Sejumlah Kalangan Khawatir Larangan Asing Kelola Air
Utama

Sejumlah Kalangan Khawatir Larangan Asing Kelola Air

Jika modal asing ditutup, bukan hanya perusahaan air minum dalam kemasan yang terkena dampaknya, tapi seluruh perusahaan yang menggunakan air.

Oleh:
FAT/M-23
Bacaan 2 Menit
Diskusi hukumonline dengan tema
Diskusi hukumonline dengan tema
Menurutnya, berdasarkan enam prinsip dasar batasan pengelolaan sumber daya air yang termaktub dalam putusan MK, pemberian izin kepada swasta dalam melakukan pengusahaan atas air masih dimungkinkan dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.

“Swasta boleh terlibat dalam penyediaan air minum yang menguasai hajat hidup orang banyak, tapi swastanya tidak disebutkan dari mana dan modalnya dari mana,” kata Rachmat dalam acara diskusi yang digelar hukumonline dengan tema “Kesiapan Pelaku Usaha dan Pemerintah Pasca Dibatalkannya UU Sumber Daya Air” di Jakarta, Selasa (28/4).

Atas dasar itu, lanjut Rachmat, penanaman modal oleh asing untuk perusahaan pengguna air masih berlaku. Menurutnya, jika modal asing ditutup bukan hanya perusahaan air minum dalam kemasan yang terkena dampaknya, tapi seluruh perusahaan yang menggunakan air sebagai media atau bahan baku juga akan ikut terpengaruh.

“Putusan MK tidak sebutkan apapun modal dalam negeri atau luar negeri. Saya tidak bisa terima kalau swasta asing tidak boleh mengusahakan air, mohon klausul seperti itu (dalam RPP, red) dihilangkan,” kata Rachmat.
Dalam putusannya, MK memang menetapka prinsip-prinsip dalam pengelolaan sumber daya air. Pertama, setiap pengusahaan air tidak boleh mengganggu dan meniadakan hak rakyat. Kedua, negara harus memenuhi hak rakyat atas air sebagai salah satu hak asasi manusia, yang berdasarkan Pasal 28I ayat (4) UUD harus menjadi tanggung jawab pemerintah.
Ketiga, MK pengelolaan air pun harus mengingat kelestarian lingkungan. Keempat, sebagai cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak air menurut Pasal 33 ayat 2 UUD 1945 harus dalam pengawasan dan pengendalian oleh negara secara mutlak. Kelima, hak pengelolaan air mutlak milik negara, maka prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD.

“Apabila semua pembatasan tersebut terpenuhi dan masih ada ketersediaan air, pemerintah masih dimungkinkan memberi izin pada swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto saat membacakan pertimbangannya.

 
Hal sama juga diutarakan Direktur Center for Regulation, Policy and Governance (CPRG), Mohamad Mova Al’Afghani. Menurutnya, putusan MK tidak melarang swasta untuk pengelolaan air. Putusan MK juga tidak membedakan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri.

“MK preferensi kepada BUMN atau BUMD, tapi dengan hal ini apakah dapat melanggar treaty Indonesia dengan luar terkait investasi. BUMN/BUMD adalah legal person tersendiri, dapat dikategorikan sebagai corporate dan tidak mengikat ke negara sepenuhnya, dan kontrol negara juga belum tentu penuh atas BUMN/BUMD ini,” tutur Mova.

Terkait dampak perizinan, lanjut Mova, ada dua isu yang bisa dipantau oleh regulator. Pertama bagi perusahaan yang sudah memperoleh izin. Kepada perusahaan tersebut perlu atau tidak dilakukan evaluasi dan disesuaikan dengan enam prinsip dasar pengelolaan air dari putusan MK. Sedangkan isu yang kedua, adalah izin yang akan diberikan kepada perusahaan. Terkait hal ini, penting diterapkan enam prinsip dasar tersebut.

Kepala Subdit Pengaturan Direktorat Bina PSDA Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Sigid HD Pramana menyambut baik usulan yang dilontarkan sejumlah pihak. Menurut dia, penolakan larangan asing dalam mengelola air bisa menjadi masukan Kementerian dalam menyusun dan membahas RPP SDA.

“Semua masukan akan diakomodir, tinggal dinamika pembahasan, argumen yang kuat seperti apa, logikanya masuk atau tidak, dasar hukumnya jelas atau tidak,” ujar Sigid.
[Versi Bahasa Inggris]Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan untuk membatalkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Turunan dari putusan MK itu, pengelolaan dan penguasaan sumber daya air dikembalikan pada UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum sebelum dibentuk undang-undang baru. Tindak lanjut dari putusan MK, pemerintah langsung menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) SDA. Salah satu ketentuan dalam RPP itu menyebutkan bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan oleh penanaman modal dalam negeri (PMDN). Ketentuan ini ditentang oleh sejumlah kalangan karena dianggap melarang modal asing dalam pengelolaan air ini.

Salah satu yang menentang adalah Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Pengguna Air (FKLAPA). Perwakilan dari FKLAPA, Rachmat Hidayat mengatakan, dampak terbesar dari putusan MK adalah pengaturan mengenai izin penggunaan air.
Tags:

Berita Terkait