Hapendi Harahap: Mengusung Empat Prioritas
Jelang Kongres IPPAT:

Hapendi Harahap: Mengusung Empat Prioritas

Pensiun muda sebagai polisi, lalu menjalankan profesi pengacara praktek, Hapendi bekerja sebagai notaris/PPAT. Berharap panitia Kongres bersikap netral, objektif, dan transparan.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Hapendi Harahap di kantornya. Foto: Koleksi Pribadi
Hapendi Harahap di kantornya. Foto: Koleksi Pribadi
Kongres VI Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) akan digelar di Surabaya, Jawa Timur, pada 9-10 April mendatang. Sejumlah nama disebut-sebut akan memperebutkan kursi ketua umum organisasi ini. Salah satunya, Hapendi Harahap. Di sela-sela kesibukannya menyusun disertasi tentang hukum jaminan di salah satu perguruan tinggi di Bandung, Jawa Barat, pria kelahiran Desember 1962 ini masih mempersiapkan diri menuju orang nomor satu di IPPAT.

Hapendi sudah malang melintang di dunia hukum. Sebelum menjadi notaris/PPAT pada 1998, ia berlatar belakang seorang polisi yang kemudian mengajukan pensiun muda. Setelah itu, ia menjalankan profesi advokat di Bandung. Di dunia notaris/PPAT, ia pernah tercatat sebagai Ketua Pengurus Wilayah INI Provinsi Banten.

Menjadi orang nomor satu di IPPAT bukan perkara mudah. Persaingan mungkin ketat, dan setiap kandidat berusaha mendapatkan dukungan. Dukungan itu bisa dipengaruhi oleh visi misi yang diemban.

Hapendi mengatakan visi misi seorang calon tak lepas dari AD/ART perkumpulan IPPAT. Meskipun tak menafikan yang lain, Hapendi menitikberatkan pada empat hal yaitu memajukan dan mengembangkan ilmu hukum pada umumnya; mempererat hubungan kerja dan saling pengertian antar PPAT dengan masyarakat dan instansi terkait; meningkatkan harkat dan martabat jabatan para PPAT; dan meningkatkan profesionalisme para PPAT. “Keempat inilah yang harus mendapat prioritas kerja dari ketua umum terpilih,” harapnya.

Berdasarkan visi yang dirumuskan dalam AD/ART itu, Hapendi mencatat sejumlah pembenahan yang perlu dilakukan untuk memperkuat organisasi IPPAT ke depan. Pertama, meningkatkan pemahaman PPAT terhadap pengetahuan social kemasyarakatan dan pengetahuan disiplin hukum di luar hukum keperdataan. Kedua, melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kepatuhan PPAT terhadap etika profesi dan hukum. Ketiga, mendorong pembenahan regulasi yang selama ini tidak mendukung profesionalisme PPAT. Keempat, mendorong penguatan organisasi termasuk mengembangkan kontribusi perkumpulan terhadap anggota.

Salah satu yang menarik adalah gagasan Hapendi untuk melakukan kajian-kajian yuridis dan pendirian lembaga bantuan hukum sebagai sayap organisasi PPAT. Dengan melakukan kajian, IPPAT tak lagi berada di pinggir proses legislasi nasional, tetapi menjadi bagian penting yang berkontribusi untuk pembangunan hukum. Hasil-hasil kajian organisasi itu, kata Hapendi, ‘disampaikan kepada pemerintah dan DPR’.

Kajian itu juga dibutuhkan untuk kebutuhan penguatan organisasi dan memperjelas problematika hukum yang selama ini kurang memberi kepastian dalam praktek kerja PPAT. Misalnya, pola hubungan kerja antara kantor PPAT selaku pembantu pelaksana pendaftaran tanah dengan Kantor Pertanahan selaku pelaksana (PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah). Itu baru satu contoh. “Kalau kita melihat regulasi yang ada, sangat banyak peraturan yang kurang memberikan kepastian hukum dalam praktek PPAT,” ujar Hapendi kepada hukumonline.

Mengenai penyelenggaraan Kongres VI, Hapendi berharap panitia bersikap netral, objektif dan transparan.
Tags:

Berita Terkait