Soal Hukuman Mati, Pemerintah Perlu Protes Pernyataan Sekjen PBB
Berita

Soal Hukuman Mati, Pemerintah Perlu Protes Pernyataan Sekjen PBB

Pernyataan hukuman mati dari Sekjen PBB yang disampaikan berdekatan dengan pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, mengindikasikan pernyataan tersebut ditujukan kepada Indonesia.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Hikmahanto Juwana. Foto: SGP
Hikmahanto Juwana. Foto: SGP
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri atau Duta Besar Perwakilan Tetap Republik Indonesia di New York, perlu segera melakukan protes keras terhadap Sekjen PBB, Ban Ki Moon, yang diwakili Juru Bicaranya terkait pelaksanaan hukuman mati. Hal ini disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Univesitas Indonesia, Himahanto Juwana, dalam rilis, Kamis (30/4).

Menurut Hikmhanto, pernyataan demi pernyataan disampaikan baik menjelang dan pasca pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Terakhir kali, Sekjen PBB menyesalkan hukuman mati di Indonesia dan mengatakan bahwa hukuman mati tidak memiliki tempat di Abad-21 ini.

Hikmahanto bependapat, pernyataan hukuman mati dari Sekjen PBB yang disampaikan berdekatan dengan pelaksanaan hukuman mati di Indonesia, mengindikasikan pernyataan tersebut ditujukan kepada Indonesia. Padahal, Sekjen PBB tidak seharusnya menyampaikan pernyataan yang bersifat khusus dan ditujukan ke negara tertentu. Larangan ini terdapat dalam Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB.

Pasal tersebut menyatakan, "Tidak ada ketentuan yang termaktub dalam Piagam ini yang memberi kewenangan bagi PBB untuk melakukan intervensi terkait dengan masalah-masalah yang esensinya merupakan yurisdikasi dari setiap negara...".

Sekretariat Jenderal sebagai salah satu organ utama dari PBB termasuk organ yang terikat dengan Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB. “Pernyataan Sekjen PBB disampaikan seolah PBB lebih tinggi dari Republik Indonesia sebuah negara yang seharusnya dihormati kedaulatannya,” kata Hikmahanto.

Menurut Hikmahanto, Ban Ki Moon sebagai pejabat tertinggi di Sekjen PBB seharusnya menahan diri membuat pernyataan yang terkait dengan hukuman mati mengingat sejumlah negara, termasuk AS, masih menganut hukuman mati. Bahkan, ketika Cina dan Arab Saudi melaksanakan hukuman mati baru-baru ini tidak ada pernyataan dari Sekjen PBB.

Terlebih lagi, kata Hikmahanto, Ban Ki Moon yang berkewarganegaraan Korea Selatan tidak memiliki legitimasi moral untuk menyampaikan hal-hal terkait hukuman mati mengingat di negaranya masih dikenal hukuman mati. “Jangan sampai PBB oleh Sekjen Ba Ki Moon disejajarkan dengan Amnesty International yang merupakan LSM internasional,” katanya.

Lebih jauh, Hikmahanto mengatakan bahwa Menlu dan Dubes Indonesia di PBB perlu melakukan protes yang keras dalam waktu dekat agar tindakan Indonesia selaras dengan semangat Bandung. Ini mengingat Dasa Sila harus terus direlevankan di abad ini sebagaimana dicanangkan dalam penyelenggaraan KAA baru-baru ini.

Hikmahanto menjelaskan, bagi Indonesia masalah hukuman mati sudah tidak lagi pada isu pro dan kontra, tetapi pada masalah apakah pihak asing dapat menghormati kedaulatan Indonesia dan menjauhkan diri dari keinginan untuk mengintervensi. Menurutnya, para penyelenggara negara seharusnya mempertahankan Indonesia sebagai negara berdaulat yang tidak bersedia di-bully oleh Sekjen PBB.

“Bila Menlu dan Dubes Indonesia di PBB mendiamkan terus pernyataan-pernyataan dari Sekjen PBB dikhawatirkan kemarahan publik tidak dapat terbendung,” tandasnya.

Seperti diketahui, pada Rabu (29/4) dini hari, pemerintah telah mengeksekusi delapan terpidana mati gelombang II setelah sebelumnya terkendala akibat adanya sejumlah upaya hukum. Delapan terpidana itu adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brazil), serta Sylvester Obiekwe Nwolise dan Okwudili Oyatanze (Nigeria). Sedangkan satu terpidana mati asal Filipina, Mary Jane, ditunda.  
Tags:

Berita Terkait