Penyidik Pajak Berwenang Memotret Orang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil:

Penyidik Pajak Berwenang Memotret Orang

Untuk memaksimalkan penanganan pidana perpajakan, DJP butuh ribuan PPNS Pajak.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Ancaman ‘kriminalisasi’ oleh penyidik Polri tak hanya dialami oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Pajak di Kanwil Pajak Sumatera Barat-Jambi juga pernah mengalami nasib nahas. Tahun lalu, sejumlah PPNS Pajak di Kanwil tersebut dikabarkan ditetapkan sebagai tersangka.

Informasi penetapan tersangka itu bukan hanya diberitakan di media lokal, tetapi juga sempat disebut-sebut dalam diskusi kelompok terpadu mengenai profesionalisme PPNS yang digelar di Jakarta, Maret lalu.

Sesuai UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dikenal penyidik di bidang perpajakan. Pasal 44 menyebutkan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Ditjen Pajak (DJP) yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan. Ada 11 kewenangan PPNS Pajak yang disebut dalam UU KUP.

Bagaimana hubungan PPNS Pajak dengan polisi? Pasal 44 ayat (4) UU KUP menyebutkan, dalam rangka pelaksanaan kewenangannya PPNS dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.

Saat menyidik dugaan tindak pidana pajak sebuah perusahaan, pihak perusahaan melapor ke polisi. Perusahaan menuduh petugas Kanwil Pajak memalsukan surat, melakukan penggelapan, perbuatan tidak menyenangkan, dan kejahatan jabatan. Atas laporan itu, polisi memeriksa PPNS dan Kakanwil  Pajak.

Direktur P2 Humas DJP, Mekar Satria Utama, memastikan perkara yang menumpa PPNS Pajak di Kanwil Sumatera Barat-Jambi sudah diselesaikan. Kemenkeu dan Polri sudah duduk satu meja membahasnya, dan masing-masing paham tupoksi yang diberikan undang-undangan. Penyidikan perkara PPNS Pajak itu sudah dihentikan. “Sudah diterbitkan SP3,” jelasnya kepada hukumonline melalui sambungan telepon, Kamis (21/5).

Diakui oleh Mekar, bahwa pihak DJP sudah melakukan pembicaraan bersama Kepolisian terkait miskoordinasi ini. Pembicaraan tersebut kemudian saling menjelaskan dengan tegas tugas dan kewenangan masing-masing. Apalagi, lanjutnya, DJP dan Kepolisian sudah menjalin kerja sama (MoU) terkait penindakan kejahatan perpajakan. “Tidak ada masalah, sudah diselesaikan. Saat ini sudah saling jelas terkait tugas dan kewenangan masing-masing,” tambahnya.

Memotret
Seperti di lembaga lain, PPNS Pajak juga diberi sejumlah wewenang. Mulai dari pengumpulan bahan dan permintaan keterangan para pihak hingga menggeledah, menyita, dan menyuruh berhenti atau melarang seseorang meninggalkan ruangan. Yang berbeda antara lain tentang wewenang memotret seseorang.

Wewenang memotret ini secara eksplisit disebut dalam UU KUP. Penyidik di bidang perpajakan berwenang memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan. Penyitaan oleh PPNS Pajak dapat dilakukan baik terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak, termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga milik Wajib Pajak.

Tetapi pelaksanaan wewenang PPNS Pajak tetap merujuk pada KUHAP. Pasal 7 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa PPNS mempunyai wewenang sesuai dengan UU yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.

Merujuk pada KUHAP pula, PPNS Pajak, kata Mekar, selalu berkoordinasi dengan Penyidik Polri selaku Korwas Penyidikan. Ia memastika Penyidik Pajak selalu melalui Polri sebelum menyerahkan SPDP ke Penuntut Umum.

Belum ideal
PPNS Pajak bekerjasama dengan Polri bukan hanya dalam penyidikan tindak pidana perpajakan, tetapi juga dalam perekrutan. Ditjen Pajak tetap melatih PPNS-nya di Pusat Pendidikan Polri di Mega Mendung. Polisi juga dilibatkan dalam perekrutan. Biasanya setiap tahun dilatih 60 orang PPNS Pajak.

Dijelaskan Mekar, saat ini total jumlah PPNS Pajak adalah 686 orang. Menurut Mekar, jumlah ini belumlah ideal. Seharusnya jumlah PPNS Pajak sebanyak 40-50 persen dari total jumlah pegawai pajak. Saat  ini, jumlah pegawai pajak adalah 37.000, sehingga harusnya DJP membutuhkan 18.000 PPNS Pajak. “Tentu kita akan tambah terus jumlahnya (PPNS), ya melalui perekrutan rutin tiap tahun,” imbuhnya.

Adapun calon-calon PPNS Pajak berasal usulan-usulan dari Kanwil Pajak yang ada di seluruh Indonesia. DJP Pusat akan meminta usulan nama dari setiap Kanwil Pajak yang tercatat sebagai pegawai ‘bersih’. Calon PPNS bisa berasal dari pelaksana, pemeriksa pajak dan termasuk pejabat eselon dua. PPNS Pajak tersebut berada di bawah Ditjen Intelijen dan Penyidikan DJP.

Dengan jumlah yang masih jauh dari ideal tersebut, Mekar mengakui sejauh ini tidak mengalami masalah. Permasalahan yang dihadapi oleh PPNS pajak justru menyamakan pemahaman pidana pajak. Pasalnya, dalam hal penyidikan, ilmu pajak tetap melekat. “Sehingga perlu menyamakan pemahaman pidana pajaknya itu dimana. Apalagi pada saat pergantian pejabat Kejaksaan, persepsi pidana pajak tadi harus dijelaskan kembal. Ada briefing-nya,” tutur Mekar.

Di balik ekspektasi tentang PPNS Pajak yang ideal, tetap saja ada yang berusaha menyimpang. Seperti PPNS Pajak yang kesandung perkara korupsi.
Tags:

Berita Terkait