Ferdinant Juga Divonis 10 Tahun, Pengacara: Hakim Mempermalukan Hukum Indonesia
Kasus Pencabulan JIS

Ferdinant Juga Divonis 10 Tahun, Pengacara: Hakim Mempermalukan Hukum Indonesia

Tim Penasehat menganggap Hakim mengikuti alur orang tua korban, majelis tegaskan tidak ada rekayasa.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Sejumlah guru dan karyawan JIS menghadiri sidang pembacaan vonis terhadap rekan mereka Neil dan Ferdinant di PN Jaksel, Kamis (2/4). Foto: RES
Sejumlah guru dan karyawan JIS menghadiri sidang pembacaan vonis terhadap rekan mereka Neil dan Ferdinant di PN Jaksel, Kamis (2/4). Foto: RES

Guru Jakarta International School (JIS) asal Indonesia, Ferdinant Tjiong diganjar hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan karena terbukti melakukan pencabulan. Hukuman ini sama persis dengan vonis yang dijatuhkan kepada guru lainnya, Neil Bantleman yang diadili dalam persidangan terpisah.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang diketuai oleh Nur Aslam Bustaman menilai Ferdinant terbukti bersalah atas tuduhan mencabuli tiga siswa JIS. "Menyatakan terdakwa memenuhi syarat dan secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, tipu muslihat, membujuk dan membiarkan adanya tindakan cabul," ujarnya di PN Jaksel, Kamis (2/4) malam.

Majelis menyatakan Ferdinant bersalah dan dihukum berdasarkan tuntutan primer Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Pertimbangan dalam putusan yang dibacakan oleh Nur Aslam sama dengan pertimbangan yang diberikan pada putusan Neil.

Hal yang memberatkan Ferdinant, diantaranya, tidak mengakui perbuatannya, tidak menyesal, dan tidak meminta maaf atas perbuatan cabul yang dilakukan kepada anak yang masih memiliki masa depan. “Sedangkan hal yang meringankan ialah terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya, dan terdakwa berperilaku sopan selama persidangan,” ujar Nur Aslam.

Dalam pertimbangannya, Nur Aslam menjelaskan bahwa tidak ada rekayasa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan seperti apa yang telah didalilkan di luar. “Bahwa tidak ada rekayasa dalam pemeriksaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagaimana yang telah didalilkan oleh media dalam atau luar negeri. Hal tersebut semua dilakukan guna untuk menghalangi majelis hakim untuk memutus berdasarkan keadilan berdasar Ketuhanan yang Maha Esa,” tegasnya.

Majelis mengenyampingkan bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan oleh pihak Ferdinant.

Sama seperti Neil Bantleman, Ferdinant juga menolak putusan hakim ini dan menyatakan akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim ini.

Tim Penasehat Hukum Ferdinant, Hotman Paris Hutapea menganggap bahwa hakim mengikuti alur cerita yang dibuat oleh orang tua korban  yang tercantum dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang disusun oleh Kepolisian.

“Neil dan Ferdi sangat kecewa dan kaget luar biasa dengan putusan majelis hakim ini. Mereka tidak menyangka dengan bukti-bukti yang sangat lemah yang disodorkan oleh JPU, majelis hakim akan mengambil keputusan ini. Karena itu mereka akan terus berjuang mencari kebenaran,” tegas Hotman usai persidangan.

Putusan majelis hakim yang terdiri dari Nur Aslam Bustaman sebagai ketua, serta Achmad Rivai dan Baktar Jubri masing-masing sebagai anggota dianggap  Hotman telah mempermalukan penegakan hukum di Indonesia.

“Putusan pengadilan ini sangat memalukan penegakkan hukum di Indonesia. Tidak hanya majelis mengesampingkan seluruh saksi tanpa dasar yang jelas, tapi juga kontradiktif dalam pertimbangan hukumnya sendiri. Dengan mendengarkan pertimbangan hakim, maka guru manapun juga bisa saja divonis melakukan pelecehan seksual terhadap murid,” pungkas Hotman. 

Tags:

Berita Terkait