Ini Kiat Agar Para Istri Terhindar dari Jerat Korupsi
Berita

Ini Kiat Agar Para Istri Terhindar dari Jerat Korupsi

Seorang istri harus memposisikan diri sebagai menteri keuangan dalam keluarga.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Spanduk raksasa Saya Perempuan Anti Korupsi. Foto: RES
Spanduk raksasa Saya Perempuan Anti Korupsi. Foto: RES
Ada fenomena menarik muncul dalam praktik pemberantasan korupsi di Indonesia. Meskipun sejauh ini belum ada data resminya, tetapi terpampang jelas melalui pemberitaan media massa, kalangan perempuan yang terjerat kasus korupsi semakin banyak. Hukumonline mencatat setidaknya terdapat 11 nama perempuan yang terjerat pusaran kasus korupsi.

Menariknya, sejumlah nama terdakwa atau bahkan sudah terpidana terjerat kasus korupsi bersama sang suami tercinta. Sebut saja, Masyito yang merupakan istri mantan Wali Kota Palembang Romi Herton. Masyito didakwa melakukan suap terkait pengurusan sengketa Pilkada Palembang di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Lalu, ada juga nama Nur Latifah. Istri Bupati Karawang Ade Swaraini didakwa melakukan tindak pidana suap, pemerasan, dan pencucian uang terkait pengurusan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan PT Tatar Kertabumi di Karawang. 

Mencermati fenomena tersebut, lantas bagaimana caranya agar para istri tidak terjerat kasus korupsi? Dua narasumber acara diskusi dalam rangka peringatan Hari Kartini di Gedung KPK, Selasa (21/4), memaparkan kiat-kiat menghindar dari jeratan korupsi.

Mantan Kepala Biro Hukum KPK, Chatarina Girsang menyebut kiat yang paling sederhana adalah menjalin komunikasi yang baik dengan suami. Menurut jaksa perempuan yang dikenal tegas ini, peran istri sangat penting dalam menjaga komunikasi dengan sang suami. Komunikasi, kata Chatarina, adalah satu bentuk upaya pencegahan korupsi.

Dia menegaskan, seorang istri harus memposisikan diri sebagai menteri keuangan dalam keluarga. Artinya, seorang istri harus mengetahui sumber-sumber pemasukan keuangan dalam rumah tangga. Dengan kata lain, seorang istri harus mengetahui dari mana sang suami mendapatkan uang. Menurut Chatarina, seorang istri jangan sampai menjadi korban atas ketidaktahuannya.

“Seorang perempuan harus mengetahui posisi suami pada institusi kerja seperti apa, serta sumber-sumber penghasilan yang diterimanya. Kita harus punya trik-trik tertentu sebagai menteri keuangan-nya keluarga. Tapi tentu tujuannya bukan untuk korupsi ya,” imbuhnya.

Chatarina mengingatkan bahwa UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memuat rumusan frasa “patut diduga” yang sering ‘menjebak’ para istri sehingga turut terseret dalam kasus tindak pidana pencucian uang yang dilakukan sang suami.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, rumusan frasa “patut diduga” itu terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010, yang lengkapnya “Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan basil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Pada bagian penjelasan pasal, makna dari frasa “patut diduga” adalah suatu kondisi yang memenuhi setidak-tidaknya pengetahuan, keinginan, atau tujuan pada saat terjadinya Transaksi yang diketahuinya yang mengisyaratkan adanya pelanggaran hukum.

“Unsur patut diduga ini yang akan dibuktikan oleh jaksa di persidangan. Apakah kita tahu berapa besaran penghasilan suami? Intinya ini soal ketahuan atau ketidaktahuan kita dan kita membiarkan itu terjadi,” jelas Catharina.

Narasumber lainnya, Gandjar Laksmana Bonaprapta meyakini bahwa naluri atau insting perempuan yang melekat pada seorang istri dapat mencegah terjadinya korupsi. Menurut dia, lazimnya seorang istri akan dilibatkan ketika suami hendak melakukan sesuatu. Misalnya, jika suami ingin membeli mobil baru, istri pasti dilibatkan, setidaknya suami akan bertanya preferensi warna sang istri.

“Istri kan jadi tahu dan langsung terpikir juga, ini mau beli mobil punya duit dari mana? Tabungannya dari mana?” tutur Gandjar yang tercatat sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

“Itu yang kita harapkan sebagai istri, sebagai ibu, apalagi kalau punya peran pejabat publik, saya yakin dengan nalurinya bisa lebih kuat menularkan virus anti korupsi,” ujar Gandjar yang dipercaya menjadi mentor dalam gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK).

Sebelumnya dalam acara Festival Antikorupsi, Putri Indonesia 2014, Elvira Devinamara juga sempat berbagi kiat untuk para istri agar terhindar dari jerat korupsi. Menurut dia, seorang istri harusmenghindari pola hidup konsumtif, karena istri yang konsumtif akan mendorong suami melakukan korupsi.

“Jadi, jangan ikut arisan yang mengharuskan punya tas Hermes, kalau kenyataannya tidak mampu, (karena) nanti ujungnya korupsi,” kata mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya ini mencontohkan.

Elvira meyakini bahwa ungkapan “Di Balik Laki-Laki Hebat, Ada Wanita yang Kuat” itu adalah benar. Namun, makna “Wanita yang Kuat” itu harusnya dimaknai “kuat mendorong suaminya untuk tidak korupsi”, bukan sebaliknya justru kuat mendorong suami untuk melakukan korupsi.

“Seorang istri itu harus mendorong suami untuk mencari nafkah yang halal,” tukasnya.
Tags:

Berita Terkait