Sebelumnya, majelis hakim PN Jakarta Pusat memang memberikan waktu kepada tergugat dan penggugat untuk melakukan mediasi selama 60 hari. Dalam persidangan yang digelar 24 Maret lalu, Ketua Majelis Hakim Robert Siahaan memutuskan memberi waktu kepada para pihak untuk melakukan mediasi. Sayang, dalam waktu mediasi itu, tak tercapai kesepakatan.
Menurut kuasa hukum para penggugat, M. Said Bakhri, mediasi tidak menghasilkan kesepakatan lantaran kedua belah pihak saling mempertahankan argumen. Kliennya, menginginkan MoU antara Pemerintah dan Freeport dibatalkan. Sebaliknya, pemerintah dan Freeport tetap ingin mempertahankan MoU tersebut.
“Mediasi dalam hal ini tidak dapat kami terima, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan substansi gugatan tetap dilanjutkan. dua-duanya ama-sama bertahan,” kata Said usai persidangan, Kamis (28/5).
Kuasa hukum Turut Tergugat (Freeport), Rinto H. Wardhana menjelaskan para pihak sudah lima kali mengadakan pertemuan mediasi. Dalam prose situ, Freeport telah memberikan proposal perdamaian kepada para penggugat. Namun, proposal tersebut tidak diterima.
Dalam sidang perdana setelah mediasi gagal, majelis meminta penggugat untuk memperbanyak berkas gugatan yang sudah diperbaiki. Pasalnya, berkas gugatan yang sudah diperbaiki oleh pihak penggugat belum cukup. “Perbanyak dulu berkasnya,” kata Robert.
Said menerangkan bahwa berkas gugatan yang sudah diperbaiki masih kurang. Berkas akan diperbanyak dan dilanjutkan di sidang pekan depan. “Jadi, rangkap dari perbaikan belum cukup karena fotocopy kurang. Sidang minggu depan berikutnya akan dicukupi,” ungkapnya.
Adapun pokok perubahan gugatan adalah penambahan contoh yurisprudensi di Bagian II tentang Mekanisme Pengajuan Gugatan Poin 8 dan 9 mengenai kasus Citizen Law Suit. Para penggugat memberikan contoh kasus gugatan warga negara dalam gugatan korban ujian nasional, gugatan warga negara atas nama Munir Cs atas penelantaran negara terhadap TKI migran yang dideportasikan di Nunukan, gugatan warga negara dalam perkara penyelenggaraan jaminan sosial, dan gugatan warga negara kepada pemerintah yang dianggap bersalah dan abai memperhatikan kesejahteraan pembantu rumah tangga.
Terkait isi perubahan, Rinto mengaku belum dapat memberikan tanggapan karena belum mendapatkan dan membaca perubahan berkas gugatan. “Kami menunggu perubahan dulu,” pungkasnya.