Kuotasi Wajib Rupiah, Perusahaan Kepelabuhanan Pertanyakan Kebijakan BI
Kewajiban Penggunaan Rupiah

Kuotasi Wajib Rupiah, Perusahaan Kepelabuhanan Pertanyakan Kebijakan BI

Selama ini kegiatan pelayanan jasa kapal yang berkaitan kegiatan angkutan luar negeri dan ekspor impor menggunakan dolar AS karena berdasarkan Permenhub.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Aktivitas pelabuhan. Foto: SGP
Aktivitas pelabuhan. Foto: SGP
Pencantuman harga barang atau jasa (kuotasi) diwajibkan untuk menggunakan mata uang Rupiah. Hal ini diatur dalam Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pasal itu menyatakan bahwa setiap pelaku usaha wajib mencantumkan harga barang atau jasa hanya dalam Rupiah. Hal ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan penggunaan kewajiban Rupiah di wilayah NKRI. Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI), Eko Yulianto, mengatakan seluruh kegiatan transaksi dan pencantuman Rupiah dalam kuotasi ini akan diawasi oleh BI.

“BI melakukan pengawasan terhadap kepatuhan setiap pihak dalam melaksanakan kewajiban penggunaan rupiah ini,” kata Eko beberapa waktu lalu.

Pasal 12 PBI menyebutkan, BI berwenang untuk meminta laporan, keterangan dan atau data kepada setiap pihak yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan Rupiah dalam transaksi di wilayah NKRI dan kewajiban pencantuman harga barang atau jasa. Pihak tersebut wajib menyampaikan laporan, keterangan dan atau data yang diminta BI. Permintaan ini termasuk dalam pengawasan yang dilakukan BI.

Pelanggaran atas kewajiban pencantuman harga barang atau jasa dalam Rupiah dan kewajiban penyampaian laporan, keterangan dan atau data tersebut dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. Namun, penerapan sanksi tersebut dapat lebih berat jika BI menilai perlu dilakukan ketegasan.

Hal tersebut tercantum dalam Pasal 20 PBI yang menyebutkan bahwa selain mengenakan sanksi administratif, BI dapat merekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untuk melakukan tindakan sesuai dengan kewenangannya. Sedangkan dalam penjelasan disebutkan bahwa rekomendasi yang disampaikan BI tersebut antara lain berupa rekomendasi untuk mencabut izin usaha atau menghentikan kegiatan usaha.

Setidaknya, tidak seluruh transaksi diwajibkan menggunakan Rupiah. PBI juga menjelaskan mengenai substansi yang dikecualikan dalam kewajiban penggunaan Rupiah. Pasal 4 menyebut, pengecualian penggunaan rupiah bisa dilakukan terhadap transaksi tertentu yang menjadi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Selain itu, penerimaan atau pemberian hibah dari dan ke luar negeri atau transaksi pembiayaan internasional juga boleh menggunakan mata uang asing. Simpanan di bank dalam bentuk valuta asing pun masih diperbolehkan.

“Hanya saja, penerimaan atau pemberian hibah dari dan ke luar negeri maupun transaksi pembiayaan internasional terbatas untuk kegiatan yang salah satu pihaknya berkedudukan di luar negeri,” jelas Eko.

Transaksi dalam bentuk valuta asing juga masih diperbolehkan. Hanya saja, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 transaksi itu terbatas untuk kegiatan-kegiatan yang ditentukan oleh UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Transaksi terbatas itu antara lain untuk kegiatan usaha dalam valuta asing yang dilakukan oleh bank. Transaksi lainnya adalah transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dalam bentuk valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder.

Sementara itu, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang boleh menggunakan valuta asing berlaku untuk kegiatan yang tercantum dalam Pasal 6 PBI. Kegiatan itu adalah pembayaran utang luar negeri maupun utang dalam negeri yang menggunakan valuta asing. Belanja barang dan modal dari luar negeri pun boleh tidak menggunakan rupiah. Selain itu, ada pula pengecualian untuk penerimaan negara yang berasal dari penjualan surat utang negara dalam valuta asing.

Namun, kegiatan tambahan dalam kegiatan ekspor dan impor barang ke atau dari luar wilayah paeban Indonesia tidak dikategorikan sebagai transaksi perdagangan internasional, sehingga wajib menggunakan Rupiah. Padahal, di pelabuhan di Indonesia, pengenaan tarif pelayanan jasa dari kegiatan ekspor impor diterapkan dengan dolar Amerika Serikat (AS).

Advisor Hukum PT Pelabuhan Tanjung Priok, Asep Kusnadi, mengatakan pengenaan tarif dolar AS ini dilandaskan dari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor: PM 15 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 6 Tahun 2013 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Jasa Kepelabuhanan.

Hal itu tercantum dalam Pasal 9 ayat (2) Permenhub yang menyebutkan bahwa tarif pelayanan jasa kapal yang melakukan kegiatan angkutan laut luar negeri dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang dolar AS. Sedangkan ayat (4) Permenhub menjelaskan, tarif pelayanan jasa barang dan tarif pelayanan jasa di terminal untuk kegiatan ekspor dan impor tanpa melakukan transhipment (alih muat) dipelabuhan dalam negeri, dikenakan tarif jasa kepelabuhanan dalam mata uang dolar AS.

“Mengenai struktur dan golongan tarif (dolar AS) itu yang menetapkan bukan kami, tapi pemerintah (Permenhub),” kata Asep kepada hukumonline, Senin (25/5).

Ia berharap, BI dapat menjelaskan secara rinci mengenai aturan ini. salah satunya mengenai ketentuan pengecualian seperti pembayaran atau penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah disepakati dalam perjanjian tertulis yang dibuat sebelum tanggal 1 Juli 2015, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tertulis tersebut.

“Kami ingin ada kejelasan apa yang dimaksud dengan perjanjian yang dibuat sebelum 1 Juli 2015. Apakah itu kemudian menjadi pengecualian juga tetap setelah itu masih bisa menggunakan sepanjang dasarnya perjanjian yang telah disepakati para pihak,” tutur Asep.

Ia mengatakan, jika memang kewajiban Rupiah ini juga berlaku bagi kegiatan tambahan dalam pelayanan jasa di pelabuhan, maka dapat berdampak bagi penyedia layanan maupun mitra pengguna layanan. Apalagi, jika nantinya disepakati penetapan harga dengan dolar AS, tapi eksekusi pembayaran dengan Rupiah, maka kurs mana yang akan digunakan.

“Kurs mana yang akan dipakai, karena ketika ada kegiatan kapal antara datang sampai dia kembali lama prosesnya. Kurs kan fluktuatif, bagaimana kursnya yang akan dipakai,” tutup Asep.
Tags:

Berita Terkait