Terima Suap Bandar Narkoba, Polri Diminta Terbuka Proses Anggotanya
Berita

Terima Suap Bandar Narkoba, Polri Diminta Terbuka Proses Anggotanya

Kabareskrim memastikan akan menindak tegas jajarannya yang menciderai institusi kepolisian.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad (baju batik). Foto: www.dpd.go.id
Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad (baju batik). Foto: www.dpd.go.id
Duet Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Wakapolri Komjen Budi Gunawan mesti bersikap tergas terhadap jajarannya yang melakukan tindak pidana. Hal itu mesti ditunjukan pucuk pimpinan Polri kepada publik agar tak ada kesan tebang pilih dalam penagakan hukum.

“Saya harapkan menjadi perhatian serius dari duet Badrodin Haiti dan Budi Gunawan. Saya harapkan  itu, kalau tidak ya semakin keropos lah polisi ini. Dan semua orang sudah tahu publik  udah bisa tahu tentang permainan-permainan kotor,” ujar Wakil Ketua DPD, Farouk Muhammad, di Gedung DPD, Rabu (6/5).

Pandangan Farouk itu menanggapi penangkapan oknum anggota Bareskrim Polri yang diduga menerima suap miliaran rupiah dari bandar narkoba di Bandung, Jawa Barat. Oknum berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) yang belum disebutkan namanya itu oleh Polri mesti diproses hukum secara terbuka oleh Polri.

Senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu berpandangan, praktik yang dilakukan oknum boleh jadi dilakukan tidak sendiri. Namun dilakukan lebih dari satu orang. Pasalnya, kata Farouk, karakter kepolisian adalah solidaritas internal yang kuat. “Jadi kalau hal itu terjadi, tidak menjadi sesuatu yang surprise, hanya mungkin sial saja ketangkep,” katanya.

Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu berpendapat, mesti tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, namun pemberian sanksi tegas mesti dilakukan oleh Kapolri. Oleh sebab itulah Kapolri dan Wakapolri mesti memberikan perhatian khusus terhadap penanganan narkoba, terlebih terhadap jajaranya yang main mata dengan bandar narkoba.

“Karena sukar dikontrol. Dan pekerjaan polisi memang sukar dikontrol. Terkait dengan proses hukum ini, harus transparanlah kepada publik, jangan hanya Puspaminal,” ujarnya.

Mantan Kapolda NTB itu menyarankan jika kepolisian mau dipandang masyarakat dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu, maka Polri mesti memproses hukum anggotanya itu secara transparan. Apalagi, dugaan tindak pidana tersebut bukan saja pelanggaran etik, tetapi sudah masuk ranah pidana umum. 

“Kalau mau benar-benar menunjukan dirinya seperti simbolnya Budi Waseso (Kabareskrim) selama ini, tunjukanlah kepada publik, faktanya diungkap semua apa yang sebenarnya terjadi,” katanya.

Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW), Neta S Pane, mendorong agar Bareskrim segera menjadikan tersangka terhadap sejumlah anggota polisi yang terlibat suap dari bandar narkoba. Terutama, perwira menengah (Pamen) Polri yang diduga menerima suap sebesar Rp3 miliar dari bandar narkoba. Dengan begitu, berkas acara pemeriksaan segera dilayangkan ke kejaksaan agar dapat segera ditindaklanjuti pelimpahan ke pengadilan.

IPW menilai Polri belum bersikap transparan dalam mengungkap kasus Pamen Polri yang berpangkat AKBP tersebut. Padahal kasus yang sudah ditangani selama dua bulan itu belum mengumumkan identitas Pamen tersebut. Berdasarkan informasi yang dikantongi IPW, Pamen tersebut merupakan kepala unit di salah satu cabang direktorat di Tipid Narkoba.
“Bandingkan, jika Polri menangkap artis atau tokoh yang terlibat narkoba, meski barang buktinya minim, tapi Polri melakukan ekspos besar-besaran dan sangat transparan,” ujarnya.

Neta berpandangan sikap diskriminasi dan tidak transparan Polri amatlah disayangkan. Apalagi, kasus tersebut juga melibatkan beberapa anak buahnya sang Pamen yang identitasnya cenderung ditutupi Polri. Neta khawatir jika tidak segera diungkap kasus tersebut akan menguap.

“Padahal sang Pamen sempat meminta uang suap Rp5 miliar kepada bandar narkoba yang mereka tangkap di sebuah diskotek besar di Bandung itu,” ujarnya.

Terhadap pidana suap yang dilakukan oleh oknum Pamen Polri itu, Neta mendesak agar dalam proses hukum di pengadilan diberikan hukuman mati. Menurutnya hukuman terhadap aparat penegak hukum yang main mata dengan bandar narkoba merupakan penghianatan terhadap penegakan hukum dan korpsnya. Dengan begitu, setidaknya menimbulkan efek jera terhadap aparat penegak hukum yang mencoba main mata dengan bandar narkoba.

“IPW mendesak para hakim menjatuhkan hukuman mati kepada anggota polisi yang terlibat narkoba agar ada efek jera. Selama ini Polri cenderung permisif terhadap anggotanya yang terlibat narkoba, sehingga peristiwa pamen Polri yang terlibat narkoba terus berulang, bahkan berani memeras bandar narkoba sebesar Rp 5 miliar,” katanya.

Terpisah, Kabareskrim Komjen Budi Waseso membenarkan adanya oknum Pamen yang meminta Rp5 miliar dari bandar narkoba di Bandung, Jawa Barat. Namun upaya Divisi Propam Mabes Polri masih terus melakukan penyelidikan perihal dugaan penerimaan suap sebesar Rp5 miliar tersebut.

“Tapi belum sampai sejumlah itu (Rp5 miliar yang diterima, red) kita lakukan penangkapan,” ujarnya di Mabes Polri.

Yang pasti, kata jenderal polisi bintang tiga itu, hasil pemeriksaan akan dicocokan dengan sejumlah barang bukti. Bila terbukti pidana umumnya, pria biasa disapa Buwas itu memastikan akan mengajukan ke proses pidana umum. Ia pun memastikan penanganan kasus itu akan berjalan transparan.

“Yakinlah kita tidak membela kepada anggota-anggota aparat penegak hukum khususnya Polri yang melakukan pencederaan terhadap institusi. Kita harus tindak juga,” pungkas mantan Kapolda Gorontalo itu.
Tags:

Berita Terkait