Pemerintah Diminta Abaikan Intervensi PBB Soal Eksekusi Hukuman Mati
Berita

Pemerintah Diminta Abaikan Intervensi PBB Soal Eksekusi Hukuman Mati

Karena yang menjadi korban gembong narkoba adalah Indonesia, bukan negara lain.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Ketua DPR Setya Novanto. Foto: RES
Ketua DPR Setya Novanto. Foto: RES
Rencana pemerintah melalui Kejaksaan Agung yang akan melakukan eksekusi mati tahap dua  terhadap sembilan terpidana mati mendapat intervensi dari sekjen PBB Ban Ki Moon. Pemerintah Indonesia diminta tetap melaksanakan hukuman tersebut lantaran putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap. Selain itu, pemerintah tetap menjalankan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

“Kita haus patuh menjalankan apa yang menjadi UU di Indonesia. Yang dilakukan Jaksa Agung sudah tepat karena masalah hukuman mati tersebut. Narkoba sudah marak dan sangat luar biasa di Indonesia,” ujar Ketua DPR Setya Novanto melalui sambungan telepon kepada wartawan di DPR, Selasa (28/4).

Menurutnya, PBB tak dapat mengintervensi pemerintah Indonesia terkait pelaksanaan hukuman mati. Terlebih, hukuman mati masih diberlakukan dalam hukum positif di Indonesia. Penerapan hukuman mati terhadap pelaku gembong narkoba dinilai tepat. Pasalnya korban narkoba di Indonesia terbilang tinggi dibanding dengan negara lain.

“Yang penting yang ditangkap bukan pesuruh, tapi gembongnya. Sudah saatnya Indonesia menegakan masalah hukuman mati. Tidak bisa PBB mengintervensi hukum yang sudah ditetapkan oleh Indonesia,” imbuh politisi Partai Golkar itu

Ketua MPR Zulkiflie Hasan menambahkan, Indonesia sebagai negara besar dan berdaulat. Intervensi oleh pihak lain terhadap sistem hukum yang berlaku di sebuah negara tak diperbolehkan. Ia berpandangan jika Indonesia sudah mengambil keputusan berdasarkan sistem hukum yang berlaku, maka mesti dilaksanakan terlepas adanya intervensi dari pihak asing. “Kalau sudah diambil keputusan sesuai terbaik sesuai perundangan kita, ya sudah kita laksanakan (hukuman mati, red),” ujarnya.

Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu berpandangan hukuman mati prinsipnya memang menjadi hak Tuhan. Namun lantaran Indonesia dalam kondisi darurat narkoba, maka pemerintah dapat mengambil terobosan untuk mencegah bertambahnya korban dari peredaran narkoba yang kian masif. Korban narkoba tak saja dari masyarakat kelas bawah, bahkan dari kalangan aparat, pejabat hingga anggota dewan.

“Artinya kita ini masuk kategori darurat narkoba, oleh karena itu walau punn begitu berarti saya setuju dan mendukung pemerintah, Jaksa Agung untuk melaksanakan hukuman mati. Kita setuju, kita dukung itu,” ujarnya.

Anggota Komisi I DPR TB Hassanudin berpandangan menyesalkan intervensi Sekjen PBB Ban Ki Moon soal hukuman mati di Indonesia. Ia menilai sejauh ini belum adanya Sekjen PBB yang berbicara hukum positif di negara masing-masing. Hukuman mati, kata Hassanudin, merupakan bagian hukum positif di Indonesia. “Sehingga Sekjen PBB tidak perlu ikut campur, karena ini bukan masalah konflik antar negara tapi hukum yang berlaku dinegara -negara itu,” ujarnya.

Jenderal purnawirawan bintang dua TNI itu mencatat, setidaknya hukuman mati masih berlaku di negara Malaysia, Afrika, Timur Tengah, bahkan di Amerika. Namun, Sekjen PBB tak pernah mencampuri hal tersebut.

Sebab, bukan menjadi tugasnyamengintervensi hukuman mati di sebuah negara, termasuk di Indonesia. Ia menegarai, Sekjen PBB mendapat tekanan dari Australia, Prancis dan Brazil yang warga negara dari ketiga negara tersebut menjadi terpidana mati yang akan dieksekusi pemerintah Indonesia.

Selain itu, sikap Ban Ki Moon berdampak menurunkan kredibilitas PBB. Bahkan, langkah Ban Ki Moon menunjukan lembaga internasional yang dipimpinnya terbiasa mendapat tekanan dari berbagai pihak. “Menyikapi hal ini, saya berharap Indonesia jalan terus melakukan hukuman mati, karena yang menderita akibat narkoba ini adalah Indonesia, bukan negara lain,” pungkas politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Tags:

Berita Terkait