Advokat Minta MK Perluas Objek Praperadilan
Berita

Advokat Minta MK Perluas Objek Praperadilan

Majelis meminta pemohon menguraikan pertentangan norma yang diuji dengan pasal-pasal UUD 1945 yang menjadi batu uji.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Advokat Minta MK Perluas Objek Praperadilan
Hukumonline
Upaya sejumlah pihak yang hendak memperluas objek praperadilan terus bergulir. Kini, giliran Muhammad Zainal Arifin lewat pengujian Pasal1 angka 10, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 82, Pasal 95, dan Pasal 96 KUHAP ke MK. Pemohon mengganggap pasal-pasal yang mengatur proses praperadilan ini telah membatasi objek praperadilan yang merugikan pemohon selaku advokat karena tidak dapat menguji keabsahan upaya paksa lainnya.

“Pasal-pasal itu telah membatasi pengertian dan objek praperadilan, sehingga tidak dapat mengajukan upaya hukum secara maksimal terhadap upaya paksa penggeledahan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri dan pemblokiran rekening secara sewenang-wenang yang menimpa klien pemohon,” ujar salah satu kuasa pemohon, Heru Setiawan, dalam sidang pendahuluan yang diketuai Wahiduddin Adams di ruang sidang MK, Kamis (09/4).

Misalnya, Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77 KUHAP menyebutkan pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan sah atau tidaknya penghentian penuntutan.

Heru melanjutkan pembatasan objek praperadilan ini mengakibatkan hak-hak pihak ketiga yang beriktikad baik dirugikan oleh penggeledahan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri, dan pemblokiran rekening. Tindakan-tindakan itu acapkali dilakukan aparat penegak hukum secara sewenang-wenang, sehingga dibutuhkan upaya hukum praperadilan untuk menguji keabsahannya.

“Setiap tindakan upaya paksa seperti penggeledahan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri dan pemblokiran rekening yang melanggar peraturan perundang-undangan bentuk perampasan hak asasi manusia. Adanya praperadilan ini diharapkan dapat menguji atau mengkoreksi upaya paksa yang sewenang-sewenang, apakah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku,” paparnya

Karena itu, pemohon meminta MK memberi tafsir dengan cara memperluas objek praperadilan meliputi sah-tidaknya penggeledehan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri, dan pemblokiran rekening. “Menyatakan Pasal 1 angka 10, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 82, Pasal 95 dan Pasal 96 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang pengertian praperadilan dalam pasal-pasal itu tidak dimaknai termasuk pula ‘wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya penggeledahan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri, pemblokiran rekening atas permintaan pihak yang dirugikan’,” pintanya.      

Menurutnya, adanya penafsiran praperadilan pasal-pasal itu oleh merupakan bentuk penghormatan atas prinsip due process of law dalam proses peradilan pidana khususnya terhadap pihak-pihak yang dirugikan atas upaya paksa penggeledahan, penyitaan, pencegahan ke luar negeri, dan pemblokiran rekening. Hal ini upaya mewujudkan kepastian hukum yang adil dalam sebuah negara hukum sebagaimana amanat UUD 1945.

Menanggapi permohonan, anggota Majelis Panel Anwar Usman meminta agar pemohon memperhatikan sejumlah putusan MK dan beberapa perkara yang sedang berproses di MK terkait dengan permohonan ini. Misalnya, putusan MK No. 67/PUU/2014, putusan MK No. 78/PUU/2013, putusan MK No. 102/PUU/2013, dan lain-lain.   

“Amar putusannya tidak dapat diterima dan ditolak, ini bisa dilihat pasal-pasal berapa yang diuji, kenapa tidak dapat diterima atau ditolak? Ini bisa dijadikan acuan,” sarannya.

Panel lainnya, Suhartoyo mengingatkan menyangkut upaya hukum praperadilan terhadap penggeledehan dan penyitaan pernah diputuskan oleh MK. Namun, dia mengakui menyangkut  pencekalan dan pemblokiran belum ada mekanisme untuk menguji keabsahannya.

“Filosofisnya, apakah ini (pencekalan dan pemblokiran) bentuk upaya paksa atau tidak masih menjadi perdebatan, tentunya ini akan dibawa ke sidang pleno dan nantinya semuanya akan diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH),” kata Suhartoo dalam persidangan.

Wahiduddin Adams hanya meminta agar permohonan menguraikan pertentangan norma yang diuji dengan  pasal-pasal UUD 1945 yang menjadi batu uji. “Permohonan ini belum menggambarkan pertentangan normanya, ini harus diuraikan dalam permohonan,” pintanya.
Tags:

Berita Terkait