Ini Kesalahan Terbesar Sarpin Menurut Andi Hamzah
Berita

Ini Kesalahan Terbesar Sarpin Menurut Andi Hamzah

Karena menyatakan asas legalitas hanya ada pada hukum pidana materil.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Pakar Hukum Pidana Prof. Andi Hamzah. Foto: RES
Pakar Hukum Pidana Prof. Andi Hamzah. Foto: RES

Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Sarpin Rizaldi masih menimbulkan polemik di kalangan ahli hukum. Walau putusannya telah “dijustifikasi” oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya memasukan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, tetap saja kritikan-kritikan datang dari para ahli itu.

Kini, Guru Besar Hukum Pidana Prof. Andi Hamzah yang ikut angkat bicara. Andi menilai kesalahan terbesar Sarpin adalah menyatakan bahwa asas legalitas hanya ada pada hukum pidana materil, bukan ada pada hukum formil (hukum acara pidana).

“Padahal, asas legalitas itu lebih kencang ada dalam hukum acara pidana. Sampai Bu Komariah sebut itu hakim bodoh. Tapi, Saya tidak sebut itu ya, nanti dilaporkan polisi,” selorohnya dalam acara penataran nasional dosen-dosen muda hukum pidana di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Depok, Jawa Barat, Selasa (5/6).

Andi menjelaskan bahwa aturan-aturan pidana (materil) bisa diatur ke dalam peraturan perundang-undangan. Yakni, melalui undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan daerah. “Di Belanda juga seperti itu. Ancaman pidana bisa diatur di PP atau Perda, tidak hanya melalui undang-undang,” ujarnya.

Namun untuk hukum acara pidana, lanjut Andi, ketentuannya harus diatur dengan undang-undang. “Jadi, nggak bisa seseorang ditangkap dengan dasar PP atau Perda,” tuturnya.

Andi menegaskan bahwa hukum acara pidana (dari prosedur penangkapan dan persidangan) harus menggunakan aturan undang-undang. “Dia bilang hukum acara pidana bisa diterobos, Astagfirullah. Itu yang dilakukan oleh Sarpin,” ujarnya lagi.

Sebelumnya, pada kesempatan terpisah, dua mantan petinggi lembaga peradilan juga mengomentari putusan Sarpin itu. Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan menilai bahwa putusan yang dikeluarkan oleh Sarpin sebagai putusan yang nekat. “Undang-undang sendiri sudah merumuskan objek praperadilan secara limitatif sekali. Untuk kelancaran dan praktik jika sudah limitatif tidak boleh ditambah dan ditafsirkan lain, ini yang dilanggar oleh Sarpin,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait