Meminta Tafsir Konstitusional ‘Penjualan Saham Bank Gagal’
Utama

Meminta Tafsir Konstitusional ‘Penjualan Saham Bank Gagal’

Penjualan saham bank gagal telah menjadi kontroversi. Penjualan saham di bawah harga pasar bisa lolos dari jerat pidana jika memenuhi syarat. Kali ini, pengurus LPS kembali meminta tafsir konstitusional.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Pemohon Ari Budiman dan Muafrizal didampingi kuasa hukumnya Refly Harun dan Maheswara Prambandono saat menyampaikan dalil-dalil permohonan dalam sidang uji materi UU LPS, Selasa (5/5). Foto: Humas MK
Pemohon Ari Budiman dan Muafrizal didampingi kuasa hukumnya Refly Harun dan Maheswara Prambandono saat menyampaikan dalil-dalil permohonan dalam sidang uji materi UU LPS, Selasa (5/5). Foto: Humas MK
Meskipun sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi pada Januari lalu, pengurus Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tampaknya masih ingin memperjelas makna ‘penjualan saham bank gagal’. Buktinya, pengurus LPS memohon pengujian beberapa pasal UU UU No. 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan(LPS). Kali ini, LPS menyasarPasal 30 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), dan Pasal 42 ayat (1) UU LPS terkait kewajiban LPS dalam penjualan saham bank gagal.

Dalam permohonannnya, LPS meminta tafsir konstitusional secara bersyarat atas berlakunya tiga pasal itu. Mereka berdalih penerapan ketiga pasal itu menimbulkan multitafsir, dan berakibat pada ketidakpastian hukum bagi para pemohon saat menjalankan tugas. Dalam penjelasan pasal-pasal tersebut tidak memberi definisi atau kejelasan tentang “seluruh saham bank”.

“LPS selama ini mengalami dilema tentang berlakunya tiga pasal itu terutama terhadap frasa ‘seluruh saham bank’,” ujar salah satu kuasa hukum LPS, Refly Harun dalam sidang perdana yang diketuai Maria Farida Indrati di ruang sidang MK, Selasa (5/5). Maria didampingi Wahiduddin Adams dan Manahan Sitompul sebagai anggota majelis.

Pasal 30 ayat (1) menyebutkan “LPS wajib menjual saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.”  Pasal 38 ayat (1), LPS wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama 3 tahun sejak penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a. Sedangkan Pasal 42 ayat (1), LPS wajib menjual seluruh saham bank dalam penanganan paling lama 3 tahun sejak dimulainya penanganan Bank Gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39.

Refly melanjutkan berlakunya tiga pasal itu terkait “wajib menjual”, LPS sejatinya menguasai mayoritas saham bank gagal hingga 99 persen. Namun, persoalannya  terdapat dua penafsiran mengenai makna “seluruh saham bank” apakah kewajiban menjual seluruh saham bank milik LPS saja atau seluruh saham milik LPS dan pemegang saham lama termasuk saham publik di pasar modal.

Saat ini, LPS berpandangan seharusnya penjualan saham bank gagal meliputi seluruh saham bank termasuk saham publik di pasar modal. Sebab, ada perintah UU LPS yang menyebut pengembalian nilai penjualan saham bank gagal harus mencapai tingkat pengembalian yang optimal, minimal sama dengan nilai penyertaan modal bank yang diberikan bank gagal tersebut.

“Namun, ada yang berpandangan frasa ‘wajib menjual’ itu ada pengecualiannya, saham publik yang diperoleh melalui bursa saham. Walaupun LPS punya legal standing menjual seluruhnya, tetapi kita tak mau tindakan LPS jadi masalah dan dipersoalkan pemegang saham minoritas sebagai tindakan melawan hukum,” kata dia.

Terlebih, ada pandangan penjualan bank gagal secara keseluruhan akan mengabaikan hak saham pihak lain sekitar 0,001 persen yang statusnya bisa dijual atau tidak. Sebab, bagaimanapun mengalihkan hak saham sekecil itu tanpa izin pemiliknya dianggap melanggar konstitusi.

“Hak asasi itu harus dilindungi, sehingga saham sekecil itu tidak boleh dialihkan tanpa izin pemiliknya. Selain itu, ada perlindungan investor terkait kesehatan bursa efek yang juga harus dilindungi,” bebernya.

Atas dasar itu, LPS meminta ketiga pasal itu khususnya frasa “seluruh saham bank” dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak ditafsirkan (dimaknai) LPS menjual semua saham bank yang diselamatkan baik saham milik LPS, maupun saham milik pemegang saham lama termasuk pemegang saham lama yang membeli saham bank di pasar modal.

Menanggapi permohonan, Ketua Majelis Maria Farida Indrati mengingatkan persoalan ini sebenarnya dulu pernah diputuskan MK. Namun, memang ada ayat-ayat dalam pasal yang diujikan itu berbeda dengan pengujian sebelumnya. “Tetapi, kita melihat petitum (permintaan) frasa itu dimaknai terlalu panjang ya,” kata Maria.

Dia menyarankan petitum permohonan diringkas agar lebih sederhana dan mudah dipahami. “Kalau petitumnya seperti ini (dan dikabulkan), kita khawatir digugat orang karena MK dianggap sebagai positif legislator. Jadi Saudara bisa merumuskan petitum yang lebih tepat,” sarannya.

Wahiduddin Adams meminta penjelasan penafsiran mana yang diterapkan pemohon di lapangan. Berkas permohonan, menurut hakim, belum memberikan gambaran jelas. “LPS selama ini menerapkan penafsiran yang mana terkait pengertian penjualan seluruh saham bank itu? Jadi, ini tolong digambarkan, sehingga nantinya juga kerugian atau potensial kerugian LPS bisa tergambar,” pintanya.
Tags:

Berita Terkait