, karena apabila ditutup bisa menyebabkan sistem keuangan jatuh. “Ini harus ada, karena kalau ada masalah harus diselamatkan. Kalau tidak diselamatkan, sistem keuangannya kolaps. Bank-bank ini tidak banyak, hanya bank-bank tertentu yang 'size'-nya besar, punya transaksi ke banyak bank dan punya nasabah besar,” katanya.

Duduk bersama
Walau begitu, Misbakhun tak menampik ada ganjalan berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.4 Tahun 2008 tentang JPSK. Menurutnya Perppu JPSK tersebut sudah pernah ditolak DPR. Namun, ada juga pendapat dari sejumlah ahli hukum tata negara yang menilai bahwa, perlu ada RUU Pencabutan Perppu JPSK.

Persoalan ini, lanjut Misbakhun, wajib segera dicari solusinya. Tujuannya agar pembahasan RUU JPSK tidak mengalami masalah hukum di kemudian hari. “Menurut saya ini harus dibuat solusi terbaiknya sehingga pembahasan RUU JPSK tidak mengalami problem hukum tata negara,” katanya.

Menurut Misbakhun, Pemerintah dan DPR wajib mendiskusikan permasalahan ini secara bersama-sama. “Saya yakin dengan duduk bersama akan ditemukan solusi yang terbaik tanpa harus mengorbankan kepentingan utamanya yaitu bangsa ini butuh payung hukum yang kuat yang menjadi landasan protokol krisis di sektor keuangan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait