Anggota DPR Kritik Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Utama

Anggota DPR Kritik Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Kenaikan iuran belum diperlukan, kecuali untuk iuran peserta PBI. Anggota Dewan minta BPJS Kesehatan diaudit.

Oleh:
ADY THEA
Bacaan 2 Menit
BPJS Kesehatan. Foto: RZK
BPJS Kesehatan. Foto: RZK
Sejumlah anggota DPR yang duduk di Komisi IX mempersoalkan rencana pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kebijakan itu dikhawatirkan bisa mempengaruhi kepesertaan warga miskin dan semakin membebani rakyat. Kenaikan tak pas kalau belum dilakukan audit.

Suir Syang, politisi Partai Gerindra, misalnya menilai rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta non PBI (Penerima Bantuan Iuran) tidak tepat. Sebab di lapangan masih banyak masyarakat miskin yang tidak tercakup PBI mendaftar sendiri sebagai peserta bukan penerima upah (PBPU) dengan mengambil ruang perawatan kelas tiga yang iurannya Rp25.500 per bulan setiap orang. Jika iuran BPJS Kesehatan bagi peserta non PBI naik, ia khawatir masyarakat miskin yang telah mendaftar PBPU berhenti jadi peserta non PBI.

Anggota Komisi IX dari PDIP, Ketut Sustiawan, menyebut sebelum iuran BPJS Kesehatan dinaikan, harus dilakukan audit terlebih dulu agar bisa dihitung ulang berapa kenaikan yang diperlukan. “BPJS Kesehatan harus diaudit dulu,” katanya dalam Rapat Kerja di Senayan, Rabu (01/4).

Senada, anggota Komisi IX dari Partai Golkar, Andi Fauzia Pujiwatie Hatta, mengatakan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan harus dipertimbangkan kembali dan harus menunggu hasil audit. Saat harga BBM naik dan kemungkinan pengaruhnya terhadap harga kebutuhan pokok, maka kenaikan iuran BPJS Kesehatan bakal menimbulkan rasa tidak adil kepada masyarakat terutama golongan ekonomi menengah ke bawah.

Fauzia mengingatkan, dengan besaran iuran yang ada sekarang, pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan masih dikeluhkan masyarakat. Karena itu, ketimbang menaikkan iuran, lebih baik BPJS Kesehatan melakukan pembenahan internal lebih dahulu. “Tidak pantas (kenaikan iuran,-red) kalau pelayanan masih bermasalah,” tukasnya.

Berdasarkan pemantauan Nihayatul Wafiroh di lapangan, peserta yang diuntungkan dengan sistem BPJS Kesehatan sepakat kalau iuran dinaikkan. Tapi, peserta yang ditemuinya itu jumlahnya sedikit. Sementara peserta BPJS Kesehatan yang sedang mengantri di RS keberatan jika besaran iuran naik. Peserta yang keberatan itu jumlahnya sangat banyak. “Mereka bertanya apakah dengan kenaikan iuran itu ada jaminan pelayanan terhadap peserta akan lebih baik,” ujar politisi PKB itu.

Anggota Komisi IX dari PPP, Okky Asokawati, mengatakan jika BPJS Kesehatan defisit yang pertama kali harus disorot adalah bagaimana manajemen BPJS Kesehatan mengelola lembaga yang menggelar jaminan kesehatan itu. Apalagi di tengah kondisi itu, kata Okky, Direktur Utama BPJS Kesehatan malah bertandang ke German dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan ke Swiss. Ia meminta ada laporan hasil kunjungan ke luar negeri itu.

Okky meminta kenaikan iuran tidak dijalankan saat ini karena akan semakin memberatkan masyarakat. Tapi ia sepakat jika iuran peserta PBI naik. “Karena iuran PBI jauh lebih rendah (Rp19.225) daripada peserta mandiri ruang perawatan kelas tiga (Rp.25.500),” katanya.

Politisi Partai Nasdem, Irma Suryani, tidak setuju rencana kenaikan iuran bagi peserta non PBI BPJS Kesehatan. Kenaikan iuran itu tidak perlu selama manajemen BPJS Kesehatan belum diperbaiki. “Manajemen BPJS Kesehatan dibenahi dulu baru minta kenaikan iuran,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait