Bila Siap, RUU Sumber Daya Air Bisa Masuk Prolegnas
Berita

Bila Siap, RUU Sumber Daya Air Bisa Masuk Prolegnas

Tergantung kesiapan dari pengusul. Masuk melalui daftar kumulatif terbuka, khususnya slot dari menindaklanjuti putusan MK.

Oleh:
FAT/RFQ
Bacaan 2 Menit
Wicipto Setiadi. Foto: Sgp
Wicipto Setiadi. Foto: Sgp
Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Alasannya, beleid itu dianggap belum menjamin pembatasan pengelolaan air oleh pihak swasta, sehingga dinilai MK bertentangan dengan UUD 1945. Untuk mengisi kekosongan hukum, MK menghidupkan kembali UU No.11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

Pemerintah sendiri berencana akan menyusun RUU baru yang senafas dengan putusan MK tersebut. Penyusunan RUU ini masuk dalam rencana jangka panjang pemerintah. “Jangka panjangnya ya itu tadi, menyusun RUU yang sesuai dengan rekomendasi atau pertimbangan putusan MK,” kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Wicipto Setiadi kepada hukumonline di Komplek Parlemen di Jakarta, Senin (6/4).

Menurutnya, pengajuan RUU bisa dilakukan kapan saja, tergantung kesiapan dari pihak yang menjadi inisiator pengusul UU. Wicipto mengatakan, RUU itu bisa masuk dalam slot daftar RUU kumulatif terbuka yang bisa diajukan di tiap tahun baik oleh DPR maupun pemerintah. Setidaknya, ada lima jenis RUU yang bisa masuk dalam daftar kumulatif terbuka.

Pertama, daftar RUU kumulatif terbuka tentang pengesahan perjanjian internasional. Kedua, daftar RUU kumulatif terbuka akibat putusan MK. Ketiga, daftar RUU kumulatif terbuka tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keempat, daftar RUU kumulatif terbuka tentang pembentukan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dan kelima, daftar RUU kumulatif terbuka tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU menjadi UU.

“Putusan MK itu memang bisa menjadi prioritas yang ada daftar kumulatif terbuka, jadi setiap tahun kalau itu memang putusan MK dan di pemerintah segera diprioritaskan, bisa masuk,” kata Wicipto.

Hingga kini, lanjut Wicipto, pemerintah tengah menjalankan rencana jangka pendek, yakni menyusun Peraturan Pemerintah (PP) yang sesuai dengan UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan. PP tersebut masih disusun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, namun belum disampaikan ke Kemenkumham.

“Sekarang yang sedang dilakukan untuk jangka pendekanya adalah menyusun PP yang sesuai dengan UU No. 11 Tahun 1974. Masih di Kementerian PU dan Pera, sedang disusun terus, tapi belum disampaikan ke Kemenkumham untuk dapatkan harmonisasi,” kata Wicipto.

Hal sama diutarakan Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo. Menurut politisi dari Partai Gerindra ini, pengajuan RUU SDA bisa masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) kapan saja. Bahkan, RUU bisa masuk pada tahun berjalan. “Tergantung kita membutuhkan atau tidak,” katanya.

Ia tak menampik, sifat penyusunan RUU memiliki waktu yang tak sebentar. Meski begitu, RUU SDA wajib mengedepankan pengelolaan dan penguasaan oleh negara terlebih dahulu. Bukan dikelola atau dikuasai oleh pihak tertentu sehingga merugikan negara.

“Tapi yang jelas, sumber daya air ini adalah strategis. UUD 1945 mengatakan, bumi air alam dikuasai oleh negara dulu. Tidak bisa diserahkan oleh sekelompok orang, atau sekelompok pengusaha atau sekelompok apapun yang sifatnya individu untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Jadi, negara dulu, setelah itu baru dikuasai (pihak lain, red),” kata Edhy.

Ia mencatat, setidaknya sekitar 4000 mata air di wilayah Indonesia telah berkurang. Atas dasar itu, pengelolaan dan penguasaan air menjadi penting bagi negara untuk mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan yang lain.

“Tidak boleh ada petani butuh air, tukang sapi butuh air, tapi tidak ada air, air malah diperjualbelikan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait